Teks Perjanjian Baru (PB) telah menjadi pusat perhatian para ahli selama berabad-abad, terutama dalam upaya menilai kredibilitas teks tersebut. Di satu sisi, ada klaim-klaim apologetis yang menyatakan bahwa jumlah salinan yang luar biasa banyak dan usia teks yang sangat tua adalah bukti kuat bahwa teks PB dapat diandalkan. Namun disisi lain beberapa peneliti memperingatkan agar kita berhati-hati menafsirkan data ini, mengingat banyak faktor metodologis yang harus dipertimbangkan.
Josh McDowell dan Bob Hostetler (2011), dua orang dari banyak apologetik Kristen yang menyatakan bahwa terdapat lebih dari 24.000 salinan manuskrip PB, menjadikannya salah satu teks kuno yang paling terawat dan paling diandalkan. Klaim ini seringkali diiringi dengan penekanan pada usia salinan yang dikatakan sangat tua, sehingga dipercaya sebagai salah satu indikasi otentisitas. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait metodologi di balik klaim ini. Salah satu kekeliruan metodologis yang sering terjadi adalah upaya penggabungan dua variabel berbeda, mengingat bahwa teks yang dapat diandalkan secara historis, belum tentu dapat diandalkan secara tekstual. Hanya karena sebuah salinan berusia tua, tidak serta merta salinan tersebut merupakan yang paling “asli” atau paling setia kepada naskah asli. Bisa saja teks yang tua itu merupakan salinan dari “nenek-moyang” teks yang tidak akurat, tetapi tetap diperbanyak. Teks demikian meskipun jumlahnya ribuan, tidak direkomendasikan untuk penelitian. Oleh karena itu, kriteria usia dan jumlah salinan harus diterapkan dengan hati-hati, dan sebaiknya dikombinasikan dengan kriteria lain. Misalnya, persebaran geografis teks, kutipan-kutipan dari penulis-penulis kuno, serta ciri-ciri teks yang "singkat dan sukar" sering menjadi indikator yang lebih andal dalam menentukan bacaan yang mendekati asli.
Aspek lain yang sering diabaikan dalam diskusi tentang jumlah salinan adalah distribusi kronologis. Memang benar bahwa ada ribuan salinan manuskrip PB yang ditemukan, tetapi salinan-salinan tertua jumlahnya jauh lebih sedikit. Kebanyakan manuskrip yang kita miliki berasal dari periode lebih muda, yang sebenarnya tidak mencerminkan kualitas teks asli. Selain itu salinan-salinan tertua biasanya bersifat fragmentaris, berupa potongan-potongan teks yang tidak mewakili keseluruhan isi kitab. Untuk mengatasi tantangan ini, para penerjemah menggunakan edisi-kritis, seperti yang disusun oleh Nestle-Aland atau UBS (United Bible Societies). Edisi ini menggunakan pendekatan yang disebut "reasoned eclecticism". Pendekatan ini berupaya menentukan bacaan yang paling mungkin asli dari manuskrip-manuskrip yang ada, dengan mempertimbangkan aspek eksternal, seperti usia dan sifat teks, persebaran geografis, serta hubungan genealogis antar manuskrip, maupun aspek internal, seperti gaya penulisan penyalin, kosa kata unik (khas), konteks historis, serta teologi jemaat awal. Selain itu ada pula kebiasaan para penyalin yang juga diperhitungkan, dengan memberi perhatian khusus pada teks yang lebih sulit atau singkat, mengandung rumusan tidak biasa atau kurang halus dari segi gramatika dan diskursus. Pendekatan kritis ini memastikan bahwa teks PB yang kita miliki sekarang merupakan hasil analisis mendalam dari ribuan manuskrip yang ada, dengan tujuan untuk mendapatkan bacaan yang paling mendekati teks asli.
Meski ada banyak variasi tekstual di tingkat mikro, seperti kata, frasa, dan kalimat, pada level makro, teks PB cenderung stabil. Struktur cerita, tema inti, dan isi pewartaan tetap terjaga dengan baik sepanjang sejarah transmisi teks. Ini sebenarnya sejalan dengan sifat tradisi lisan di dunia kuno, di mana meskipun ada variasi dalam pengucapan atau penyusunan kalimat, inti pesan tetap terjaga dengan baik.
Silakan melihat tayangannya di tautan ini