Pertanyaan mengenai kehidupan setelah kematian bukan hanya milik umat Kristen, tetapi juga menjadi refleksi universal yang melintasi berbagai tradisi kepercayaan. Alkitab sendiri memberikan wawasan yang unik dalam memahami realitas kehidupan setelah kematian, yang berkembang seiring perjalanan sejarah umat Israel dan interaksinya dengan budaya-budaya sekitarnya. Pemahaman ini berevolusi dari konsep kematian sebagai akhir yang mutlak menuju keyakinan akan kebangkitan dan kehidupan kekal dalam Perjanjian Baru.
Sebagai bagian dari peradaban Asia Barat Daya, Israel tidak terisolasi dari pengaruh budaya-budaya sekitarnya seperti Ugarit, Mesopotamia, dan Mesir. Dalam teks-teks Ugarit, orang mati disebut sebagai Rephaim, yang dipandang masih aktif dalam dunia arwah dan dapat berinteraksi dengan dunia orang hidup. Konsep ini bertolak belakang dengan Alkitab yang lebih membatasi interaksi antara dunia hidup dan mati, seperti yang tertulis dalam Yesaya 26:14 bahwa orang mati “tidak akan bangkit lagi.”
Mesir dan Mesopotamia memiliki konsep yang lebih konkret mengenai kehidupan setelah kematian. Di Mesir, Firaun membangun piramida dan memumifikasi tubuh mereka sebagai persiapan untuk kehidupan setelah mati. Dalam peradaban Kanaan dan Mesopotamia, juga ditemukan keyakinan bahwa orang hidup bertanggung jawab atas kesejahteraan arwah leluhur mereka, mirip dengan beberapa tradisi di Indonesia.
Alkitab sendiri bersikap minimalis dalam membahas kehidupan setelah mati. Salah satu istilah yang sering digunakan adalah Sheol (שְׁאוֹל), tempat bagi orang mati yang digambarkan sebagai dunia bayangan, tanpa aktivitas dan kesadaran. Ayub 7:9 menyatakan, “Sebagaimana awan lenyap dan melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan muncul kembali.” Namun, ada beberapa indikasi bahwa umat Israel diam-diam tetap mempercayai hubungan antara orang mati dan hidup. Misalnya, dalam 1 Samuel 28, Saul memanggil arwah Samuel melalui seorang pemanggil arwah, meskipun praktik ini dilarang keras dalam hukum Israel, seperti dalam Imamat 20:6, “Orang yang berpaling kepada arwah atau roh-roh peramal, berzina dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menghadapi orang itu dan melenyapkan dia di tengah-tengah bangsanya”.
Dalam periode pembuangan dan setelahnya, pengaruh budaya Persia dan Yunani mulai memengaruhi pemikiran Yahudi tentang kehidupan setelah mati. Daniel 12:2-3 merupakan salah satu teks pertama dalam Alkitab yang secara eksplisit menyebut kebangkitan, “Orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan orang-orang yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang untuk selamanya. Tetapi, engkau, Daniel, rahasiakan semua firman itu, dan materaikanlah Kitab itu sampai akhir zaman. Banyak orang akan mengembara, dan pengetahuan akan bertambah”. Perkembangan ini semakin terlihat dalam teks seperti Kebijaksanaan Salomo dan 2 Makabe, yang menekankan kehidupan setelah mati bagi orang-orang benar. Dalam 2 Makabe, seorang ibu yang kehilangan tujuh anaknya dalam penganiayaan bersaksi bahwa mereka akan hidup kembali dalam dunia yang akan datang.
Dalam Perjanjian Baru, ajaran Yesus memperjelas konsep kehidupan setelah mati. Salah satu peristiwa penting adalah percakapan Yesus dengan penjahat di kayu salib, di mana Yesus berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43). Istilah Firdaus (پردیس, pardesh dalam bahasa Persia) mengacu pada tempat peristirahatan sementara sebelum penghakiman terakhir. Selain itu, kita juga menemukan tentang Yesus yang berbicara tentang adanya pemisahan antara orang benar dan orang jahat setelah kematian. Dalam perumpamaan Lazarus dan orang kaya (Lukas 16:19-31), orang kaya berada dalam penderitaan di Hades, sedangkan Lazarus beristirahat di pangkuan Abraham. Hal ini menegaskan bahwa nasib setelah kematian bukan hanya eksistensi pasif, tetapi ada konsekuensi moral dari kehidupan di dunia.
Paulus dalam 1 Tesalonika 4:17 berbicara tentang kebangkitan orang percaya pada kedatangan Kristus kedua kali, “sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa.” Konsep ini menegaskan bahwa kehidupan setelah mati bukanlah akhir, tetapi suatu transisi menuju penghakiman terakhir.
Yuk kita saksikan video selenkapnya di Sini