Hidup Ini Sia-Sia. Berliburlah! 

Berita | 27 Okt 2025

Hidup Ini Sia-Sia. Berliburlah! 


Inspirasi dari Kitab Sang Pemikir Kohelet | Dr. Martin L. Sinaga  

Kehidupan modern yang ditandai  dengan aktivitas padat dan berbagai tantangan menuntut adanya momen jeda untuk pemulihan. Kebutuhan untuk beristirahat atau berlibur guna memulihkan kondisi mental dan menemukan inspirasi baru menggarisbawahi pentingnya sikap pelayanan terhadap diri sendiri. Dalam konteks ini, dari Kitab Kohelet (Pengkhotbah) menawarkan perspektif mendalam tentang bagaimana menghadapi kesia-siaan hidup melalui nilai Sabat atau istirahat yang bermakna.

 

Konsep Dasar Kitab Kohelet dan Urgensi Hikmat

Kitab Kohelet, yang dimaknai sebagai Sang Pemikir, menyoroti aspek fundamental kehidupan manusia yang ditandai oleh kesia-siaan. Kajian ini menguraikan bahwa Kohelet mengandung pesan yang mendesak para Jemaat untuk mencapai hikmat melalui pengembangan pemikiran dan penghayatan pengalaman hidup. Meskipun iman melibatkan penyerahan dan kepercayaan total kepada Tuhan, pemahaman yang mendalam mengenai apa yang dipercayai tetap dianggap esensial. Konsep bahwa "takut akan Tuhan adalah awal hikmat" menjadi landasan bagi pendekatan ini.

 

Pergulatan iman yang dicerminkan dalam Kitab Kohelet tidak hanya melibatkan keyakinan terhadap kemurahan Ilahi, tetapi juga pengakuan terhadap realitas ketersembunyian Tuhan, yang termanifestasi dalam bentuk paradoks dan absurditas dalam pengalaman hidup sehari-hari. Keunikan Kohelet sebagai penguatan  iman terletak pada keberaniannya mengangkat dan mempertanyakan sisi-sisi kehidupan yang sulit dipahami dan seringkali bertentangan dengan klaim teologis konvensional.

 

Pengujian Realitas dan Doktrin Kesia-siaan

Narasi Kohelet berawal dari pengujian kritis terhadap realitas hidup, yang menghasilkan kesimpulan tentang kesia-siaan segala sesuatu. Hal ini dilukiskan dengan analogi "menjaring angin". Analisis ini menegaskan bahwa klaim iman yang bersifat triumfalistik, yang menjanjikan kemenangan dan kejayaan total dianggap tidak realistis dan harus ditolak. Sebaliknya, orang beriman dituntut untuk menerima sisi-sisi paradoksal dalam penderitaan dan ketidakmengertian tanpa harus meninggalkan keyakinan akan kedaulatan Allah. Definisi kesia-siaan diperluas maknanya menjadi dua aspek utama:

  • Kesementaraan (Temporalitas): Kehidupan ini bersifat sementara dan fana, sehingga pengertian manusia dan impiannya tidak akan pernah tercapai sepenuhnya.

  • Absurditas (Kontradiksi): Terdapat hal-hal yang bertolak belakang dengan keyakinan atau doa yang muncul dalam realitas, sehingga hidup tidak dapat dipastikan atau didefinisikan secara total.

 

Bukti empiris kesia-siaan ditemukan melalui pengamatan Kohelet terhadap dimensi waktu dan kehidupan sosial. Waktu digambarkan sebagai kekuatan yang sewenang-wenang, menguasai siklus kelahiran dan kematian, menanam dan mencabut, yang pada akhirnya akan melemahkan manusia. Sementara itu, dimensi sosial menunjukkan absurditas, misalnya ketidakadilan yang ditemukan di ruang pengadilan atau penderitaan yang dialami oleh orang saleh.

 

Implikasi Praktis bagi Sikap Hidup

Berdasarkan kesimpulan tentang kesia-siaan, Kohelet memberikan serangkaian nasihat praktis yang mendasar bagi kehidupan yang berhikmat.

  1. Penerapan Kehadiran Penuh (Mindfulness) dan Keterlepasan Eksistensial

Individu dianjurkan untuk sepenuhnya menghayati kehidupan pada masa kini. Kecemasan akan masa depan atau beban masa lalu dianggap sebagai penghalang dalam menemukan kebahagiaan saat ini. Selain itu, ditekankan pentingnya merelakan dan melepas segala sesuatu, karena mengekalkan harta atau pencapaian dianggap tidak mungkin. Penghentian upaya untuk menguasai, mengakumulasi, dan meraih lebih banyak dalam pekerjaan dan kehidupan secara umum perlu diupayakan, karena ambisi semacam itu justru akan memperburuk penderitaan akibat kesia-siaan.

  1. Keseimbangan Spiritual dan Merayakan Perkenanan Ilahi

Kohelet memperingatkan umat agar menjalankan kesalehan dan kebijaksanaan dengan tulus hati, bukan karena rasa takut  yang dapat berujung pada kebinasaan diri sendiri. Iman yang dijalankan atas dasar ketakutan bukanlah tanda kedewasaan rohani, melainkan sikap yang dapat merugikan diri sendiri. Terlebih lagi, kesalehan yang berlebihan sering kali membuat seseorang terjebak dalam sikap merasa paling benar, mudah menghakimi, serta menutup diri terhadap perbedaan dan keberagaman yang seharusnya dihargai sebagai bagian dari kehidupan bersama.

Sebaliknya, individu didorong untuk menikmati apa yang ada di meja kehidupan, seperti makan dan minum dengan hati senang. Tindakan menikmati sukacita hidup ini dipandang sebagai tanda perkenanan Tuhan, yang hadir dalam momen-momen kecil, bukan hanya dalam pencapaian besar. Selain menikmati, pekerjaan harus dilakukan sekuat tenaga namun dengan bijaksana, agar mendatangkan sukacita dan menghindari kebodohan yang berulang.

 

Konsep Berlibur (Sabat) sebagai Momen Keselamatan

Konsep berlibur atau bersabat diinterpretasikan sebagai praktik spiritual esensial yang sangat selaras dengan pesan mendalam Kitab Kohelet. Pemaknaan Sabat sebagai Waktu Hadir Penuh (Leisure) ditekankan sebagai upaya untuk menciptakan jeda dari rutinitas dan kesibukan yang menguras energi. Waktu luang ini, secara etimologis disebut sebagai "sekolah" (schola), dipahami sebagai kesempatan untuk mendalami kehidupan dan mencapai pemahaman tanpa harus terbebani oleh tekanan atau stres.

 

Aktivitas berlibur merupakan pemberian izin yang disengaja kepada diri sendiri agar hadir sepenuhnya di dalam momen yang dialami. Sikap ini dipersepsikan sebagai refleksi dari Tuhan yang berkenan, yaitu tindakan Ilahi yang mengizinkan manusia menikmati waktu dengan kelapangan hati tanpa didominasi oleh keinginan untuk menguasai atau mengakumulasi. Dalam tradisi pemikiran spiritual, Sabat dijelaskan lebih lanjut sebagai momen ketika keabadian dihadirkan. Melalui praktik Sabat yang sungguh-sungguh, umat memiliki kebebasan untuk menikmati  momen kebahagiaan, pertemanan, dan merayakan sukacita keselamatan. Penerimaan terhadap nilai Sabat ini berfungsi sebagai antitesis terhadap mentalitas berlomba-lomba mengejar kesalehan yang ekstrem atau kekayaan material yang fana.

 

Keseimbangan dan Doa Kedamaian

Sebagai kesimpulan, ditekankan bahwa segala hal dalam hidup yang sifatnya sementara dan sulit dimengerti sepenuhnya perlu kita serahkan kepada Allah. Keseimbangan hidup yang berhikmat dicapai bukan melalui penolakan terhadap realitas kesia-siaan dan keterbatasan, melainkan melalui penerimaan yang tenang. Sikap hidup yang seimbang ini kemudian dirumuskan secara praktis melalui prinsip-prinsip Doa Kedamaian (Serenity Prayer). Prinsip-prinsip tersebut meliputi: pertama, menerima hal-hal yang tidak dapat diubah (termasuk kesia-siaan); kedua, memiliki keberanian untuk mengerjakan hal-hal yang berada dalam kuasa manusia; dan ketiga, memperoleh hikmat untuk membedakan secara jelas antara kedua ranah tersebut. Dengan merangkul inspirasi Kohelet, hidup yang berhikmat diwujudkan melalui pengambilan waktu untuk bersabat, menikmati momen, dan menemukan perkenanan Ilahi dalam setiap peristiwa kehidupan.


Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia