Hari Sabtu, 12 Desember 2020, tepat pukul 12 siang, Rumah Sakit Universitas Kristen Kridha Wacana (UKRIDA) secara resmi berdiri. Impian untuk mendirikan rumah sakit UKRIDA sesungguhnya telah muncul seiring berdirinya UKRIDA sebagai perguruan tinggi pada 1967. Namun, pada waktu itu UKRIDA boleh dikatakan masih sangat miskin. Jangankan memikirkan untuk mendirikan sebuah rumah sakit, untuk biaya rutin sehari-hari, untuk membayar gaji dosen, untuk membeli peralatan laboratorium dan sebagainya masih sangat sulit.
Dalam upacara peresmian, salah satu pendiri UKRIDA, Oeripto Widjaja menyampaikan pesan pentingnya,” Rumah sakit bukan tempat untuk mencari keuntungan, melainkan lebih pada tempat untuk melayani. Oleh karena itu, semua unsur pendukung harus siap memberikan pelayanan.”
“Percayalah kepada pimpinan Tuhan. Dengan begitu, kita tidak akan menemui jalan buntu dan akan mampu mengatasi kesulitan. RS Ukrida pun akan menjadi jaya, menjadi ikon, tiang yang kuat untuk Ukrida,” demikian tegas Oeripto Widjaja.
Sosok yang tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan mendirikan Rumah Sakit UKRIDA adalah Bapak Oki Widjaja. Kebetulan beliau adalah putra pendiri UKRIDA, Bapak Oeripto Widjaja. Pak Oki mulai bergabung sebagai pengurus UKRIDA pada 2004. Dua tahun kemudian, pada 2006, beliau kemudian terpilih menjadi ketua Yayasan Badan Pendidikan Tinggi Kristen Kridha Wacanan(YBPTKKW), yaitu yayasan yang mengelola UKRIDA.
“ Beberapa saat setelah bergabung dalam kepengurusan UKRIDA, di benak saya mulai terpatri mimpi besar 1967. Namun, semua masih sekadar mimpi, karena memang tidak ada dana yang tersedia,”ujar Pak Oki. Namun, seperti ditegaskan ayahnya agar selalu mempercayai pimpinan Tuhan, Pak Oki dan teman-temannya di YBPTKKW juga meyakini berkat dan penyertaan-Nya.
Selama dua periode menjadi ketua yayasan(2006-2014), Pak Oki memandang masa tersebut sebagai periode yang penuh berkat. Jika sebelumnya UKRIDA sering mengalami kesulitan pendanaan, pada masa itu Tuhan membuka jalan buat UKRIDA, dengan jalan menerima mahasiswa yang berasal dari Malaysia.
“Setiap tahun ada sekitar 80 orang mahasiswa dari Malaysia yang berkuliah di Fakultas Kedokteran UKRIDA,”katanya. “Yang luar biasa, UKRIDA menjadi satu di antara tiga atau empat perguruan tinggi di Indonesia yang diakui akreditasinya oleh Departemen Pendidikan Malaysia.”
“Pada masa itu kebutuhan dokter di Malaysia tinggi, namun fasilitas pendidikan kedokteran di sana tidak sebaik di sini,”terang Pak Oki lebih lanjut. Maka pemerintah Malaysia memberikan beasiswa bagi pemuda-pemudinya untuk mengambil kuliah kedokteran di UKRIDA.
Bisa dibayangkan jika setiap tahunnya ada 80 mahasiswa yang masuk UKRIDA, maka ada sekitar 400 mahasiswa Malaysia dalam keseluruhan angkatan di Fakultas Kedokteran UKRIDA. Kerja sama pendidikan dengan pemerintah Malaysia ini tentu saja mendatangkan pemasukan dana bagi UKRIDA.
Berkat kedua, antara 2008-2014 jumlah mahasiswa kedokteran yang berkuliah di UKRIDA meningkat setiap tahunnya. “Hingga pernah kita menerima sekitar 400 mahasiswa Fakultas Kedokteran dalam satu angkatan,”terang Pak Oki. “Ini sungguh berkat yang luar biasa, karena dengan demikian ada pemasukan dana. Namun, mahasiswa kedokteran sebanyak itu menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi staf pengajar Fakultas Kedokteran. Mereka harus bekerja keras mendidik mahasiswa sebanyak itu melalui Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).”
Tersedianya dana membuat mimpi UKRIDA membangun rumah sakit menemukan jalan terang. Dana yang terkumpul digunakan untuk membeli lahan dan kemudian bersiap untuk memulai pembangunan Rumah Sakit. Pada 2008, yayasan memulai pengajuan izin untuk membangun rumah sakit. Namun, pada masa itu agaknya izin pendirian rumah sakit tidak mudah dikeluarkan. Mimpi besar untuk sementara harus ditunda perwujudannya.
Hingga tiba tahun 2012 kepemimpinan Provinsi DKI berpindah ke Gubernur Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Yayasan kembali mengajukan permohonan izin pendirian rumah sakit. Kali ini pintu mulai terbuka.
“Pada waktu itu Pak Jokowi sedang menggalakkan program Kartu Jakarta Sehat, dan beliau membutuhkan rumah-rumah sakit yang bersedia mendukung program beliau,”terang Pak Oki. “Ketika kami bertemu Pak Ahok, beliau menyatakan bersedia memberikan izin namun RS Ukrida harus menyediakan minimal 60 persen dari seluruh kapasitasnya untuk kelas 3.”
“Saya sampaikan kepada beliau, bahkan 70 persen kapasitas total rumah sakit untuk pasien kelas 3 kami berani,”lanjutnya Pak Oki waktu itu. Keyakinan Pak Oki bukan tanpa dasar. Tujuan utama pendirian rumah sakit UKRIDA memang bukan semata mencari untung. Namun yang utamanya untuk mendidik calon-calon dokter. Tujuannya untuk pendidikan dan sebagai badan pelayanan gereja tentunya menjadi kepanjangan tangan gereja melayani masyarakat.
Maka sejak 2012, UKRIDA membangun komplek rumah sakitnya. Tidak bisa cepat, karena tergantung ketersediaan dana. Ternyata membangun sebuah rumah sakit memerlukan banyak perjuangan, karena perlu sekitar enam tahun untuk menyelesaikan pembangunannya.
Pada saat pembangunan gedung rumah sakit selesai pada 2018, tampuk pemerintahan di provinsi DKI kembali berganti. Izin operasional resmi RS UKRIDA ternyata tidak mudah didapat. Baru pada awal Desember 2020 kami beroleh izin operasional dari Dinas Kesehatan Pemda DKI.
Pandemi Menjadi Cara Tuhan Menolong
“Demikianlah, proses pembangunan rumah sakit demikian panjang, demikian berbelit-belit, demikian banyak tantangan dan pergumulan. Untuk mewujudkannya demikian banyak perjuangan. Namun, akhirnya Tuhan memberikan pertolongan-Nya. Saya boleh mengatakan Tuhan memberikan jalan tepat pada waktu-Nya,”tutur Pak Oki.
“Sekian lamanya kami kesulitan memperoleh izin, dan akhirnya kami mendapatkannya ketika angka pandemi terus meningkat dan Jakarta benar-benar membutuhkan rumah sakit khusus sebagai rujukan Covid-19,”lanjutnya.
Menurut Pak Oki, kalau bukan karena kebutuhan DKI akan adanya rumah sakit yang khusus menangani pasien Covid-19, mungkin izin operasional tidak akan keluar semudah sekarang ini. Luar biasanya, pada saat peresmian pada 12 Desember 2020 sarana dan prasarana yang tersedia di RS UKRIDA sesungguhnya belum lengkap. “Kamar banyak, namun kami baru memiliki 20 bed (tempat tidur pasien),” terang Pak Oki sembari tertawa. Agaknya keyakinan bahwa Tuhan pasti kembali menolong telah terpatri dalam hati para pengurus yayasan.
“Terus terang pada saat peresmian sarana yang kami miliki masih terbatas, bukan saja karena keterbatasan dana, namun juga keterbatasan tenaga kerja medis. Di era pandemi tidak mudah mencari tenaga medis bukan hanya yang mampu, tetapi yang mau. Karena risiko yang mereka pertaruhkan menghadapi pandemi memang besar”jelasnya lebih lanjut.
Setelah resmi beroperasi, RS UKRIDA diminta untuk meningkatkan sarana dan prasarana. Terutama jumlah tempat tidur pasien. Bagaimana caranya meningkatkan kapasitas rumah sakit, padahal seperti telah diketahui dana yayasan terbatas? Ternyata Tuhan kembali membuka jalan. Pada saat peresmian 12 Desember 2020, Gubernur DKI, Menteri Kesehatan, hingga Menteri BUMN dalam sambutannya bahkan menjanjikan bantuan melengkapi sarana prasarana rumah sakit.
“Selepas peresmian, kami dibantu untuk menjalin kerja sama dengan Pertamina melalui unit usaha kesehatannya yaitu Pertamedika,”terangnya. “Jadi kami diberikan pinjaman dana agar bisa melengkapi kebutuhan 240 tempat tidur pasien secara bertahap. Dan bukan hanya dana, juga diberikan dukungan dalam pengadaan tenaga kerja. Puji Tuhan, ini sungguh menjadi berkat tersendiri. Maka mulai 10 Januari 2021 RS UKRIDA sudah bisa beroperasi secara penuh sebagai RS rujukan Covid-19.”
Cara Tuhan menolong terkadang luar biasa dan sulit dipahami. Sampai peresmian pada 12 Desember, Pak Oki tidak pernah membayangkan datangnya bantuan ini.
Membawa Mandat Pelayanan
Banyak pandangan miring masyarakat yang menganggap rumah sakit swasta di perkotaan tak beda dengan badan usaha yang berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan mengesampingkan unsur pelayanan kemanusiaan. Di manakah posisi Rumah Sakit UKRIDA?
“Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan gereja. Jadi, sinode GKI telah menggariskan bahwa RS UKRIDA dalam operasionalnya harus mengutamakan unsur pelayanan,”terangnya.”Di sisi lain sebuah rumah sakit tidak boleh rugi.”
“Pasien inginnya dapat pelayanan yang terbaik, namun dengan biaya yang murah. Bagi rumah sakit swasta ini jelas hal yang sulit, karena rumah sakit tumbuh tanpa topangan pemerintah,”kata Pak Oki sambil tertawa.
Maka, jalan tengahnya adalah, tetap setia pada mandat pelayanan gereja dengan menyediakan 60 persen dari total kapasitas untuk pasien kelas 3 yang berbasis BPJS. Namun, untuk dapat tumbuh berkembang RS UKRIDA juga menyediakan ruang-ruang kelas 1 dan VIP bagi mereka yang punya dana lebih, sehingga RS UKRIDA tetap dapat memanggil dokter-dokter berkualitas dan terbaik untuk memberikan layanan prima dan menghasilkan pemasukan dana bagi rumah sakit.
Menghadirkan Beasiswa bagi Mahasiswa yang Kesulitan Biaya
Saat diutus oleh gerejanya terlibat dalam pelayanan pendidikan di UKRIDA, Pak Oki awalnya belum memahami apa yang nantinya akan dikerjakannya. Namun, panggilan tersebut diterimanya dengan segenap hati.
Setelah terlibat dalam kepengurusan UKRIDA, beliau baru menyadari bahwa pelayanan dalam bidang pendidikan demikian kompleks.“Panggilan untuk melayani di bidang pendidikan merupakan pekerjaan yang tidak ada habisnya, sebuah karya yang membutuhkan pemikiran dan perhatian yang terus menerus, dedikasi yang tinggi. Tidak mungkin dijalani dengan setengah hati. Meskipun saya seorang volunteer,”jelasnya.
Ketika memulai perannya sebagai pengurus yayasan pada 2004, Pak Oki sudah punya mimpi ingin menjadikan UKRIDA sebagai sebuah perguruan tinggi yang baik dan maju, namun tetap memiliki visi melayani. Sebagai badan pendidikan yang merupakan kepanjangan tangan gereja Pak Oki ingin UKRIDA menunjukkan jatidirinya untuk melayani orang-orang yang membutuhkan.
“Prinsip kami sebagai pengurus yayasan waktu itu adalah, siapa pun yang lulus ujian masuk UKRIDA harus kita layani,”tegasnya. Artinya UKRIDA bukan saja menerima mahasiswa yang pandai dan memiliki uang semata. Untuk mendukung prinsip UKRIDA untuk semua dan berusaha melayani semua, pengurus yayasan di bawah pimpinan Pak Oki menggalang program beasiswa yang disebut sebagai: Clement Suleeman Scholarship Fund. Nama program beasiswa ini diambil dari nama seorang pendeta GKI, salah satu perintis berdirinya UKRIDA. Beliau pernah menjabat sebagai Rektor UKRIDA.
“Nah, untuk menggalang beasiswa bagi mahasiswa ini yayasan tidak bekerja sendirian, namun bekerja sama dengan klasis-klasis GKI,”lanjutnya.
Bagaimana Mengatur Waktu
Melihat kesibukan Pak Oki dalam pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan, muncul pertanyaan klasik, bagaimana cara beliau mengatur waktu untuk keluarga, pelayanan dan pekerjaan? Padahal beliau sendiri sehari-harinya merupakan Presiden Direktur PT. Galva Technologies.
“Menurut saya membagi waktu bukan berarti kita masing-masing memberikan sekitar 33 persen waktu kita untuk keluarga, pelayanan dan pekerjaan,”terang Pak Oki. Namun, dirinya berusaha menyediakan diri 100 persen bagi keluarga, pelayanan maupun karir.
“Saya harus menyediakan diri 100 persen buat keluarga, tidak bisa hanya saya sediakan sisa 30 persen, istri dan anak-anak bisa marah. Demikian pula dalam pelayanan dan karir kita harus memberikan diri kita 100 persen untuk mendapatkan hasil akhir yang terbaik. Intinya adalah totalitas dan tidak setengah-setengah,”terangnya.
“Bagi saya pertanyaannya bukan bagaimana mengatur waktu, tapi apakah kita punya komitmen untuk menyediakan waktu buat keluarga, pelayanan dan gereja. Tuhan memberikan waktu setiap manusia sama, 24 jam. Bagaimana menatanya tergantung hikmat kita masing-masing,”lanjutnya.
“Ada waktu-waktu di mana, konsentrasi kita dibutuhkan sepenuhnya untuk pelayanan. Pada momen-momen seperti itu keluarga dan karir untuk sementara harus bisa bersabar dan menyesuaikan,”jelasnya.”Sebaliknya, bisa saja ada masa di mana keluarga harus menjadi fokus kita nomor satu. Misal, ketika istri atau anak saya sedang sakit. Pada momen seperti itu, pelayanan dan karir juga harus bisa menyesuaikan.”
“Demikian pula dalam pelayanan, meskipun kita tidak beroleh bayaran, kita tetap harus melaksanakannya dengan sepenuh hati karena kita sudah berjanji di hadapan Tuhan.”
Pelayanan Memberikan Inspirasi dalam Karir
Sehari-hari sebagai seorang Presiden Direktur, kita membayangkan bahwa Pak Oki setiap hari dikelilingi para karyawan berdisiplin tinggi, tekun dan siap untuk melaksanakan apa yang diperintahkan olehnya sebagai atasan. Dalam pelayanan gerejawi, beliau mesti melepas baju direkturnya, siap menjadi seorang hamba dan harus menyesuaikan diri dengan banyak orang dari beragam latar belakang. Bagaimana Pak Oki menyesuaikan diri?
“Justru saya malah banyak belajar dari pelayanan yang saya jalani di UKRIDA. Dalam dunia pelayanan yang mengikat kita bersama adalah kesamaan visi. Namun, untuk mencapai visi setiap orang punya strategi dan idenya masing-masing. Karenanya berikutnya adalah bagaimana kita secara persuasif menyampaikan pandangan dan ide kita, selanjutnya berusaha meyakinkan rekan-rekan sepelayanan agar sepakat untuk melangkah bersama. Kita tidak bisa memaksa atau menuntut rekan sepelayanan untuk mengikuti kehendak kita,” katanya.
Pengalaman berbagi ide dan belajar saling meyakinkan di antara rekan sepelayanan ternyata menjadi pelajaran berharga bagi Pak Oki yang ia terapkan dalam memimpin perusahaannya. “Saya mengajak para karyawan saya bukan hanya terbiasa melaksanakan perintah, namun juga mau mengeluarkan ide-ide baru dan kemudian mendiskusikannya bersama-sama,”ucapnya lebih lanjut.
Alat Kecil dalam Rencana Besar Allah
Dalam kehidupannya sehari-hari di tengah keluarga, pelayanan maupun karir Pak Oki sangat terinspirasi oleh sosok Yusuf, anak Yakub dalam Alkitab. Di awal kehidupannya Yusuf mungkin tidak pernah membayangkan suatu saat dia akan menjadi orang kedua paling berkuasa di tanah Mesir. Tidak pernah terbayang pula ia akan dijual oleh saudara-saudaranya sebagai budak. Namun, Yusuf belajar melalui berbagai kejadian dalam hidupnya bahwa Allah punya rencana dalam kehidupannya.
Ketika sudah nyaman bekerja di rumah Potifar, dan menjadi kepercayaan tuannya, Yusuf tidak pernah membayangkan nantinya akan masuk penjara. Namun, selepas dari penjara ia malah menjadi orang nomor dua di istana Mesir. Pada akhirnya Yusuf menyadari bahwa semua pengalaman hidupnya merupakan cara Tuhan untuk mewujudkan rencana besarnya menyelamatkan bangsa Israel dari kelaparan.
Pak Oki begitu menghayati kisah perjalanan Yusuf tersebut. Baginya kisah perjalanan Yusuf tersebut merupakan kisah perjalanan setiap manusia. Maka, Pak Oki juga menghayati tiap panggilannya di dalam keluarga, pelayanan dan karir sebagai bagian dari rencana besar Allah mewujudkan damai sejahtera untuk umat-Nya. “Sekiranya saya diberikan usia yang panjang, saya berharap nantinya diberikan kesadaran bahwa Tuhan berkarya melalui kehidupan saya untuk mewujudkan rencana besar=Nya, yang jauh melampaui akal pikiran saya saat ini,”tuturnya.
Apa arti Alkitab?
“Bagi saya Alkitab jelas adalah Firman Tuhan. Alkitab merupakan sumber pembelajaran dan inspirasi. Banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapatkan dari Kitab Suci. Semua inspirasi tersebut ternyata sangat relevan dalam membantu saya menata kehidupan sebagai pemimpin dalam keluarga, perusahaan maupun pelayanan saya di UKRIDA,”terangnya.
Ayahnya, Oeripto Widjaja, kala mendirikan perusahaan Galva, menekankan dasar falsafah perusahaan adalah kasih dan kekeluargaan. Ketika Pak Oki pulang dari Australia untuk meneruskan kepemimpinan di Galva, dirinya bertanya kepada ayahnya,”Mengapa dasar perusahaan kita kasih dan kekeluargaan?” Dalam bayangan Pak Oki saat itu, sebuah badan usaha wajarnya menekankan profit atau keuntungan sebagai tujuan akhirnya, bukan kasih dan kekeluargaan.
Setelahnya Pak Oki mencoba menggali lebih dalam nilai yang terkandung di dalamnya falsafah kasih dan kekeluargaan tersebut. “Saya terinspirasi dari madah kasih yang terdapat dalam 1 Korintus 13. Suatu bacaan yang menurut saya begitu luar biasa. Kalau kita gali nilai-nilai kasih yang terdapat dalam perikop tersebut, seperti: sabar, adil, murah hati, tidak mencari keuntungan diri sendiri, semuanya merupakan dasar atau basic untuk membangun sebuah perusahaan yang baik.
“Kalau kita sebagai pemimpin punya kebiasaan marah-marah, pelan tapi pasti perusahaan akan bubar. Kalau kita berlaku tidak adil, karyawan pasti tidak akan betah bekerja di perusahaan yang kita pimpin. Kalau kita tidak memiliki kemurahan hati, pemimpin memikirkan dirinya sendiri, karyawan juga memikirkan dirinya sendiri, perusaahan akhirnya akan bubar,”terangnya.
“Saya menjadi sadar bahwa Alkitab kita penuh dengan inspirasi tentang hidup dan kepemimpinan yang tidak saya peroleh dari buku-buku manajemen,”tuturnya. “Sampai hari saya terus belajar menggali nilai-nilai Kitab Suci tersebut. Perjalanan menggali dan menggumuli nilai-nilai Alkitab tersebut merupakan perjalanan tanpa akhir selama kita hidup di dalam dunia.”