Siapa yang tak kenal Andy F. Noya? Acara talkshow-nya “Kick Andy” merupakan salah satu program siaran televisi terpopuler. Andy dan orang tuanya mungkin tidak pernah membayangkan kalau dirinya akan populer seperti saat ini dan hidupnya menjadi jembatan yang menyalurkan berkat bagi banyak orang yang mengalami berbagai kesulitan.
Lahir di tengah berbagai kekurangan dan pernah hidup di jalanan, tidak membuatnya patah semangat. Cita-citanya sebagai wartawan memompa semangatnya untuk terus berjuang agar keluar dari kehidupannya yang berat. Lelaki berdarah Ambon kelahiran Surabaya ini menghabiskan masa remaja di Jayapura bersama ayahnya yang bekerja sebagai tukang reparasi mesin ketik.
Andy F. Noya yang masih belia diperhadapkan pada kehidupan yang sangat keras di Kota Jayapura. Andy menjumpai kenyataan hidup yang bertolak belakang dengan khotbah-khotbah Minggu di gereja yang sarat dengan ajaran kasih. Banyak keluarga Kristen yang hidupnya jauh dari ajaran kasih. Kekerasan dalam rumah tangga seringkali terjadi. Ada pendeta yang hidupnya tidak menjadi contoh yang baik karena hampir setiap malam selalu mabuk dan berjudi. Gereja-gereja hanya mau peduli dengan urusannya sendiri, tidak peduli dengan kehidupan nyata yang jelas-jelas membutuhkan sentuhan kasih. Kondisi inilah yang membuatnya sempat tidak memercayai gereja. “Ada masa di mana saya tidak percaya pada gereja. Saya bahkan sempat tidak pernah ke gereja,” ungkap Andy F. Noya.
Pernyataan tersebut mungkin mengejutkan banyak orang, apalagi diungkapkan oleh orang sebesar Andy F. Noya, seorang jurnalis senior yang kini hidupnya tidak mengalami kekurangan. Meskipun di masa lalu ia pernah mengalami kekecewaan dengan gereja, Tuhan punya acara sendiri untuk menggerakkan anak-Nya menjadi alat kasih-Nya di tengah dunia. Kini lewat talkshow-nya, Kick Andy, ia mampu menginspirasi bangsa ini untuk mau peduli dan berempati terhadap masalah-masalah kemanusiaan, pendidikan, dan keadilan, persoalan yang hingga hari ini masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Kehadirannya tidak pernah lepas dari “radar-Nya”. Tuhan selalu punya cara untuk menunjukkan kuasa dan kemuliaan-Nya.
Andy F. Noya sekarang kita kenal sebagai saluran berkat bagi banyak orang. Gerakan kesaksiannya menembus tembok-tembok dogma, kepercayaan, bahkan agama. Hidupnya yang dahulu keras malah membentuk hatinya menjadi lembut. Andy memang mudah sekali tersentuh dengan orang-orang yang berjuang di tengah penderitaan. Banyak orang sekarang melihat Andy F. Noya sebagai perpanjangan kasih Tuhan. Ia sendiri memang memilih peran menjadi “jembatan”, antara si kaya dan si miskin, antara yang berkelebihan dan yang berkekurangan.
Saat bertemu dengan para relawan-relawan pelayanan Lembaga Alkitab Indonesia, Andy Noya membagikan pengalamannya sebagai jurnalis maupun penggalang dana lewat Yayasan Kick Andy. Saat ditanyakan apa yang melatarbelakangi Andy hingga bersedia menerima undangan LAI, Andy menjawab bahwa dirinya bersedia datang karena LAI selama ini dikenal sebagai lembaga yang aktif dalam kegiatan sosial. Hal yang sama juga dilakukan oleh yayasannya.
Menjadi Jembatan Kebaikan
“Pada dasarnya, di belakang program Kick Andy tersebut ada Kick Andy Foundation, yayasan di mana kami banyak melakukan aktivitas sosial. Ada “Gerakan Seribu Kaki Palsu”, di mana kami membagikan kaki palsu untuk mereka yang tidak mampu. Ada “Books for The Blind”, yaitu membagikan buku untuk para tunanetra,”katanya. “Kami juga punya program “Buku untuk Sekolah-sekolah Miskin”, “Sepatu untuk Anak Indonesia” yang dibagikan untuk anak-anak SD di pelosok-pelosok Nusantara. Selain itu ada pula berbagai kegiatan sosial di bidang kesehatan, seperti operasi katarak, bibir sumbing, bahkan operasi tumor. Di antara beragam kegiatan yang kami lakukan, sebagian besar memang berkaitan dengan pendidikan anak-anak,” kata Andy.
Banyak orang mengatakan, dulu Andy Noya tidak terlalu berminat membicarakan hal-hal seputar keagamaan atau diundang dalam acara-acara yang berlatarbelakang keagamaan. Anggapan itu ternyata tidak benar.
“Saya manusia bebas. Saya keberatan kalau diundang dalam rangka kegiatan politik atau menjadi bagian dalam kegiatan politik partai, kelompok, yang perjuangannya hanya untuk kepentingan masyarakat sempit, bukan untuk kepentingan masyarakat luas,” terangnya.
Ketertarikan Andy Noya kepada berbagai kegiatan sosial tidak muncul begitu saja. Pengalamannya saat kanak-kanak hingga aktifitasnya sebagai seorang jurnalis turut membentuk ketertarikannya pada kemanusiaan.
“Ketika kecil saya hidup susah. Saya pernah berada dalam posisi membutuhkan bantuan. Dengan membantu orang yang mengalami kesulitan, saya sedikit bernostalgia. Dulu saya sangat berharap orang datang membantu kami, dan kalau bantuan tersebut tidak datang rasanya sangat menyedihkan. Saya pernah mengalami kondisi yang sama dengan orang-orang yang mengalami kesulitan hidup pada saat ini. Pengalaman itu mendorong saya untuk lebih serius membantu mereka yang hidupnya mengalami kesulitan,” katanya.
Andy melanjutkan, “Kebetulan, sebagai jurnalis saya dipercaya untuk menjadi pembawa acara di sebuah program televisi yang ternyata mampu menggerakkan orang untuk melakukan kegiatan-kegiatan membantu orang lain. Jadi, saya menyebut program acara yang saya pandu ini (Kick Andy-red) sebagai sebuah jembatan yang mempertemukan orang-orang yang membutuhkan bantuan dengan orang-orang yang pada dasarnya punya hati untuk membantu. Hanya terkadang mereka tidak tahu siapa yang harus dibantu. Kalaupun tahu siapa yang harus dibantu, mereka takut bantuannya tidak sampai sebagaimana mestinya karena jembatannya tidak tepat.”
“Keuntungan kami di Kick Andy Foundation adalah kami punya program televisi sendiri. Jadi semua pertanggungjawabannya bisa disampaikan lewat program tersebut, langsung secara terbuka kepada publik. Saya juga kebetulan bekerja media, sehingga kami bisa mempublikasikan semua pertanggungjawaban kegiatan ini. Publikasi pertanggungjawaban yang terbuka dan transparan tersebut menyebabkan kredibilitas Kick Andy relatif tinggi. Dari situ orang-orang percaya dan semakin lama semakin banyak melakukan kegiatan sosial,” lanjutnya lagi.
Andy pun menegaskan bahwa saling menopang dan membuat jejaring di antara lembaga-lembaga sosial pada masa kini menjadi penting.
“Maka dari itu, berkaitan dengan mengapa saya bersedia memenuhi undangan LAI, justru saya berkepentingan untuk mengajak serta dan memperkuat jejaring. Saya berpikir bahwa “orang-orang baik” harus semakin sering bertemu, melakukan aksi dan membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat. Di luar sana banyak sekali orang jahat. Jangan sampai orang-orang jahat lebih banyak daripada orang baik,” terangnya.
Berkaitan dengan pelayanan LAI pada saat ini, Andy Noya punya pandangan dan saran yang pantas dicermati.
“Saya melihat banyak yayasan atau lembaga sosial seperti LAI yang kemudian mati ketika usianya bertambah tua. Karena itu, tantangan terbesar sesungguhnya adalah bagaimana LAI menjaga semangat atau roh yang diwariskan oleh para pendirinya. Bukan hanya menjaga namun terus dikembangkan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi generasi muda. Nilai-nilai dalam tiap zaman pastilah akan berubah,” katanya.
Andy tampaknya tahu betul bagaimana sejarah Lembaga Alkitab di dunia maupun di Indonesia, saat ia lebih lanjut menjelaskan pandangannya. “Lembaga Alkitab dirintis di Wales, lewat perjuangan Mary Jones, seorang gadis kecil yang begitu merindukan Alkitab. Kerinduannya ditanggapi oleh dua orang hamba Tuhan yang terharu melihat perjuangan Mary Jones untuk mendapatkan Alkitab. Pertemuan antara semangat pengorbanan Mary Jones dan keinginannya yang kuat untuk mempelajari hal-hal baik dengan dua pendeta yang berbelas kasih dan ingin berbuat kebaikan ini, nantinya menjadi inspirasi berdirinya lembaga Alkitab. Inilah yang seharusnya menjadi kekuatan dari lembaga ini. Kalau nilai-nilai ini selalu dijaga dan dikembangkan (semangat berkorban, keinginan belajar hal-hal baik, menyebarkan kebaikan-red), saya yakin, sampai usia berapa pun LAI bisa terus bertahan. Jadi, tantangan terbesar bagi generasi penerus pelayanan sesungguhnya adalah apakah mereka memahami roh tersebut,” lanjutnya.
Peran Alkitab dalam Kehidupan
Saat ditanyakan apa arti Alkitab bagi kehidupannya, Andy memberikan pernyataan jujur sekaligus autokritiknya.
“Alkitab sebagai Kitab Suci semestinya adalah sesuatu yang kita tinggikan, kita hargai. Namun faktanya, khotbah atau renungan-renungan yang disampaikan hamba Tuhan di gereja sering membuat orang mengantuk. Menurut saya, sesungguhnya kemasan tidak terlalu penting, yang utama isi atau rohnya,” terangnya.
“Banyak hamba Tuhan atau pendeta yang tidak mampu menghidupkan roh yang ada dalam Alkitab, sehingga isi khotbahnya berupa cerita-cerita yang begitu-begitu saja, seperti yang kita terima sedari kecil di Sekolah Minggu. Sampai kita dewasa kupasannya tetap sama. Tidak ada yang baru. Tidak ada perkembangan,” lanjutnya.
Menurut Andy, akan lebih baik jika seorang pendeta mampu menerjemahkan kisah-kisah di Alkitab, misalnya kisah kehidupan Yesus, kemudian mendaratkannya dalam kehidupan masa kini, sehingga pendengar firman akan mengangguk-angguk setuju karena khotbahnya memberi inspirasi untuk kehidupan pada masa kini.
“Jadi, bagaimana membawa pesan-pesan firman Tuhan tersebut dalam hidup kekinian kalau cuma mengutip isi firman tanpa mendaratkannya? Kita pasti mengantuk dan bosan karena kisahnya tidak dikon- tekstualisasikan dalam kehidupan dan peristiwa masa kini,” jelas Andy.
Bagi Andy pribadi, Alkitab memiliki arti yang luar biasa bagi kehidupan keimanannya. “Lewat Alkitab kita diingatkan dan diajak percaya bahwa sebagai umat Tuhan perbuatan baik itu memang seharusnya kita lakukan. Bayangkan bila kita tidak percaya bahwa perbuatan baik adalah sebuah keniscayaan, kita akan melakukan perbuatan-perbuatan jahat, semisal korupsi, tanpa merasa berdosa. Namun, bagaimana isi firman Tuhan itu hidup dan mendarat dalam kehidupan, hal itulah yang menjadi tantangan gereja,” katanya.
Lebih lanjut Andy menegaskan, mengkontekstualisasikan nilai-nilai Kitab Suci dalam kehidupan masa kini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Terlebih jika gereja ingin menjangkau generasi muda masa kini yang hidup di era globalisasi. “Generasi muda pada masa kini mungkin minat bacanya tidak sekuat generasi saya. Mereka lebih suka membuka dan mengoperasikan gadget-nya. Ketika mereka ke gereja dan mendengar cerita yang membosankan, akan tumbuh dalam pikiran mereka bahwa gereja tidak menarik lagi. Tidak ada hal baru yang disampaikan di gereja bagi mereka yang berguna untuk kehidupan pribadi mereka sehari-hari,” katanya.
Sesuaikan dan Ubah Caranya!
Masih berkaitan dengan generasi muda dan pewarisan nilai-nilai iman dan kebaikan, Andy memandang situasi dan kondisi zaman pada masa kini sudah berubah. Jadi, diperlukan pola asuh dan cara pewarisan nilai-nilai yang berbeda pula.
“Cara orang tua ita mendidik kita pada zaman dulu dan cara kita mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anak kita saat ini sudah semestinya berbeda, karena zamannya berbeda. Akan berbeda pula cara anak-anak kita mengajarkan nilai-nilai kehidupan di masa yang akan datang. Kita sebagai orang tua sering kecewa melihat anak-anak kita tidak seperti kita. Tentu saja berbeda karena zamannya sudah lain. Karena itu, salah satu kunci penting adalah bagaimana kita mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman,”katanya. “Kita tidak bisa meniru mentah-mentah cara orang tua dulu mengajar kita. Salah satu cara terbaik meregenerasikan nilai-nilai kebaikan kepada generasi sekarang adalah dengan mengikuti cara-cara atau kebiasaan saat ini. Sesuaikan dan ubah caranya!” lanjutnya.
“Demikian pula dengan pendeta. Banyak pendeta yang mungkin masih terlalu konservatif. Dia marah ketika melihat anak-anak dengan jeans atau pakaian sedikit seksi datang ke gereja. Dia menganggap anak-anak muda tersebut tidak sopan, tidak pantas. Maka, anak-anak tersebut langsung antipati dan berpandangan “ngapain ke gereja”, di sana “dimarahin melulu”. Pendeta pun perlu beradaptasi dan menyesuaikan diri ketika berhadapan dengan generasi muda. Bagaimanapun, seorang Pendeta perlu memahami cara pandang dan berpikir generasi muda,” lanjutnya.
Impian Ke Depan
Meski telah sarat popularitas dan bisa dikatakan sukses, Andy Noya masih memiliki impian. Ini juga yang membuatnya terus memiliki semangat untuk menjadi jembatan menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan kepedulian. “Tentu saja yang saya impikan adalah bangsa yang sejahtera, masyarakat yang mendapatkan hak-hak mereka, warga negara dimanusiakan. Kebetulan sebagai seorang jurnalis saya dapat melihat lebih jelas, karena saya berkesempatan melihat langsung keadaan di berbagai pelosok daerah. Masih banyak manusia yang tidak dimanusiakan. Mereka hidup di bawah garis kemiskinan, mengalami banyak penderitaan, dan pendidikan yang jauh dari memadai,” terangnya.
“Saya membayangkan bangsa kita ini suatu hari bisa sama seperti bangsa-bangsa yang maju, di mana pendidikan dan urusan pangan bukan menjadi isu utama lagi, tetapi isu utamanya adalah prestasi-prestasi yang dihasilkan. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, semoga saya bisa ikut memberikan sumbangsih, sekecil apa pun peran yang saya berikan,” lanjutnya.
Dengan popularitasnya saat ini, sempat muncul pertanyaan, tidak adakah keinginan dalam diri Andy Noya untuk mencoba mengabdi dalam tataran formal pemerintahan semisal menjadi gubernur atau bupati? Bukankah dirinya kini memiliki cukup banyak penggemar? Tentang ini Andy menjawab dengan bijak.
“Menurut saya, kalau saya jadi gubernur atau bupati, hal itu justru akan mengecilkan peran saya karena terbatas pada wilayah di mana saya menjadi gubernur atau bupati atau walikota. Dalam posisi saya sekarang ini, saya memiliki kebebasan untuk bertemu dan bekerjasama dengan siapa pun dan di mana pun. Dan orang tidak akan memandang saya dalam perspektif yang sempit,” katanya memberi alasan.
“Sekarang ini, di mana pun saya datang semua pintu terbuka. Saya datang kepada setiap orang untuk memohon bantuan, dan orang menghargai posisi saya yang netral. Ada banyak orang yang meminta saya jadi bintang iklan suatu produk. Hanya saja saya tidak bersedia karena akan membuat posisi saya tidak lagi netral. Lebih baik saya pada posisi seperti sekarang ini. Lebih bebas dan lebih bisa diterima semua orang. Dengan demikian, peran saya sebagai jembatan kebaikan juga bisa lebih besar,” pungkasnya.
Diolah kembali dari wawancara dengan Andy F. Noya untuk Majalah Warta Sumber Hidup versi cetak.