Perihal tema pencobaan yang dialami oleh Abraham perlu kita lihat dengan lebih objektif dan situasional. Maksudnya, terdapat beberapa kondisi hidup Abraham saat itu yang membuat proses ‘pencobaan’ ini menjadi sesuatu yang berpengaruh besar terhadap perjalanan imannya ke depan. Pertama, kondisi mental dan spiritual Abraham dalam perikop ini tidak terlepas dari perikop sebelumnya, secara khusus dari peristiwa berpisahnya ia dengan Ismael, anak kandungnya dari Hagar. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang dengan begitu mudahnya diterima oleh Abraham. Ada konsekuensi emosional yang ia alami. Kedua, dengan perginya Ismael, artinya Abraham hanya memiliki satu anak laki-laki, yakni Ishak. Sebagai satu-satunya anak lelaki kandung yang masih ada dalam rumahnya, tidak mengherankan jika hati, pikiran dan waktu Abraham tertuang sepenuhnya bagi Ishak. Hal inilah yang membuat Abraham perlu ‘diuji’ sebagai pembentukan atau penajaman ulang iman Abraham kepada TUHAN. Apakah ia masih sungguh-sungguh terarah kepada-Nya? Lagi pula, dalam struktur penulisan perintah yang Tuhan berikan kepada Abraham, terdapat struktur perintah yang sama pada saat TUHAN memberikan perintah untuk pertama kalinya kepada Abraham agar meninggalkan rumah dan tanah kelahirannya. Intinya, perintah yang muncul dalam Kej. 12 dengan yang muncul dalam Kej. 22 sekaligus menjadi sebuah ajakan bagi Abraham untuk membentuk imannya yang secara tulus, murni dan sungguh-sungguh kepada TUHAN.
TUHAN tidak bermaksud mendidik Abraham menjadi manusia kejam yang rela melakukan apa pun, bahkan yang bengis sekalipun hanya untuk menunjukkan kesetiaan kepada TUHAN. Poin ini terlalu bertolak belakang dengan karakter, nilai, dan tindakan TUHAN sejak awal Ja menciptakan dunia dalam kasih-Nya. Itulah sebabnya, Kejadian 22 tetap perlu dibaca dalam kerangka utuh inisiatif kasih TUHAN. Dengan mempertimbangkan keserupaan struktur perintah antara Kejadian 12 dengan Kejadian 22 ini, termasuk konteks dan kultur sekitar bangsa Israel kuno, maka perintah TUHAN untuk mengurbankan Ishak dapat dibaca sebagai sebuah ajakan bagi Abraham untuk mengarahkan ulang imannya pasca berbagai peristiwa dan pergumulan besar yang telah mengguncang dirinya.
Sahabat Alkitab, pergumulan bukan hanya menjadi sebuah momen berat untuk dilewati, melainkan juga dapat mengaburkan pandangan kita dari TUHAN. Itulah sebabnya, setiap umat perlu terus mengasah ulang ketajaman iman dan ketaatannya dalam mengikut TUHAN. Tiga tawaran pertanyaan refleksi untuk kita gumuli secara personal adalah: Apakah saya benar-benar berjalan ke arah yang benar? Apakah hati saya masih berorientasi kepada TUHAN? Apakah TUHAN masih yang utama bagi saya?
Salam Alkitab Untuk Semua