Apakah anda pernah mendengar sebuah peribahasa, ‘rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri’? Pernyataan ini merujuk pada ketidakcukupan pada diri manusia atas apa yang ia miliki dan kecenderungan pada diri manusia yang selalu merasa ‘kalah’ dari sesamanya. Pada satu sisi, hal ini cukup dapat dipahami mengingat insting manusia untuk bertahan hidup sangat berpotensi memicu tingkat kompetisi yang begitu tinggi. Namun, pada sisi lain ketidakmampuan untuk mengendalikan kebercukupan dan dorongan kompetitif akan berdampak buruk kepada diri sendiri maupun orang lain. Kegagalan diri dalam mengelola kebercukupan juga akan sangat berpengaruh terhadap masa hidup sebuah relasi. Mengapa demikian? Upaya untuk menjawab hal ini akan sangat ditolong dalam perenungan terhadap teks Kidung Agung 4.
Di dalam perikop ini mempelai pria masih melanjutkan pujiannya terhadap mempelai perempuan dalam penggunaan kata-kata yang melambangkan kesejahteraan dan kecukupan akan kebutuhan hidup. Hal ini nampak dalam perumpaan yang ia gunakan untuk mewakili kesukacitaannya terhadap kehadiran sang kekasih, seperti ‘kebun yang tertutup’, ‘mata air termeterai’, ‘tunas-tunas pohon delima’, ‘narwastu, kunyit, tebu, kayu manis, gaharu, kemenyar, mur, gaharu’. Semua itu merupakan wujud kebutuhan-kebutuhan primer-sekunder yang umum dikonsumsi oleh masyarakat pada masa itu dan mempelai pria mengumpamakan itu semua sebagai diri mempelai perempuan. Intinya, kehadiran sang mempelai perempuan adalah pemenuhan atas apa yang ia butuhkan dan si mempelai pria merasa cukup atas hal tersebut.
Sahabat Alkitab, perumpamaan sekaligus pujian yang muncul pada ayat-ayat ini menjadi sebuah contoh sikap dalam memandang pasangan dan pembelajaran terkait cara pandang yang dipelrukan demi membangun hubungan yang sehat. Keduanya perlu didasari dengan sebuah kesadaran akan kebercukupan pada diri si pasangan. Hal ini pun masih sangat bersangkut-paut dengan nilai perenungan yang kita lakukan kemarin, dimana kebercukupan menjadi langkah awal untuk membangun rasa syukur kepada TUHAN. Sekarang kita memaknainya secara lebih spesifik bahwa kebercukupan merupakan aspek mendasar dalam sebuah hubungan. Apabila seseorang merasa kurang atas pasangannya, entah karena membandingkannya dengan orang lain maupun alasan lain yang dibuat-buat, maka ia akan semakin kesulitan untuk menghargai kehadiran pasangannya tersebut. Kondisi ini juga biasa mewujud ketika orang tua membandingkan anaknya dengan anak-anak lain maupun seorang anak yang membandingkan orang tuanya dengan orang tua lain. Alhasil, mereka akan selalu merasa kurang atas setiap individu yang berada di sekitarnya. Hal inilah yang dilawan oleh sikap mempelai pria dalam Kidung Agung dimana melalui segala pujiannya terhadap sang kekasih hati, ia sedang menunjukkan bahwa si mempelai perempuan adalah definisi kecukupan atas kebutuhannya. Jadi, seberapa cukup anda atas pasangan anda, atas anak anda, atas orang tua anda?