Salah satu kecenderungan buruk manusia adalah menunda pekerjaan. Secara psikologis menunda sesuatu memang tidak selalu diakibatkan oleh kemalasan. Terdapat aspek lain yang lebih kompleks dari sekadar rasa malas yang mengakibatkan seseorang menunda sesuatu. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa penundaan atas suatu tugas atau pekerjaan juga dapat dimulai dengan rasa malas atau terkait persoalan skala prioritas. Seseorang bisa saja menunda sesuatu untuk dikerjakan ketika ia menganggap bahwa ada hal lain yang jauh lebih penting untuk dikerjakan terlebih dahulu.
Persoalan menunda juga dapat menjadi masalah konkret dalam hidup beriman seorang umat TUHAN. Oleh sebab itu, TUHAN tidak ingin umat-Nya menjadi individu yang gemar untuk menunda segala sesuatu yang sangat penting dalam relasi dengan-Nya. Salah satu buktinya dapat kita maknai dari kehadiran peraturan yang tercatat dalam Imamat 5:7-10, yakni ketika TUHAN memberikan pilihan bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada-Nya. Pada ayat 7 dituliskan, “Tetapi jikalau ia tidak mampu untuk menyediakan kambing atau domba, maka sebagai tebusan salah karena dosa yang telah diperbuatnya itu, haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, yang seekor menjadi korban penghapus dosa dan yang seekor lagi menjadi korban bakaran.”
TUHAN tidak membiarkan kondisi ekonomi menjadi alasan bagi seseorang untuk melakukan pengakuan dosa. Secara lebih mendalam, peraturan ini sedang menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada alasan bagi seorang umat TUHAN untuk menunda pertobatan di dalam TUHAN. Kita hanya perlu menempatkan proses itu sebagai prioritas dalam kehidupan ini yang sangat genting untuk diupayakan dan diwujudkan segera. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah menganggapnya sebagai hal yang penting?