Tulisan Paulus ini telah kembali mengutip tulisan dalam hukum Taurat yang turut membuktikan bahwa ia memang tidak menolak hukum Taurat. Namun, ia juga tidak sedang menuntut jemaat untuk kembali menitikberatkan pertumbuhan iman mereka beralaskan hukum Taurat. Justru, melalui tulisan ini Paulus telah menunjukkan bahwa penggenapan hukum Taurat merupakan tindakan kasih yang berlandaskan pada Kristus. Pada ayat 14, Paulus pun menekankan bahwa ‘senjata’ dan ‘pertahanan’ iman untuk melawan segala bentuk keinginan daging adalah Kristus itu sendiri. Artinya, kelakuan baik yang dilakukan oleh umat Allah merupakan penggenapan iman dalam relasi dengan Kristus yang dilakukan dalam ketulusan, bukannya dengan keterpaksaan apalagi sekadar formalitas pemenuhan hukum.
Paulus mengingatkan jemaat bahwa kemampuan mereka sebagai umat Allah dalam menjalankan setiap panduan baik seperti yang tertera pada hukum Taurat merupakan hasil dari relasi yang intim dengan Kristus. Hal ini sekaligus menekankan bahwa Melalui pemahaman iman yang demikian berarti secara ideal seorang pengikut Kristus tidak akan lagi menganggap pemenuhan berkelakuan baik sebagai beban atau ‘keharusan’ yang memaksakan, melainkan sebagai pancaran atau cerminan kualitas relasi yang ia miliki dengan Kristus. Pemenuhan kelakuan baik yang dilakukan oleh seorang umat Allah adalah hasil dari kasih Kristus yang telah menguasai dirinya sendiri, yakni kasih yang tidak akan sanggup menciderai nilai diri orang lain maupun merusak kualitas relasi dalam hidup bersosial. Kasih yang muncul dalam relasi antara seseorang dengan Kristus inilah yang juga menjadi modal bagi dirinya untuk selalu menghargai orang lain dan melakukan tindakan baik bagi sesamanya, yang mewujud dalam ketulusan bukannya keterpaksaan