Tulisan Paulus ini tidak jarang digunakan dalam diskursus atau pembahasan-pembahasan mengenai kehadiran iman sebagai pengikut Kristus dalam ruang politik praktis. Bahkan, ada pula individu, khususnya para politisi yang menggunakan ayat-ayat semacam ini untuk melegitimasi tindakan politis yang cenderung melakukan represi terhadap rakyatnya dengan memanipulasi otoritasnya berlandaskan pengajaran Alkitab. Kita memang tidak akan menentukan sebuah sikap apalagi penilaian politis terkait ayat ini. Apalagi untuk menganjurkan sebuah sikap politis bagi seluruh umat Allah. Justru, kita akan berusaha mengambil nilai praktis dari tulisan Paulus yang cenderung dianggap oleh sebagian orang sebagai ‘terlalu politis’.
Lantas, mengapa Paulus memberikan wejangan semacam ini yang terkesan sangat politis? Pertama, kita perlu menyadari terlebih dahulu bahwa ayat ini merupakan bagian dari surat Paulus yang ditujukan sebagai pendampingan pastoral bagi jemaat di kota Roma. Artinya, pesan ini tidaklah dapat dilepaskan dari kerinduan Paulus sebagai kepala atau pengajar iman bagi jemaat di sana. Ia tidak serta-merta menganjurkan sebuah tindakan pasrah dengan menyerahkan sepenuhnya diri mereka kepada pemerintah Romawi. Pesan ini justru memiliki tujuan yang menitikberatkan kerinduan Paulus agar jemaat di kota Roma tidak justru terlibat dalam masalah yang jauh lebih besar, maupun menjadi imbas dari beragam persoalan yang sedang muncul di kota Roma pada masa itu. Maklum saja, di kota Roma kala itu muncul gerakan-gerakan anti pemerintah yang melakukan beragam aksi pembangkangan. Kemudian, pada ayat-ayat berikutnya kita juga dapat melihat bagaimana Paulus menekankan fungsi yang ideal dari pemerintah, yakni melakukan ketetapan Allah dan mewujudkan keadilan.
Tulisan Paulus ini telah mengarahkan jemaat untuk mengambil keputusan etis yang mendukung serta berkontribusi bagi terselenggaranya proses pemerintahan yang ideal. Paulus juga telah menganjurkan jemaat untuk mengejawantahkan imannya melalui kontribusi yang juga berdampak pada kebaikan bersama melalui proses bernegara. Artinya, iman sebagai pengikut Kristus semestinya juga mewujud dan berdampak dalam beragam ruang kehidupan. Selain itu, tulisan ini juga secara tidak langsung telah memberikan gambaran mengenai peran pemerintah yang idealnya menjalankan otoritas demi menghadirkan kebaikan rakyat yang dipimpin.