Respons yang TUHAN berikan kepada Abram, ternyata jauh lebih besar dari yang dibayangkan. Pada ayat 2 dan 3 Abram hanya meresahkan perihal ketiadaan anak dalam pernikahannya dengan Sarai, kemudian pada ayat 8 Abram hanya meminta tanda sebagai kepastian atas janji TUHAN yang akan memberikannya keturunan yang berlimpah. Namun, perikop ini TUHAN tidak sekadar memastikan perihal keturunan dan tanah untuk ditinggali, melainkan juga kondisi para keturunan Abram di masa depan yang akan menghabiskan waktu sekitar 400 tahun sebagai budak di tanah asing.
Kabar mengenai kondisi perbudakan yang akan terjadi tentu bukanlah suatu hal yang menggembirakan untuk diterima siapa pun. Artinya, pesan yang Abram dapatkan tentu bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah diterima begitu saja. Meski demikian, inilah bagian dari firman TUHAN yang diberikan kepada Abram yang juga menjadi bagian dari penggenapan janji kelimpahan keturunan dan jaminan hidup bagi mereka.
Perikop ini menampilkan dua aspek dalam kehidupan yang juga berlaku bagi semua orang, entah mereka yang menolak TUHAN maupun yang berupaya keras hidup setia kepada-Nya. Kedua aspek kehidupan itu adalah mujur dan malang. Tidak ada seorang manusia pun yang terus-menerus hanya mendapatkan hal buruk dalam hidupnya atau terus-meneur mendapatkan hal baik di sepanjang nafas kehidupannya. Kondisi baik dan buruk selalu menjadi kenyataan yang tak dapat ditampik oleh seorang manusi dan tidak ada satu rumus pun yang dapat memastikan suatu perjalanan kehidupan berjalan tanpa masalah. Bahkan, di dalam sebuah gmabaran masa depan bagi Abram dan keturunanya pun sudah terbukti dengan jelas bahwa bersamaan dengan berita berkat ternyata nampak juga berita buruk. Keduanya adalah kenyataan hidup yang memang akan mereka jalani sebagai bagian dari pembentukan identitas, terkhusus sebagai umat TUHAN.
Sahabat Alkitab, perikop ini tidak sedang menunjukkan bahwa TUHAN tega merekakan hal buruk bagi Abram atau bagi orang yang sedang berupaya taat kepada-Nya. Justru, kehadiran narasi seperti ini semestinya dapat membuka kesadaran iman bahwa menjalani hidup dengan iman kepada TUHAN adalah sebuah cara untuk menghadapi beragam kenyataan dalam genggaman janji dan penyertaan-Nya, bukan untuk meniadakan hal yang kita anggap menyedihkan.