Balas dendam masih menjadi isu ‘panas’ yang tidak jarang juga menimbulkan perdebatan. Bahkan, tidak jarang seseorang juga melakukan semacam manipulasi pemahaman mengenai aksi balas dendam. Alih-alih menampilkan kerelaan, seseorang justru menunjukkan dendamnya dengan berlindung dibalik peran Allah. Hal ini tentu menjadi sebuah tindakan yang perlu dikritisi, khususnya oleh para umat Allah yang selalu menekankan aspek kasih dalam pertumbuhan imannya sebagai murid Kristus.
Tulisan Paulus seperti yang muncul pada ayat 19 ini pun perlu dibaca dan dimaknai secara kritis. Persoalannya adalah ayat-ayat yang bernuansa keras semacam ini sangat mudah untuk ditafsir dan diartikan secara manipulatif. Maksudnya, alih-alih mengutamakan ketulusan iman dalam menyadari posisi diri di hadapan Allah, seorang dapat dengan mudah menutup kemarahan dan dendamnya dengan menggunakan ayat seperti ini. Alhasil, banyak orang yang hanya sekadar mengganti perannya dalam meluapkan dendam yang ada dalam dirinya. Mereka yang awalnya ingin melakukan suatu aksi sebagai luapan dendam kepada orang lain, justru menempatkan Allah sebagai pembalas dendamnya bagi orang lain. Alhasil, sungguh disayangkan jika seorang pengikut Kristus justru mengisi doanya dengan kerinduan agar Allah melakukan pembalasan dendam bagi orang yang telah melukai atau melakukan tindakan buruk kepada dirinya.
Tentu saja pemahaman yang seperti demikian adalah keliru dalam memaknai tulisan Paulus tersebut. Apalagi, jika kita menilik ayat-ayat berikutnya, maka kita akan menemukan tanggung jawab penguasaan diri dan pengolahan kemarahan agar tidak berujung pada dendam, entah yang terluapkan maupun yang terpendam. Pada ayat-ayat berikutnya Paulus justru mengarahkan jemaat agar melakukan aksi balasan berupa kebaikan kepada mereka yang telah melakukan kejahatan dan kesalahan. Ia telah dengan sangat lugas menuliskan kepada jemaat agar membalas seteru atau musuh dengan kasih yang nyata, bukan justru dengan balasan kejahatan apalagi doa yang berisikan dendam yang terpendam.
Pesan firman Tuhan pada saat ini tentu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan, khususnya pada saat kita sedang menghadapi perilaku jahat dari orang-orang terdekat. Namun, inilah pengingat bahwa kita perlu melatih iman dengan mengejawantahkan kasih dalam berbagai situasi kehidupan, termasuk pada saat kita sedang menjadi objek luka dari orang lain.