Berdasarkan kisah ini kita dapat melihat keteguhan mental dari Paulus sebagai seorang pengajar injil sekaligus guru jemaat. Ia memilih untuk tidak kalah dengan ancaman yang bisa saja menjadi penghambat bagi pertumbuhan iman jemaat yang ia pimpin. Maklum saja, pada masa itu banyak ancaman yang ditujukan kepada para pengikut Kristus. Apabila Paulus, seseorang yang memiliki rekam jejak yang hebat dengan identiasnya sebagai seorang Yahudi sekaligus berkewarganegaraan Romawi, saja dapat dengan mudah menjadi target ancaman-ancaman karena imannya, maka para anggota jemaat lain yang tidak berasal dari kalangan penting pun akan jauh lebih mudah untuk mendapatkan ancaman-ancaman tersebut. Lantas, apabila Paulus memilih untuk kalah menghadapi ancaman tersebut, maka sangat mungkin bagi jemaat untuk mengalami kehambaran dalam mempertahankan imannya kepada Kristus. Sikap iman Paulus pada daftar bacaan ini pun telah menunjukkan sebuah pengorbanan diri untuk imannya kepada Kristus. Artinya, Paulus tidak sekadar bermain kata maupun citra dalam memberikan pengajaran kepada jemaat mengenai iman sebagai pengikut Kristus, melainkan ia juga telah menunjukkan bahwa diperlukan usaha untuk memperjuangkan iman itu sendiri.
Sahabat Alkitab, sejauh mana kita memperjuangkan iman kepada Kristus? Memperjuangkan iman tidak melulu terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik maupun ekonomi. Pada teks bacaan ini, Paulus memang perlu memperjuangkan imannya menghadapi tantangan yang dapat mengancam jiwanya. Namun, nilai yang mendasar dari tindakan tersebut bukan terletak pada perjuangan Paulus menghadapi ancaman tersebut, melainkan terletak pada kegigihan prinsipnya dalam memperjuangkan iman yang melebihi apa pun. Ia tidak membiarkan dirinya kalah oleh keadaan dan tantangan yang dapat meruntuhkan kualitas imannya. Hal ini terjadi karena Paulus menyadari nilai iman yang lebih besar daripada ancaman maupun tantangan itu sendiri. Ingatlah, cara kita dalam menyikapi dan memperjuangkan iman merupakan cerminan dari kualitas relasi yang kita bangun bersama Kristus. Oleh sebab itu, pada saat ini kita pun diajak untuk bertanya kepada diri sendiri: seberapa besar nilai iman bagi kita? Kemudian, apakah ada hal lain yang dapat membuat kita ragu dalam memperjuangkan iman? Biarlah pertanyaan ini dapat menjadi pembuka bagi tindakan perenungan yang jauh lebih mendasar mengenai sikap kita dalam memperjuangkan iman.