Seseorang dengan peran yang penting seperti Paulus pun membutuhkan komunitas sebagai ruang bagi pertumbuhan imannya sebagai umat Tuhan. Narasi yang menampilkan pertemuan antara ia dengan para jemaat di kota Yerusalem tidak sekadar catatan perjalanan pelayanan sang rasul, melainkan sekaligus telah menunjukkan nilai besar dari pertemuan sebagai sebuah komunitas. Pertemuan itu merupakan kesempatan bagi mereka untuk saling bertukar pikiran, berbagi cerita dan rasa sebagai pengikut Kristus. Pertemuan itu pula yang dapat menjadi peluang untuk saling menguatkan dalam mengemban tugas sebagai pengikut Kristus di tengah beragam kenyataan hidup, entah manis maupun pahit seperti yang telah diceritakan pada bagian sebelumnya. Pada pertemuan inilah Paulus mendapatkan kesempatan untuk membagikan pengalamannya kepada para suadara jemaat yang lainnya, sehingga karya pelayanan injil itu tidak hanya menjadi kebahagiaan dirinya sendiri tetapi sebagai pengalaman sukacita bersama.
Sahabat Alkitab, di tengah konteks hidup modern ini, dengan beragam gaya hidup yang muncul di dalamnya, kita pun perlu menggumuli ulang nilai persekutuan atau hidup berkomunitas yang idealnya memiliki nilai dan dampak yang besar. Setiap pertemuan yang kita alami idealnya menjadi pertautan rasa yang saling menguatkan dan saling mengisi satu sama lain. Secara khusus, sebagai umat Allah yang hidup dalam budaya persekutuan, kita juga sangat perlu menghasilkan bentuk pertemuan yang penuh makna dan dampak untuk menunjang pertumbuhan diri setiap anggota yang ada di dalamnya. Persoalannya adalah sungguh disayangkan jika banyak umat Tuhan yang justru kehilangan pemaknaan terhadap pertemuan yang mereka lakukan, seperti yang terjadi dalam peribadahan maupun kegiatan persekutuan yang lainnya. Oleh sebab itu, marilah kita mulai mencermati dan mengkritisi kualitas pertemuan dalam setiap bentuk persekutuan yang kita miliki hingga saat ini sebagai uma Tuhan, misalnya: Apakah saya masih menaruh kepeduliaan terhadap individu lain yang saya temui dalam peribadahan atau saya justru bersikap tak acuh terhadap mereka? Kemudian, sejauh mana saya bersedia untuk berbagi dan menerima rasa serta pengalaman dari orang lain yang saya temui dalam persekutuan?