Pada sebuah relasi yang terjalin dengan ikatan perjanjian antara dua pihak atau lebih terdapat tanggung jawab sekaligus batasan yang tidak boleh dilanggar sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Ikatan perjanjian itu pun memiliki kuasa yang besar atas setiap pihak yang terlibat di dalamnya dan tidak bisa secara asal dibatalkan, kecuali ada pihak yang melakukan pelanggaran. Pada kondisi seperti ini, biasanya pihak lain yang dirugikan berhak untuk membatalkan perjanjian secara sepihak. Ini pun perlu diperkuat melalui landasan hukum yang berlaku.\
Hubungan perjanjian antara Tuhan dengan bangsa Israel pun sebenarnya dapat dibatalkan oleh Tuhan. Terdapat beberapa alasan yang semakin meneguhkan premis tersebut. Pertama, perjanjian tersebut merupakan gerakan inisiatif Tuhan yang melibatkan bangsa Israel ke dalam relasi tersebut. Kedua, ikatan perjanjian tersebut tidaklah dilakukan oleh dua pihak yang setara dan saling menguntungkan, melainkan Tuhan, sebagai pihak yang berinisiatif dan memberikan tawaran, yang berada pada posisi memberi. Ketiga, di dalam perjalanan ikatan tersebut ternyata bangsa Israel menjadi pihak yang berulang kali melakukan pelanggaran terhadap perjanjian yang sudah disepakati sejak awal. Meski demikian, Tuhan tidak membiarkan perjanjian tersebut batal dan gagal.
Tuhan menunjukkan bahwa ikatan perjanjian yang sudah terbentuk antara Ia dengan umat-Nya adalah bersifat kekal dan tidak dapat lekang oleh waktu maupun terhilang di mana pun. Hal ini juga semestinya disadari oleh setiap umat-Nya, bukan hanya bagi bangsa Israel pada ribuan tahun yang lalu, melainkan juga bagi setiap kita yang hidup di masa sekarang. Kita perlu memahami bahwa ikatan perjanjian dengan Tuhan yang kita lakukan, yakni ketika kita memutuskan untuk menjadi umat-Nya, merupakan sebuah ikatan yang amerta. Oleh sebab itu, tidak semestinya kita memperlakukan ikatan hubungan dengan Tuhan secara asal apalagi penuh kesemena-menaan.