Di dalam tradisi religiusitas bangsa Israel kuno, seorang Imam Besar memiliki peran yang sangat penting dan berdampak terhadap kehidupan spiritualitas seluruh bangsa. Ia tidak hanya berperan untuk satu orang Israel melainkan berperan besar terhadap keseluruhan bangsa. Itulah mengapa kehadiran figur Yosua, sang Imam Besar, dalam penglihatan nabi Zakharia memiliki pesan-pesan yang begitu mendalam untuk orang Israel yang sedang berada dalam masa pembuangan.
Penglihatan yang tercatat dalam lima ayat ini merupakan gambaran mengenai situasi ‘persidangan ilahi’ untuk menentukan keputusan terhadap bangsa Israel. Yosua, sang Imam Besar, merupakan figur simbolis terhadap seluruh umat Israel yang sedang mengalami pembuangan. Hal yang menarik adalah Yosua, yang idealnya dianggap sebagai sosok yang penuh keagungan, justru tampil dalam kondisi yang begitu mengenaskan. Pakaian kebesaran Imam Besar yang penuh dengan kemewahan pun tergantikan oleh pakaian kotor pada diri Yosua. Hal ini merupakan simbol dari keberdosaan yang sudah merusak diri seluruh bangsa Israel. Ditambah lagi, Iblis sang pendakwa berusaha membuat Yosua mendapatkan hukuman berat atas seluruh ‘kekotoran’ yang ada pada dirinya. Namun, alih-alih menerima dakwaan si Iblis, TUHAN sebagai kepala persidangan Ilahi itu pun justru menghardiknya. Hal ini bukan menandakan bahwa bangsa Israel tidak bersalah di hadapan TUHAN. Baju yang kotor pada diri Yosua, sebagai simbol keberdosaan bangsa Israel, tetaplah dipandang sebagai hal yang kotor di hadapan TUHAN. Itulah mengapa, TUHAN memberikan perintah agar Yosua diberikan baju yang baru sebagai simbol pembersihan seluruh bangsa Israel dari dosa-dosa mereka demi melanjutkan hidup mengenakan ‘pakaian’ yang baru.
Sahabat Alkitab, renungan firman TUHAN ini telah menunjukkan kepada kita bahwa TUHAN selalu memiliki ketegasan sikap yang diiringi besarnya kasih pengampunan. Segala keberdosaan yang kita lakukan tetaplah kesalahan di hadapan-Nya. Namun, TUHAN selalu berkenan memberikan ‘pakaian baru’, yaitu pengampuan, sehingga kita dapat melanjutkan hidup secara nyaman dan aman. Hal ini pun berarti kita memiliki tanggung jawab untuk tidak secara asal menjalani hidup yang dapat membuat pakaian itu kembali kotor. Lagi pula, berulang kali mengotori kesempatan hidup dalam pengampunan yang selalu TUHAN sediakan hanyalah menjadi indikator ketidakbertanggung jawaban kita sebagai umat-Nya.