Nampaknya, hampir setiap orang ingin mendapatkan pengakuan atau mendapatkan hasil dari apa yang sudah ia lakukan. Lagi pula, untuk apa seseorang bersusah payah mengerjakan sesuatu jikalau hasilnya akan dinikmati oleh orang lain. Namun, kondisi seperti inilah yang dialami oleh Musa sesuai perikop bacaan pada hari ini. Pada penghujung pengembaraan bangsa Israel sejak mereka keluar dari tanah Mesir, tepat sebelum mereka memasuki tanah perjanjian, Musa justru tidak diperkenankan untuk menginjakkan kaki ke sana. Alasannya memang tidak secara eksplisit dituliskan pada Ulangan 3 ini, namun besar kemungkinan masih ada hubungan dengan peristiwa di Meriba.
Secara lebih dramatis dan pada satu sisi terkesan miris adalah Musa diberikan mandat oleh TUHAN untuk mempersiapkan Yosua sebagai penggantinya memimpin bangsa Israel memasuki tanah perjanjian. Tentu saja hal ini bukanlah sesuatu yang dengan mudah begitu saja dilakukan oleh Musa, mengingat berdasarkan permohonannya kepada TUHAN telah menunjukkan bahwa ia begitu ingin memasuki tanah perjanjian. Terlebih lagi, segala upaya yang telah dilakukan oleh Musa dalam memimpin bangsa Israel kini harus segera digantikan oleh Yosua.
Melalui perikop ini kita mendapati beberapa hal sebagai pelajaran praktis dalam menjalani kehidupan beriman. Pertama, keputusan TUHAN bersifat tegas dan tidak dapat dikalahkan untuk mengikuti keinginan manusia sendiri. Kedua, setiap pekerjaan di dalam TUHAN tidak dapat dijalankan untuk emncapai agenda pribadi. Suksesi kepemimpinan dari Musa ke Yosua, sesuai dengan perintah TUHAN, telah menunjukkan bahwa karya kepemimpinan tersebut tidak dapati dijalankan untuk mencapai keinginan, intensi atau agenda siapa pun kecuali TUHAN. Itulah mengapa, negosiasi yang Musa lakukan tetap tidak dapat membatalkan proses pergantian kepemimpinan kepada Yosua. Musa hanya diizinkan untuk menikmati tanah perjanjian secara visual.
Sahabat Alkitab, perikop ini tidak hanya menjadi catatan pembelajaran iman bagi Musa seorang diri tetapi juga bagi setiap kita di masa sekarang. Kita perlu menyadari bahwa segala karya dan kerja yang kita lakukan, entah di dalam maupun di luar gereja, idealnya menjadi cara untuk mengabdi serta memfokuskan diri kepada TUHAN. Kita pun perlu mawas diri agar tidak mengganti kemuliaan TUHAN dengan intensi personal dalam setiap ruang lingkup kehidupan yang TUHAN sediakan bagi kita untuk berkarya dan bekerja.