Søren Kierkegaard, seorang filsuf berkebangsaan Denmark pernah berujar bahwa saat seorang manusia menjalani kehidupan sesungguhnya ia tengah terlempar dalam keberadaan yang serba misteri. Maka bagi Kierkegaard, untuk dapat bereksistensi dengan baik maka diperlukan sebuah lompatan iman yang dideskripsikannya sebagai keberanian untuk “berjalan dalam kegelapan,” memilih percaya walau masa depan dipenuhi dengan ketidaktahuan dan absurditas belaka. Ayub menunjukkan tindakan yang sama. Ia mempertanyakan eksistensinya dan apa fungsinya di dunia dalam derita berat yang ia alami. Berulangkali ia mendambakan dunia orang mati yang dilihatnya jauh lebih damai. Namun, Ayub tidaklah kehilangan harapan bahkan saat ia mempertanyakan keputusan Tuhan atas apa yang dia alami. Ayub memilih berjalan dalam iman bersandar pada Tuhan yang tidak pernah meninggalkan-Nya.
Ayub menolak ilusi harapan palsu, tetapi ia tetap tidak menyerah pada kehampaan nilai dan tujuan hidup. Ini adalah bentuk pengharapan yang jujur, bukan yang bersandar pada hasil, tetapi pada keberanian untuk tetap percaya meski seperti berjalan dalam gelap. Dalam kejujuran ia berkata, “maka, dimanakah harapanku? Siapakah yang melihat harapan bagiku?” (Ayub 17:15). Harapan seperti ini bukan optimisme dangkal, melainkan sebuah cara menghayati keberadaannya di dunia dengan penuh kejujuran terhadap segala situasi yang dihadapi. Jika banyak orang memilih menyangkal atas deritanya dan hidup dalam utopia semu, Ayub memilih untuk menerima semua kenyataan sembari berdialog dengan Allah.
Sahabat Alkitab, titik krisis kehidupan kita adalah saat aneka rupa derita dan pergumulan datang silih berganti. Dalam situasi itu biasanya kita mengajukan pertanyaan kepada-Nya: mengapa saya sakit? Mengapa orang baik menderita? Mengapa keadilan terasa lambat? Dan seterusnya. Namun, Ayub mengajarkan bahwa iman sejati tidak selalu disertai jawaban. Kadang, kita harus cukup kuat untuk tinggal dalam pertanyaan—dan itu bukan kelemahan, melainkan bentuk tertinggi dari kepercayaan. Maka harapan sesungguhnya selalu ada disana. Dalam segala pertanyaan kita yang tidak terjawab kepada-Nya. Allah senantiasa hadir dan berjalan bersama kita kala menghadapi beragam derita yang datang. Harapan itu membuat kita bertahan, meskipun nampak tersembunyi.
Maka, hari ini, kita diundang untuk melakukan hal yang sama. Memeluk keheningan tanpa menyerah. Menggenggam harapan, walau samar. Menjalani iman, bukan dengan jawaban, tapi dengan keberanian.