Manusia adalah makhluk yang begitu rapuh. Kita mudah sekali terombang-ambingkan berbagai situasi yang membuat kita jatuh kedalam pencobaan serta tantangan kehidupan. Bahkan tidak jarang hal tersebut terjadi karena ego atau kesombongan kita. Merasa diri paling benar dan menuntut semua orang untuk mengikuti pendapat kita. Hal tersebut seringkali menjatuhkan kita pada cara pandang minim empati terhadap ragam suara dan situasi berbeda yang dimiliki oleh orang-orang di sekitar kita. Inilah yang tercermin dalam pendapat Bildad pada bacaan kita kali ini.
Dalam pidatonya yang terakhir, Bildad menghadirkan potret Allah yang agung dan tak tersentuh. Ia menggambarkan Tuhan sebagai penguasa atas bala surgawi, yang bahkan bulan dan bintang pun dianggap tidak suci di hadapan-Nya. Di bawah cahaya kemuliaan itu, manusia tak lebih dari makhluk hina — belatung dan cacing. Sekilas, ucapan ini terasa kejam. Namun secara teologis, Bildad tidak sepenuhnya salah. Ia menyuarakan sebuah realitas, bahwa manusia tidak dapat membenarkan dirinya sendiri di hadapan Allah. Sayangnya, Bildad hanya berhenti dalam pemahaman demikian, sehingga membawa ketakutan, bukan pengharapan.
Ayub pun membalas dengan getir. Ia mengecam Bildad karena hanya mampu menawarkan kebijaksanaan tanpa empati. “Alangkah baiknya bantuanmu kepada yang tidak berdaya” sindirnya. Di sini, Ayub membuka satu ruang penting bagi kita semua, bahwa pemahaman akan keagungan Allah seharusnya membawa kita pada kerendahan hati, bukan kesombongan rohani.
Sahabat Alkitab, dunia saat ini secara perlahan membentuk manusia untuk berebut tempat menjadi pusat semesta, di mana validasi lebih dicari daripada kebenaran ilahi. Maka, siapakah manusia di hadapan Allah? Sesungguhnya kita adalah ciptaan yang walaupun dianugerahkan dengan beragam berkat-Nya, tetapi tetaplah kecil diantara semesta yang luas ini. Maka dari itu belajarlah untuk merendahkan hati. Baik itu di hadapan Allah atau sesama manusia. Kesombongan hanya menuntun kita kepada kehancuran, tetapi dengan mengasah empati akan menghadirkan kemungkinan persaudaraan dengan orang lain yang tidak terbatas.