Thaungxay Sanyahak adalah seorang tentara dan sekaligus seorang Kristen - bukan sebuah kombinasi yang umum di Laos. Kepercayaannya kepada Kristus mulanya dijalaninya dengan diam-diam, hingga suatu ketika iman percayanya semakin bulat dan kehidupannya seolah menjadi baru kembali.
Thaungxay menikahi seorang wanita Kristen, Chanda, pada tahun 1998. Thaungxay menyukai dan menghormati apa yang dilihatnya dalam agama dan cara hidup istrinya. Beberapa waktu kemudian Thaungxay memutuskan bahwa ia juga ingin menjadi seorang Kristen. Tapi diakuinya, mulanya ia tidak benar-benar berniat memeluk iman yang baru.
“Kemudian, suatu hari, sementara saya berada di sungai melakukan latihan militer, perahu saya terbalik,” ujarnya. “Saya berhasil menyelamatkan diri ke tepi sungai tetapi semua barang bawaan saya hilang, termasuk, senapan, sangkur, berikut kartu identitas.”
“Saya pun panik. Prajurit yang kehilangan senjata mereka tidak hanya dihukum tetapi juga sangat mungkin untuk kehilangan pekerjaan mereka. Hal ini menjadikan pikiran saya kalut, karena saya punya istri dan anak-anak yang harus saya beri makan.”
Keberadaan Allah Menjadi Nyata
“Saya pun pulang ke rumah dan menyampaikan kepada istri apa yang telah terjadi. Istri saya segera menelepon ibunya dan mengatakan bahwa kita semua perlu berdoa. Sampai hari itu saya tidak pernah benar-benar merasa kehadiran Tuhan nyata dalam hidup saya, maka saya merasa sangat sulit untuk berdoa.”
Thaungxay berdoa dengan istri, anak-anaknya dan dengan Ny Bounveune Kommammuang dari Persekutuan Lembaga Alkitab Sedunia (UBS) perwakilan Laos. “Meskipun saya tidak benar-benar percaya bahwa doa akan membuat perbedaan, saya ikut duduk dengan istri dan juga ibu mertua. Kita terus berdoa dan menunggu selama tiga hari lamanya.”
“Lalu istri saya mengatakan sudah waktunya bagi kami untuk pergi ke sungai. Betapa herannya saya, di sana, di tepi sungai, terlihat semua barang milik saya, kering dan dalam kondisi sempurna. Tidak ada karat atau tanda-tanda kerusakan sama sekali. Saya pun memuji Allah! “
Senjata Baru
Bagi Thaungxay, peristiwa ini merupakan tanda lawatan Allah bagi keluarganya. Peristiwa itu juga menjadi sebuah titik balik dalam kehidupannya. Sejak saat itu Thaungxay tekun membaca Alkitab dan berdoa setiap hari.
“Sekarang Alkitab menjadi senjata baru saya!” katanya sambil tersenyum.
Namun cerita tidak berakhir dengan ditemukannya kembali semua barang Thaungxay. Seperti kebiasaannya di masa silam, Thaungxay kembali menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berjudi dan merokok dengan rekan-rekan kerjanya dan tidak punya waktu untuk Tuhan. Hidupnya mulai berantakan. Sampai akhirnya Thaungxay dan keluarganya kehilangan rumah dan tanah mereka.
Berpindah-pindah Tempat Tinggal
Mereka mencoba untuk bermukim di sebuah desa tapi mereka diusir karena mereka Kristen. Pindah ke desa lain, mereka menerima perlakuan yang sama. Lelah dan putus asa, mereka mendirikan kemah darurat di sebuah desa yang lain, karena mereka merasa beberapa hari lagi pasti mereka harus pergi. Di tengah situasi yang sulit itu, datanglah seorang pendeta yang dengan rutin mengunjungi mereka.
“Orang ini benar-benar dikirim kepada saya oleh Tuhan,” kata Thaungxay. “Dia mengingatkan saya pada janji Allah dan memberi saya kekuatan untuk bertahan. Dia adalah orang besar. “
Namun, pendeta yang begitu baik ini secara mengejutkan kehilangan nyawanya. Dia dibunuh dalam perjalanan pulang dari melawat keluarga Thaungxay. Kaget, tertekan dan takut, Thaungxay dan keluarganya berdoa selama tiga hari penuh. Pada hari ketiga, datanglah kepala desa mengunjungi keluarga ini dan menawarkan mereka sebidang tanah untuk membangun tempat tinggal yang layak. Masyarakat bahkan memberi mereka kebebasan untuk mengambil bambu sebagai bahan membangun rumah tersebut. Dan masih banyak lagi kebaikan-kebaikan lain yang mengikuti keluarga ini.
Lebih Banyak Lagi Kemalangan
Sayangnya, kemalangan seperti tidak pernah lepas dari keluarga Thaungxay . Rumah baru yang telah mereka bangun dengan penuh kasih dan susah payah tersebut dibakar dan mereka kehilangan seluruh harta benda mereka. Namun, peristiwa naas ini malah membawa keheranan tetangga dan para koleganya. Iman Thaungxay tetap kuat. Bahkan dirinya memuji Allah, karena seluruh keluarganya tidak ada yang luka maupun kehilangan nyawanya aki-bat kebakaran tersebut.
Thaungxay membandingkan hidupnya dengan Ayub. Thaungxay memahami bahwa Allah senantiasa menguji anak-anak-Nya demi kebaikan mereka. Ia yakin Allah akan selalu memelihara imannya. Beberapa saat setelah rumahnya dibakar, Thaungxay diberi uang, pakaian dan kebutuhan dasar lain untuk keluarganya oleh sebuah gereja di ibukota, Vientiane. “Saya bisa melihat tangan Tuhan bekerja dalam segala hal,” dia tersenyum.
Tidak mungkin dipromosikan
Sampai kini, Thaungxay dan keluarganya masih terus menghadapi tantangan. Sebagai seorang Kristen dia tidak mungkin memperoleh promosi di ketentaraan dan keluarganya mesti berjuang untuk hidup berdasarkan gajinya yang sangat kecil. Tidak semua anak-anaknya dapat bersekolah.
Salah seorang putranya yang berusia 14 tahun adalah seorang siswa yang cerdas, namun terpaksa harus keluar dari sekolah negeri karena ayahnya tidak bisa membayar biaya sekolahnya. Putranya kemudian masuk dan tinggal di sebuah biara, di mana dia berharap bisa bersekolah secara gratis. Namun, karena seluruh isi rumah Thaungxay terbiasa membaca Alkitab setiap hari, anaknya pun melakukan hal ini di biara sampai akhirnya ia ketahuan dan menerima hukuman. Dia dikeluarkan sambil membawa pulang ke rumah Alkitabnya. Di rumah sang putra tak pernah lepas dari Alkitabnya, sambil senantiasa berdoa setiap hari dan belajar dengan keras.
Meskipun ia dan keluarganya menghadapi begitu banyak tantangan, Thaungxay tidak kehilangan semangat dan merebut setiap kesempatan yang ada untuk membagikan imannya dengan orang lain. Selain dua Alkitab yang ada di rumahnya- milik Thaungxay dan istrinya- ada beberapa Perjanjian Baru yang dia beli untuk dibagikan kepada teman-temannya.
Penyebaran Alkitab di Laos dilakukan oleh Persekutuan Lembaga Alkitab Sedunia (UBS) melalui kantor perwakilannya di sana. Gereja di Laos telah tumbuh secara signifikan selama 10 tahun terakhir, namun masih banyak orang Kristen di sana yang hidup dalam kemiskinan dan tidak mampu membeli Alkitab. Perwakilan UBS di Laos bekerja sama dengan gereja-gereja setempat untuk mengembangkan berbagai program pelayanan dan menyediakan Alkitab dengan harga bersubsidi sehingga semakin banyak umat Tuhan di sana yang memperoleh Alkitab.
Cerita dan foto oleh Grace Smith,
Manajer Program Kemitraan Vietnam.
diterjemahkan dari bible socieities.org