Melepas Pak Weinata pulang ke rumah Bapa
Ada Yesus dalam hidupku, ini bukan diksi bombastis atau lebay
Ada Yesus dalam hidupku, ini bukan ungkapan halusinasi yang lahir dari dunia mimpi
Ada Yesus dalam hidupku, itu adalah pernyataan iman yang berangkat dari pengalaman empiris
Di ruang ICCU Rumah Sakit Imanuel, ia memberiku napas baru
Ketika ku dicekik asma, lebih dua puluh tahun lalu
Di RS Fatmawati, di RS Setia Mitra, di RSCM, di RS PGI Cikini, di ranjang-ranjang derita di manapun
Ia hadir membisikkan kata-kata empati bersalut cinta kasih sejati
Ia menguatkan rumah tanggaku
Ia memberiku berbagai talenta
Ia menuntun jalan-jalan kehidupan keluarga kami
Ia mengalirkan limpahan berkat ke dalam bejana kehidupanku
Hingga meluap dan meluap
Ia hadir dalam suka duka yang melilit kehidupanku
Ia segalanya bagiku dalam kasih-Nya yang menggelora
Ia mengambil alih, gumul juang, derai air mata, yang basah menerpa tubuh lusuhku
Ada Yesus dalam hidupku
Ku bangga Ia hidup dalam hidupku
Ku tak pernah menyesal melangkah bersama-Nya
Kini kurindu hidup bersama-Nya
Dalam atmosfer keabadian tanpa dibatasi ruang dan waktu….
Ada Yesus dalam hidupku! Demikian keteguhan hati seorang Weinata Sairin. Ia tidak pernah ingin menutup-nutupi jati dirinya sebagai seorang pengikut Kristus. Ia tidak pernah merasa rendah diri menjadi seorang Kristen. Pak Wein salah satu tokoh kristiani yang akrab bergaul dengan semua kalangan, lintas iman dan lintas budaya, bahkan lintas profesi.
Hari ini, Selasa 29 Agustus 2021, Pdt. Weinata Sairin kembali ke rumah Bapa di surga. Kerinduannya untuk tinggal dalam atmosfer keabadian bersama Yesus memperoleh jawaban. Pak Wein berpulang 5 hari setelah ulang tahunnya yang ke 75 beberapa hari yang lalu. Pria yang memiliki hobi membaca dan menulis ini lahir di Jakarta, 23 Agustus 1948. Pendidikan dasar dan menengah dijalaninya di sekolah negeri. Weinata mengenang, ia tidak pernah memperoleh pelajaran Agama Kristen di sekolah, melainkan Agama Islam. Untunglah ayah dan ibunya begitu memperhatikan kerohanian anak-anaknya. Bahkan sejak remaja Weinata sudah diharapkan ayahnya untuk menjadi seorang pendeta. Akrab dalam pergaulan lintas iman dan budaya sejak remaja turut membangun karakter Pak Wein yang plural dan mudah bergaul dengan siapa saja.