Fenomena simbolisasi angka bukanlah hal yang asing dalam banyak kebudayaan. Dalam masyarakat Tionghoa, misalnya, angka 8 dianggap membawa keberuntungan, sedangkan angka 4 dihindari karena asosiasi bunyinya yang mirip dengan “kematian.” Demikian pula dalam budaya Barat, angka 13 sering dikaitkan dengan nasib buruk. Pertanyaannya, bagaimana dengan tradisi Yahudi dan Alkitab? Apakah angka memiliki makna khusus dalam teks-teks Kitab Suci? Jawaban atas pertanyaan ini membawa kita pada praktik yang dikenal sebagai Gematria.
Pengertian dan Asal-usul Gematria
Gematria berasal dari bahasa Yunani geometria (geo = bumi, metria = pengukuran), yang awalnya merujuk pada praktik pengukuran lahan tanah di Mesir. Dalam konteks Yahudi, kata ini diserap ke dalam bahasa Ibrani sebagai gematria (גימטריה), bentuk pluralnya gematriot, dan dipahami sebagai metode penafsiran yang mengaitkan huruf-huruf Ibrani dengan nilai numerik tertentu. Pemahaman ini muncul dari keyakinan bahwa Allah menciptakan dunia melalui firman, yaitu melalui kata dan huruf. Oleh karena itu, setiap huruf dipercaya mengandung kekuatan ilahi yang dapat menciptakan dan menyimpan makna tersembunyi.
Gematria dalam Konteks Metode Tafsir Yahudi
Dalam tradisi Yahudi, terdapat empat pendekatan utama dalam menafsirkan Kitab Suci, dikenal dengan akronim PaRDeS:
-
Peshat (פְּשָׁט) – tafsir literal atau harfiah. Metode ini digunakan untuk mencari arti “asli” berdasarkan tata bahasa, filologi, konteks, dll. Selanjutnya Peshat menjadi metode yang dianggap paling ‘ilmiah’ dan sah, terutama sejak zaman modern (“Pencerahan”).
-
Remez (רֶמֶז) – tafsir alegoris atau simbolis. Remez artinya ‘petunjuk’. Metode yang berupaya mencari arti alegoris dari teks.
-
Derash (דְּרַשׁ) – tafsir homiletik, menggunakan kiasan dan perumpamaan. Metode yang berupaya “menemukan makna terdalam” dengan bantuan homili, kiasan dan perumpamaan. Dipakai dalam midrash.
-
Sod (סוֹד) – tafsir mistis atau rahasia. Sod artinya “rahasia”. Metode yang beranggapan bahwa kata-kata tidak mampu mengungkapkan makna atau kebenaran. Kebenaran mengatasi konsep dan pemikiran manusia. Maka menurut penafsir, Alkitab bagaikan buku yang penuh dengan kode, yang dapat dipahami melalui pelbagai permainan kata, bunyi atau angka.
Gematria biasanya dikaitkan dengan pendekatan Sod, meskipun juga beririsan dengan Derash dan Remez, karena berkaitan dengan penemuan makna tersembunyi di balik struktur kata atau angka dalam teks.
Sejarah Penggunaan Angka dan Sistem Numerik
Manusia mulai menghitung jauh sebelum mereka belajar menulis. Sistem numerik sudah digunakan sejak 7000 SM, sedangkan tulisan baru berkembang sekitar 3000 SM. Kecenderungan manusia untuk menghitung dan memberi makna pada angka sudah sangat tua, dan sistem angka yang digunakan pun beragam: berbasis 10 (sesuai jumlah jari tangan), 20 (jari tangan dan kaki), atau 12 (karena divisibilitas maksimal), bahkan 60 seperti dalam tradisi Babilonia dan Sumeria—sistem yang masih kita pakai hingga saat ini dalam pembagian waktu dan derajat.
Makna Religius pada Angka
Dalam dokumen-dokumen kuno Sumeria, angka telah digunakan untuk menandai kedudukan ilahi. Dewa tertinggi diberi angka 60, Dewa Bumi 50, Dewa Bulan 30, dan Dewa Matahari 20. Praktik ini mencerminkan bahwa pemberian nilai numerik pada entitas spiritual telah hadir sejak zaman kuno, bukan hanya sebagai simbol kuasa, tetapi juga untuk menyusun kosmologi religius.
Struktur Gematria dalam Ibrani
Dalam bahasa Ibrani, tidak ada simbol khusus untuk angka. Huruf-huruf abjad Ibrani sekaligus digunakan sebagai simbol angka. Misalnya: Alef = 1, Bet = 2, Gimel = 3, dan seterusnya. Huruf-huruf terakhir abjad (Kaf, Lamed, Mem, Nun, dan lain-lain) digunakan untuk puluhan dan ratusan. Dengan sistem ini, sebuah kata dapat dikonversi menjadi angka tertentu, dan kata-kata yang memiliki jumlah angka yang sama dianggap memiliki keterkaitan makna yang dalam.
Literatur Kabbalistik dan Gematria
Gematria sangat berkembang dalam tradisi mistik Yahudi abad pertengahan, khususnya dalam Kabbalah. Salah satu teks yang relevan adalah Sefer Yetzirah (Buku Penciptaan atau Buku Formasi), yang menyatakan bahwa Allah menciptakan dunia dengan 32 jalur hikmat melalui tiga Sefarim: Sefar (huruf), Sefer (angka), dan Sifur (suara). 22 huruf Ibrani dianggap sebagai saluran penciptaan, di mana setiap huruf memuat potensi kreatif yang berasal dari Sang Ilahi.
Gematria dalam Tradisi Kristen
Tradisi Kristen awal juga mengenal simbolisasi angka. Dalam teks Oracle Sybil, Yesus dikenal dengan simbol “triple delapan” (888), yang terdiri dari huruf-huruf Iesous dalam bahasa Yunani: Iota (10), Eta (8), Sigma (200), Omikron (70), Upsilon (400), Sigma (200). Jumlahnya 888—simbol yang dipandang sebagai kebalikan dari "triple six" (666) dalam Kitab Wahyu—simbol ketidaksempurnaan atau kejahatan total, yang dikaitkan dengan Kaisar Nero. Di sini, angka menjadi media pengungkapan identitas dan makna teologis yang tersembunyi.
Bentuk-Bentuk Lain: Notariqon dan Temurah
Selain Gematria, tradisi Yahudi juga mengenal Temurah dan Notariqon. Kedua pendekatan ini digunakan dalam upaya menggali makna tersembunyi dalam teks-teks suci, berdasarkan keyakinan bahwa setiap detail dalam teks Alkitab mengandung misteri ilahi yang layak ditelusuri.
Temurah: Pertukaran Huruf Berdasarkan Sistem Tertentu
Temurah (תמורה) berarti “pertukaran” dan merujuk pada teknik mengganti huruf-huruf dalam sebuah kata dengan huruf lain menurut sistem tertentu. Tujuannya adalah menghasilkan kata-kata baru yang mengungkap makna tersembunyi atau interpretasi tambahan dari teks. Salah satu metode paling terkenal dalam Temurah adalah sistem Atbash.
Atbash adalah sistem substitusi di mana huruf pertama dari alfabet Ibrani (Alef) ditukar dengan huruf terakhir (Taw), huruf kedua (Bet) dengan huruf kedua dari belakang (Shin), dan seterusnya. Dengan demikian, 22 huruf Ibrani dibagi menjadi dua kelompok yang saling berpasangan dalam urutan terbalik.
Contoh:
Yeremia 25:26 dan 51:41 menyebutkan “Seskah” (שֵׁשַׁךְ) yang dalam Temurah Atbash merupakan bentuk sandi dari “Babel” (בָּבֶל), yaitu Babilon. Teknik ini digunakan untuk menyamarkan atau menyiratkan makna dalam konteks profetis atau apokaliptik.
Dengan Temurah, para penafsir menemukan makna yang bersifat simbolik atau bahkan bersifat nubuatan, memperluas cakrawala interpretasi teks secara kreatif dan spekulatif.
Notariqon: Pembentukan Makna dari Huruf Pertama atau Terakhir
Notariqon (נוטריקון) adalah teknik pembentukan makna dengan menggunakan huruf pertama (atau terkadang huruf terakhir) dari kata-kata dalam suatu frasa untuk membentuk kata baru. Ini mirip dengan akronim dalam bahasa modern. Notariqon umumnya digunakan dalam penafsiran haggadik (non-legal), bukan dalam teks halakhik (hukum). Oleh karena itu, penggunaannya terbatas pada bagian-bagian Alkitab yang bersifat naratif, puisi, atau mistis.
Contoh:
-
Tanakh (תנ״ך) adalah singkatan dari Torah (Taurat), Nevi’im (Para Nabi), dan Ketuvim (Tulisan-tulisan), yang merupakan tiga bagian utama dari Alkitab Ibrani.
-
Amen (אָמֵן): Dalam tradisi notariqon, dianggap sebagai singkatan dari El Melekh Ne’eman (אל מלך נאמן), yang berarti “Allah, Raja yang Setia.”
-
Ulangan 30:12 → לֹ֥א בַשָּׁמַ֖יִם הִ֑וא לֵאמֹ֗ר מִ֣י יַעֲלֶה־לָּ֤נוּ הַשָּׁמַ֨יְמָה֙ וְיִקָּחֶ֣הָ לָּ֔נוּ וְיַשְׁמִעֵ֥נוּ אֹתָ֖הּ וְנַעֲשֶֽׂנָּה
Dalam tafsir rabinik, huruf-huruf terakhir dari frasa מִ֣י יַעֲלֶה־לָּ֤נוּ הַשָּׁמַ֨יְמָה֙ dapat dibentuk notariqon YHWH (יהוה), Yod (dari akhir kata mi), He (dari akhir kata ya’aleh), Waw (dari akhir kata lanu) dan He (dari akhir kata hasamaimah). Hal ini menunjukkan bahwa notariqon dapat digunakan bahkan secara terbalik atau dari posisi huruf terakhir.
Kedua metode ini, bersama dengan gematria, mencerminkan kerinduan mendalam dalam tradisi Yahudi untuk menemukan kedalaman makna dalam setiap aspek teks Kitab Suci. Di balik setiap huruf dan susunan kata, para rabi dan mistikus melihat kehadiran dan pesan ilahi yang tersembunyi.
Gematria adalah bentuk tafsir yang mengungkap bagaimana angka menjadi bahasa simbolik dalam teks suci, menyimpan makna di balik kata-kata yang tertulis. Meskipun praktik ini sangat berkembang dalam tradisi Yahudi dan Kabbalah, gema pemikiran serupa juga ditemukan dalam kekristenan awal. Sebagai bagian dari warisan hermeneutika, gematria mengingatkan kita bahwa Alkitab tidak hanya mengandung pesan yang harfiah, tetapi juga lapisan-lapisan makna yang dalam dan tersembunyi—termasuk yang terungkap lewat angka.