Kisah Daud dan Goliat dalam 1 Samuel 17:1–58 merupakan salah satu narasi paling ikonik dalam Alkitab. Namun di balik kepahlawanan Daud, tersembunyi banyak informasi penting mengenai musuh utama Israel dalam periode awal kerajaan, yaitu bangsa Filistin. Dalam kisah ini, bangsa Filistin digambarkan bukan sekadar sebagai musuh militer, tetapi juga sebagai representasi ideologis dari “yang asing” di hadapan Israel. Salah satu tanda pembeda yang disorot adalah ketidakbersunatan Goliat, suatu simbol teologis dan budaya yang penting dalam narasi Alkitab.
Filistin dalam Narasi Alkitab
Istilah “Filistin” pertama kali muncul dalam Kejadian 10:14, di mana disebut bahwa orang Filistin berasal dari orang Patrusim, orang Kasluhim, dan orang Kaftorim. Ini menunjukkan bahwa mereka bukan bagian dari bangsa Kanaan. Dalam tradisi ini, mereka tergolong sebagai bangsa asing yang kemudian menetap di tanah Kanaan bagian barat daya. Yosua 13:1–3 menyebutkan lima kota utama mereka: Gaza, Asdod, Askelon, Gat, dan Ekron — wilayah yang kemudian disebut sebagai “Pentapolis Filistin”.
Menarik untuk dicatat bahwa dalam Septuaginta, istilah “Filistin” diterjemahkan secara bertahap. Di bagian awal Perjanjian Lama, digunakan bentuk transliterasi, tapi mulai dari Kitab Hakim-Hakim dan seterusnya, digunakan istilah Yunani ἀλλόφυλος (allóphylos), yang berarti “orang dari bangsa lain” atau “asing”. Istilah ini menegaskan persepsi Israel terhadap Filistin sebagai bangsa yang “berbeda” secara radikal — baik secara etnis, religius, maupun budaya.
Dalam 1 Samuel 17, Daud menyebut Goliat sebagai “orang Filistin yang tidak bersunat”, yang mencerminkan batas identitas religius dan budaya yang sangat tegas. Dalam banyak bagian Alkitab, perbedaan ini tidak hanya biologis, tetapi simbolis — menandakan seseorang berada di luar perjanjian Allah dengan umat-Nya.
Filistin dan Israel: Kontak, Konflik, dan Interaksi
Pertarungan antara Israel dan Filistin mendominasi bagian besar dari Kitab Hakim-Hakim dan 1–2 Samuel. Sejak masa Samuel (1 Samuel 4–7), Saul, hingga Daud, konflik ini terjadi dalam bentuk perang terbuka maupun intrik politik. Beberapa contoh penting:
-
Kekalahan Israel di Eben-Haezer (1 Samuel 4–5)
-
Kemenangan Daud atas Goliat (1 Samuel 17)
-
Daud memukul kalah orang Filistin (2 Samuel 5:17–25)
-
Hizkia mengalahkan orang Filistin (2 Raja-raja 18:1–8)
Namun di balik konflik, juga terdapat kontak sosial dan interaksi yang rumit:
-
Samson menikahi perempuan Filistin (Hakim-hakim 14)
-
Daud melarikan diri ke Gat dan bahkan hidup di antara Filistin (1 Samuel 21:10; 27:1–7)
-
Daud hampir ikut berperang di pihak mereka (1 Samuel 28:1–2)
Pertarungan antara Israel dan Filistin mendominasi bagian besar dari Kitab Hakim-Hakim dan 1–2 Samuel. Sejak masa Samuel (1 Samuel 4–7), Saul, hingga Daud, konflik ini terjadi dalam bentuk perang terbuka maupun intrik politik. Beberapa contoh penting:
-
Kekalahan Israel di Eben-Haezer (1 Samuel 4–5)
-
Kemenangan Daud atas Goliat (1 Samuel 17)
-
Daud memukul kalah orang Filistin (2 Samuel 5:17–25)
-
Hizkia mengalahkan orang Filistin (2 Raja-raja 18:1–8)
Namun di balik konflik, juga terdapat kontak sosial dan interaksi yang rumit:
-
Samson menikahi perempuan Filistin (Hakim-hakim 14)
-
Daud melarikan diri ke Gat dan bahkan hidup di antara Filistin (1 Samuel 21:10; 27:1–7)
-
Daud hampir ikut berperang di pihak mereka (1 Samuel 28:1–2)
Gat: Zona Perbatasan dan Interaksi Budaya
Kota Gat, tempat asal Goliat, juga menjadi tempat Daud berlindung dari Saul. Letaknya di daerah Sephelah (perbukitan) menjadikannya wilayah perbatasan yang strategis dan rentan terhadap percampuran budaya. Catatan Nabi Obaja (Obaja 1:19) dan Zefanya (Zefanya 2:4–5) menunjukkan bahwa kota-kota Filistin sangat penting secara geopolitik.
Bukti Arkeologis: Antara Laut Aegea dan Tanah Kanaan
Penemuan arkeologis menunjukkan bahwa kota-kota Filistin memiliki budaya material yang berbeda signifikan dari Israel:
-
Tembikar berwarna (monochrome → bichrome), sering dengan dekorasi yang mirip budaya Aegea.
-
Arsitektur altar dan tempat tinggal yang berbeda.
-
Sisa-sisa makanan menunjukkan diet yang berbeda (misalnya konsumsi babi yang lebih tinggi dibandingkan komunitas Israel).
Penemuan-penemuan ini mendukung dugaan bahwa Filistin berasal dari luar wilayah Semitik. Salah satu teori paling berpengaruh mengenai asal-usul Filistin adalah bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok yang disebut sebagai “Sea Peoples”. Istilah ini diperkenalkan oleh Gaston Maspero pada 1896, dan diperkuat oleh inskripsi Mesir dari masa Ramses III (abad ke-12 SM). Di antara sembilan bangsa yang disebut, satu kelompok bernama “Peleset” hampir pasti diidentifikasikan dengan Filistin.
Benda-benda peninggalan dari kota-kota Filistin menunjukkan kemiripan dengan budaya Mycenaean dari Laut Aegea, serta dengan budaya Anatolia Selatan dan Siprus, menunjukkan adanya migrasi atau interaksi lintas laut di akhir Zaman Perunggu menuju Zaman Besi.
Perubahan dan Kejatuhan Filistin
Seiring waktu, kekuasaan Filistin mulai melemah. Beberapa catatan penting:
-
Gat direbut oleh Hazael dari Aram (2 Raja-raja 12:17–18)
-
Hizkia mengalahkan Filistin dan menghancurkan kota-kotanya (2 Raja-raja 18:1–8)
-
Pada masa Nebukadnezar, kota-kota Filistin hancur dan mengalami depopulasi. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa benda-benda budaya khas Filistin menghilang dari lapisan tanah setelah abad ke-6 SM.
Evolusi Istilah “Filistin” dalam Bahasa Modern
Kata “Philistine” dalam bahasa Inggris modern telah mengalami perkembangan makna. Dalam kamus seperti Cambridge Dictionary, istilah ini sekarang dapat merujuk pada orang yang tidak menghargai seni dan budaya, “a person who refuses to see the beauty or the value of art and culture”. Ini menunjukkan perubahan persepsi yang berakar pada stereotip kuno mengenai Filistin sebagai bangsa yang kasar, tanpa budaya, dan melawan Allah Israel.
Bangsa Filistin dalam Alkitab adalah kelompok yang kompleks — bukan hanya musuh politik dan militer, tetapi juga simbol dari "yang asing", yang berbeda dalam budaya, agama, dan gaya hidup. Mereka tinggal berdampingan dengan Israel, kadang dalam permusuhan, kadang dalam ketegangan dan interaksi. Bukti Alkitab dan arkeologi memberi gambaran bahwa mereka berasal dari kawasan Laut Tengah, membawa budaya yang berbeda, dan berinteraksi secara dinamis dengan bangsa Israel. Dalam semua ini, Filistin adalah cermin yang memperlihatkan bagaimana Israel mendefinisikan dirinya melalui relasi dengan “yang lain”.
Mungkinkah Tuhan memakai musuh untuk memperkuat identitas dan panggilan umat-Nya?