Hari ini Ibu Dorothea Maringka pamit dari teman-teman di LAI, khususnya di Departemen Penerjemahan. Perpisahan setelah berkarya bersama selama 34 tahun tentulah bukan hal yang mudah. Sebagai alumna “kampus” penerjemahan Alkitab mulai dari Jalan Ahmad Yani 90 Bogor hingga Salemba Raya 12 Jakarta, begitu banyak yang patut dikenang dan disyukuri selama masa pengabdian yang demikian panjang. Rasa haru terungkap dalam kata-kata perpisahan yang diucapkannya.
Apa yang membuatnya betah berlama-lama bersama LAI? Pertama-tama, Ibu Thea – demikian nama panggilan – sungguh menyukai pekerjaan di belakang layar yang telah ditekuninya selama ini. Sama seperti semua rekannya di bidang Naskah Alkitab, Bu Thea sudah terlatih untuk mengetik, membaca, memeriksa, dan mengoreksi naskah-naskah terjemahan dalam bahasa yang tidak dipahami sama sekali.
Satu tahun terakhir ini Ibu Thea memeriksa dan mengoreksi, antara lain, naskah Alkitab bahasa Yali Ninia, Alkitab bahasa Banggai, Perjanjian Baru bahasa Asmat, dan Perjanjian Baru bahasa Citak. Huruf demi huruf, tanda baca demi tanda baca, satu per satu diteliti supaya jangan ada yang terlewat atau salah eja.
Ketika Bapak A. Moenir Rony, Bendahara Umum LAI, menanyakan apakah Bu Thea pernah beralih kerja di bagian lain, beliau dengan polos menjawab: Tidak pernah! Selama masa panjang itu, Bu Thea tidak pernah berganti jalur ke peran lain, meski di lembaga yang sama. Ketekunan seperti inilah yang menjamin ketepatan terbitan Alkitab yang disebar di seluruh pelosok Indonesia.
Kedua, Ibu Thea mengakui betapa pentingnya kebersamaan dan persaudaraan yang saling menopang dalam pekerjaan yang dilakukan di belakang layar, sepi dari perhatian publik. Hari-hari yang penuh pekerjaan terjadwal dilalui dengan bersyukur, dengan berbagi suka duka bersama teman-teman. Tak jarang, tim Naskah harus bekerja ekstra keras mengejar jadwal cetak bahkan sampai mengerjakannya di luar jam kantor.
Apa pesan dan harapan Bu Thea buat teman-teman sepelayanan di LAI? Dengan spontan Bu Thea mengatakan, apa pun yang kita kerjakan, yang penting kita harus saling mengasihi. Saya yang sudah mengenalnya seperempat abad sebagai rekan sekerja terkesima mendengar pernyataan yang sederhana, membumi, tetapi jernih mengalir seperti air. Luar biasa. Bukankah sangat banyak orang lupa nilai-nilai dasar yang amat Alkitabiah ini dalam pusaran kompetisi yang menyeret anak-anak manusia mengejar ilusi?
Betapa saya bersyukur diperkenan-Nya ikut bersama dengan rekan-rekan yang tangguh ini, turut menyiapkan teks-teks yang akan dibaca dan disampaikan sebagai Sabda Ilahi.
Selamat jalan, Bu Thea! Tuhan memberkati hidup dan pengabdian kita kepada-Nya.[]
Pdt. Anwar Tjen, Ph.D., Kepala Departemen Penerjemahan LAI