Brand bukan sekadar logo. Brand juga bukan sekadar unsur bisnis semata. Brand adalah image atau persepsi seseorang tentang produk atau perusahaan Anda. Brand adalah kombinasi lengkap dari asosiasi yang orang bayangkan ketika mendengar sebuah nama perusahaan atau produk. Memahami tentang branding dan bagaimana membangun sebuah branding yang kuat itulah yang agaknya LAI harapkan ketika pada Rabu, 29 Mei 2019 kemarin mengundang Bapak Jonathan Kriss dan Ibu Anastasia Gracia dari DM ID Group untuk membagikan pengalaman mereka dalam mendampingi berbagai perusahaan membangun brand _brand. DM ID sendiri adalah perusahaan brand consultant yang telah bertahun-tahun teruji pengalamannya dalam mengembangkan brand-brand hebat dari berbagai perusahaan dan lembaga.
Brand consultant seperti dijelaskan oleh Pak Jonathan, beda dengan perusahaan advertising atau graphic design house. Brand consultant lebih luas dari sekadar biro periklanan ataupun desainer logo. Lebih lanjut Pak Jonathan mengibaratkan brand sejajar dengan reputasi perusahaan. Image seperti apa yang ingin kita bangun tentang perusahaan kita atau apa yang kita ingin orang pikirkan tentang perusahaan kita itulah brand.
Mengapa setiap perusahaan memerlukan sebuah brand yang kuat? Ada tiga alasan paling tidak yang mendasarinya. Pertama, kita hidup di dalam dunia yang serba sama (similiarity world). Kita hidup di dunia yang ditandai oleh begitu banyaknya perusahaan yang sama, yang mempekerjakan karyawan yang serupa, dengan latar belakang pendidikan yang sama, dan bekerja di bidang yang sama. Brand yang kuat memungkinkan konsumen atau pemangku kepentingan untuk dengan mudah mengidentifikasi dan memahami keunggulan kompetitif perusahaan Anda.
Kedua, kita hidup di dalam dunia yang bergerak cepat (fastlane world). Tidak ada yang abadi kecuali inovasi dan perubahan. Pak Jonathan mencoba memberikan contoh. Beberapa tahun yang lampau: Nokia, Sony Walkman dan Tipp-Ex mendominasi masanya dengan keunggulan produk mereka. Kini mereka mungkin masih ada, namun tidak terlihat lagi brand tersebut memegang peranan penting atau mendominasi pasar. Keadaan senantiasa berubah seiring berjalannya waktu. Brand juga senantiasa memerlukan adaptasi untuk dapat bertahan dan tumbuh. Inilah yang sering dikenal sebagai: brand positioning.
Ketiga, kita hidup di dalam dunia yang senantiasa berubah (changing world). Dunia yang dulunya serba konvensional kini menjadi serba digital. Jika di masa lalu, untuk membangun perusahaan yang utama diperlukan modal. Kini untuk merintis usaha yang utama adalah ide. Ide lebih penting dari modal. Kini industri yang berkembang adalah industri konten. Brand yang kuat adalah brand yang senantiasa mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di tengah masyarakat.
Bagaimana dengan Yayasan seperti Lembaga Alkitab Indonesia? Bagaimana agar LAI tetap eksis bahkan bertumbuh ke depannya? Kepercayaan menurut Pak Jonathan merupakan landasan utama LAI sebagai yayasan yang memiliki tanggung jawab menerjemahkan, menerbitkan dan mendistribusikan Alkitab di seluruh penjuru Indonesia. Kepercayaan menjadi nilai dasar yang harus senantiasa dipegang oleh LAI beserta seluruh jajarannya. Lebih lanjut Pak Jonathan menegaskan, LAI perlu merumuskan bagaimana LAI memposisikan dirinya di tengah umat kristiani Indonesia. Apa yang mau kita komunikasikan kepada masyarakat? Seperti apakah LAI ingin dilihat oleh masyarakat? Sejauh atau sedekat apakah kita memposisikan diri di tengah umat kristiani yang beragam? Pertanyaan-pertayaan ini akan membantu LAI merumuskan brand-nya.
Di bagian akhir penjelasannya, Pak Jonathan menegaskan rebranding bukan proses yang pendek dan sekali jadi. Bukan pula sekadar penggantian logo perusahaan. Rebranding pada akhirnya akan merubah kultur perusahaan tersebut. Ada proses panjang yang harus dijalani, karena pada dasarnya branding adalah proses multidisiplin yang dilaksanakan oleh seluruh bagian perusahaan dan bukan hanya sebagian. Prosesnya dimulai dari penyusunan strategi, membangun desain, people engagement, visualisasi (perlu konsistensi), manajemen, dan mengkomunikasikan brand.
Jika proses rebranding telah berhasil dilaksanakan bukan berarti prosesnya telah selesai. Pak Jonathan menyebut keberhasilan proses rebranding bagaikan kelahiran seorang bayi. Prosesnya harus senantiasa dijaga, dirawat dan terus dikomunikasikan. Lewat pelatihan ini, LAI dengan segenap jajarannya diajak untuk belajar bagaimana membuat brand yang baik. Sebuah brand yang baik akan menjadi kepribadian, jiwa dan karakter LAI. Karakter dan kepribadian seperti apakah yang ingin LAI tunjukkan kepada para mitra-mitranya? Meskipun pelatihan ini boleh dikatakan baru tahap awal, paling tidak LAI dapat mulai mendefinisikan kembali nilai-nilai dasar untuk membentuk sebuah brand yang kuat, yang menggambarkan nilai-nilai luhur yang ingin dicapai para pendirinya (visi), perwujudan kepercayaan para mitra, keinginan untuk menghasilkan kualitas dan performa layanan terbaik dan terutama identitas yang ingin kita tunjukkan kepada para mitra dan seluruh umat kristiani Indonesia. Selamat berjuang.
Salam Alkitab untuk semua.(keb)