Sapaan LAI
Sejak 1995 atau lebih dari 25 tahun, saya terlibat pelayanan di LAI. Pertama-tama saya menjadi anggota Komisi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum yang bertugas memberikan masukan-masukan kepada Pengurus Yayasan LAI di bidang SDM dan Umum.
Saat itu mayoritas komunikasi menggunakan telepon kabel dan "pager". Saya ikut merasa bangga manakala di pinggang bergantung sebuah "pager" merk Starco. Tapi sedikit sedih bila seharian tidak ada pesan masuk dan tak satupun terasa getarannya.
Tahun itu juga baru mulai marak pemakaian handphone dengan model "suntik" tanpa SIM Card. Tidak berapa lama, tersedia handphone dengan SIM Card dari Telkomsel dan Indosat. Secara tiba-tiba "pager" langsung hilang. General Manager Starco yang saat jaya-jayanya begitu sulit ditemui, berubah menjadi sosok yang rajin menemui banyak pihak.
Di setiap rapat-rapat Komisi SDM dan Umum LAI, fenomena perubahan-perubahan di atas menjadi bahasan yang sangat hangat. Intinya LAI diingatkan untuk waspada terhadap perubahan yang begitu cepat.
Menjelang satu Januari tahun 2000 banyak sekali pihak yang mengkhawatirkan akan terjadi "bencana" komputer di mana terjadi pergantian angka 01.01.2000 yang bisa menghanguskan atau memusnahkan data yang tersimpan di segala "hard disk" komputer.
Semester dua tahun 1999 saya menghadiri seminar SDM di Penang Malaysia dan di Melbourne Australia. Beberapa pembicara dalam seminar tersebut menekankan aspek kewaspadaan terhadap "bencana" komputer tersebut. Tetapi tahun baru 2000 terlewati dengan sangat melegakan. Istilah Y2K yang sangat marak di tahun 1999 lenyap ditelan angin.
Dalam menyusun Rencana Jangka Menengah dan Panjang (RJMP) LAI 1998-2019, di mana saya juga turut memberikan masukan, kami sudah memasukkan hasil kajian tentang perubahan-perubahan ke arah digitalisasi. Sudah sejak tahun 2002 LAI mampu memproduksi Alkitab versi elektronik sebagai jawaban atas tren yang ada.
Pada saat 2019, sebuah tim dibentuk untuk bekerja merancang RJMP LAI 2020-2035. Sekali lagi kajian-kajian tentang perubahan yang sangat cepat, intensif dan ekstensif sudah masuk sebagai pertimbangan strategis ke depan. Tentu dilengkapi dengan segala kajian historis dan teologis.
Jadi kalau ada pertanyaan mau ke mana LAI ke depan, Quo Vadis LAI? Maka jawabannya jelas: LAI mantap menatap ke depan. Visi LAI 2035 ditetapkan: "Firman Allah menjangkau semua generasi." Misi LAI menuju 2035: "Menerjemahkan, menerbitkan, menyebarkan Alkitab dalam kemitraan semua. "
Salah satu strategi utama LAI adalah: "Aksentuasi kepada budaya digital." Ini menjawab tantangan dalam situasi kondisi destruptif dan apalagi dihantam pandemi Covid-19.
Visi, misi dan strategi LAI menuju 2035 semakin digdaya dengan didukung nilai-nilai budaya kerja MITRA: Melayani, Inovasi, Tepercaya dan Kerjasama. Dalam implementasinya, LAI selalu menghidupi spirit Sehati, Antusias dan Fokus.
Quo Vadis LAI? Mantap menatap dan melangkah ke depan, dalam penyertaan Roh Kudus!
Salam Alkitab untuk Semua
Dr. Sigit. Triyono