Seberapa banyak dari teori yang pernah anda pelajari semasa bersekolah di tingkat SD, SMP, SMA bahkan perkuliahan yang anda terapkan sepenuhnya dalam hidup keseharian? Pertanyaan semacam ini kerap dijadikan sebuah guyonan untuk mengatakan, “buat apa belajar trigonometri capek-capek sewaktu SMA toh gak kepake juga.” atau “percuma dulu capek-capek ngafalin teori-teori kimia, toh kalo masak juga gak pake ngitung-ngitungin rumusnya.” Biasanya hal ini muncul dalam suasana guyon, namun kita dapat mengkritisinya untuk menghindari kesimpulan yang terlalu rapuh. Kita perlu mengakui bahwa memang ada beberapa hal yang hanya sekadar teori, namun ada hal lain yang memang tidak boleh berhenti sebagai teori.
Isi Alkitab sebagai firman TUHAN merupakan salah satu contoh dari hal-hal yang dapat kita pelajari dan tidak semestinya berhenti sebagai kajian teoretis. Hampir setiap umat TUHAN mungkin sudah akrab dengan pengajaran-pengajaran akan firman TUHAN, terkhusus bagi mereka yang sudah menjadi Kristen sejak kecil. Namun, apakah setiap pembelajaran itu sudah mampu dilakukan dalam hidup keseharian? Kita memang tidak dituntut untuk menjadi pelaku sempurna atas seluruh firman TUHAN. Namun, hal ini tidak berarti kita menjadikan firman TUHAN sebagai informasi kajian teoretis tanpa adanya aksi nyata.
Pemazmur sudah secara lugas menerangkan pentingnya mewujudkan keimnana dalam setiap tingkah laku kehidupan sebagai umat percaya. Itulah mengapa ia berkata, “mulut orang benar mengucapkan hikmat; dan lidahnya mengatakan hukum.” Semua ini adalah hasil dari keberadaan hikmat TUHAN dan komitmen beriman di dalam hatinya. Artinya, seorang benar yang sejati menurut kesaksian pemazmur adalah mereka yang memiliki hikmat TUHAN dan mampu mewujudkannya dalam berbagai aksi nyata.
Kita perlu menjadikan kesaksian pemazmur ini sebagai sebuah bahan permenungan untuk mengkaji kualitas diri sebagai umat percaya. Silakan renungkan pertanyaan-pertanyaan ini, yakni: Seberapa sering saya mendengarkan firman TUHAN?; Dari berbagai pengajaran firman TUHAN tersebut, seberapa banyak yang sudah mampu saya lakukan?” Kenapa saya masih sulit untuk mewujudkan nilai-nilai pembelajaran akan kebenaran firman TUHAN? Selamat berefleksi.