Salah satu ironi kehidupan di tengah budaya modern ini adalah ketidakpedulian pada diri manusia terhadap manusia dan makhluk lainnya. Tidak dapat ditampik bahwa budaya egosentris dan narsis telah mendidik manusia menjadi semakin merajalela. Alhasil, tidak sedikit manusia yang harus hidup dan menghadapi tekanan hidupnya secara terisolir di tengah padatnya individu di sekitarnya. Kenyataan yang semakin miris adalah ketika lingkungan terdekat seperti keluarga justru menjadi ‘ruang’ yang sangat asing bagi individu di dalamnya.
Tindakan Abraham pada perikop bacaan ini merupakan contoh keramah-tamahan yang begitu langkap di masa sekarang. Memang, budaya hidup Abraham sebagai kaum nomad memang melekat dengan keramah-tamahan. Namun, cara Abraham menyambut dan memperlakukan para tamu asing yang datang menunjukkan betapa niat dan tulusnya ia terhadap mereka. Meski panas terik yang melelahkan meliputi hari Abraham pada siang itu, ia tetap mampu memikirkan kondisi orang lain.
Sahabat Alkitab, marilah kita renungkan sikap hidup yang kita miliki pada sepanjang kehidupan ini. Apakah kita sudah cukup berupaya menjadi manusia yang penuh kepedulian terhadap manusia dan makhluk lainnya atau jangan-jangan kita justru terhisap oleh budaya egois dan narsis masa sekarang? Ingatlah bahwa pada dasarnya kehidupan kita ditopang oleh inisiatif kasih TUHAN yang tanpa syarat dan melimpah memenuhi dunia. Secara khusus, sebagai umat TUHAN, kita tidak hanya cukup mengakui hal tersebut, melainkan juga perlu meneruskannya di tengah dunia. Ingatlah, bahwa kehidupan kita penuh dengan keberadaan manusia-manusia lain maupun makhluk ciptaan lainnya yang juga perlu mendapatkan perhatian dan tindakan kasih kita. Jadi, apakah anda bersedia membagikan kasih TUHAN di tengah dunia.