Kasih yang pura-pura merupakan wujud kepalsuan niatan dari dalam diri yang seolah berfokus pada orang lain, padahal sesungguhnya hanya bertujuan demi memenuhi kepentingan diri sendiri. Tentu saja hal ini tidak mencerminkan karakter sebagai pengikut Kristus yang telah dipenuhi oleh kasih yang tulus dari Sang Kepala gereja. Itulah mengapa, Paulus melanjutkan tulisannya dengan memberikan anjuran kepada jemaat agar saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam menghormati. Tindakan ini bukan dimaksudkan agar mereka menjadi ‘gila hormat’ satu sama lain, melainkan justru untuk meminimalisir kemungkinan hal tersebut muncul dalam kehidupan berjemaat.
Membangun iklim berkomunitas yang sehat membutuhkan upaya yang setara dan penuh inisiatif dari seluruh pihak di dalamnya. Itulah sebabnya, tulisan Paulus ini menjadi wejangan sekaligus panduan praktis bagi seluruh anggota jemaat agar aktif terlibat dengan berinisiatif untuk berkontribusi bagi terciptanya kehidupan berkomunitas yang konstruktif. Mengapa demikian? Karena menjalani hidup berjemaat berarti kita bersedia untuk menjalani pembangunan iman secara komunal, tidak hanya berfokus pada pencapaian pertumbuhan iman diri sendiri melainkan juga bagi perkembangan iman anggota lain yang ada di dalam komunitas. Hal ini pun semakin ditekankan oleh Paulus ketika ia menuliskan, “hendaklah kamu saling mengasihi dan saling mendahului dalam memberi hormat.”
Sahabat Alkitab, marilah kita renungkan kehidupan berjemaat yang kita miliki saat ini. Apakah kita sudah menciptakan iklim berkomunitas yang sehat sebagai tubuh Kristus? Apakah kita sudah menciptakan suasana berkomunitas yang saling memperhatikan dan mendukung atau justru masih saling beradu tujuan? Kiranya permenungan firman Tuhan pada hari ini dapat kita jadikan sebagai panduan penelusuran nilai dan makna berkomunitas sebagai tubuh Kristus yang ideal sehingga setiap relasi yang kita bangun dapat mencerminkan kualitas iman yang sehat.