Beberapa waktu terakhir ini, masyarakat Indonesia sedang marak mendapatkan berita mengenai beberapa pejabat atau politisi yang terbukti melakukan tindakan korupsi. Kenyataan ini dapat menjadi sebuah pertanda yang cukup baik untuk menunjukkan banyaknya pelaku kejahatan yang tertangkap, meski sekaligus menunjukkan betapa banyaknya pihak yang terlalu rakus untuk mengumpulkan harta hingga rela melanggar norma dan nilai moral yang wajar. Berita-berita penangkapan para koruptor ini pun menunjukkan bahwa kekayaan seseorang, sebanyak apa pun, bukanlah fondasi yang kuat dari kehidupan yang aman dan tenteram untuk dijalani. Teks Amsal pada ayat 28 juga turut membicarakan nilai yang serupa dengan hal ini.
Penyair Amsal bertutur, “Siapa mengandalkan kekayaannya, akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda.” Para orang yang mengumpulkan dan mengandalkan kekayaannya ibarat seorang yang berpegangan pada helai ilalang untuk bertahan dari terpaan angin yang begitu kencang. Apalagi, seseorang yang mengumpulkan kekayaannya dalam kerakusan dan pelanggaran nilai sosial, hukum dan moralitas. Oleh sebab itu, teks Amsal yang kita baca pada hari ini sekaligus mengajak kita untuk menyadari bahwa kelimpahan materiel tidaklah layak untuk dijadikan tujuan utama dalam kehidupan.
Kita, sebagai umat TUHAN, perlu memenuhi diri dengan kepekaan terhadap nilai-nilai kebenaran, menjunjung penuh segala kebenaran dalam bertindak dan berusaha, mulai dari dalam keluarga, lingkungan kerja hingga berbagai ruang lingkup hidup lainnya yang kita jalani. Sesungguhnya, kita pun mendapatkan pilihan untuk membentuk hidup kita akan menjadi seperti apa nantinya, yaitu apakah menjadi daun muda yang sehat dan segar karena jiwa yang penuh kebajikan serta kebijaksanaan? Atau, kita justru memilih untuk menjadi budak dari keangkuhan dan kefasikan? Firman TUHAN pada hari ini sudah menunjukkan bahwa setiap orang akan mendapatkan pemenuhan upah dari perbuatannya, entah orang benar maupun orang fasik.