Di dalam perikop ini kita melihat peranan Musa sebagai mediator antara umat Israel dengan TUHAN. Terekam dengan jelas di dalamnya mengenai respons dari orang Israel yang meminta Musa untuk menjembatani komunikasi dengan TUHAN. Hal itu, berdasarkan catatan perikop ini, didasari oleh perasaan takut atau segan pada diri orang Israel menghadapi kemuliaan dan kemahakuasaan TUHAN.
Pada satu sisi, sikap umat Israel seperti menciptakan jarak antara mereka dengan TUHAN dengan meminta Musa menjadi ‘jembatan’ komunikasi. Namun, pada sisi lain ‘jarak’ yang diciptakan tersebut bukan untuk menjauhkan diri daripada TUHAN melainkan untuk menghasilkan sebuah pola komunikasi yang jauh lebih seimbang. Lagi pula, dibalik permohonan dari para tetua Israel tersebut juga tersirat sebuah kesadaran akan keberdosaan ‘daging’ mereka sebagai manusia yang tidak akan bertahan lama dihadapan TUHAN. Kita juga perlu mengingat bahwa catatan yang sedang kita baca ini menceritakan pengalaman perjumpaan antara bangsa Israel dengan TUHAN di gunung Horeb yang diselimuti nyala kemuliaan TUHAN.
Sahabat Alkitab, sikap bangsa Israel yang seperti ‘mengambil’ jarak dari TUHAN pada perikop ini dapat kita maknai sebagai sebuah kesadaran akan diri agar menghasilkan kerendahan hati di hadapan TUHAN. Seluruh umat Israel, melalui perwakilan para tetuanya, sudah menyadari bahwa mereka tidak akan dapat bertahan lama di hadapan TUHAN. Itulah sebabnya, mereka dengan sadar pula mengajukan permohonan agar Musa menjadi mediator untuk menyampaikan setiap firman TUHAN. Sikap seperti ini pun sangat baik untuk kita bangun dalam hidup keseharian kita, dimana kita entah sadar maupun tidak, seringkali justru bersikap terlalu angkuh di hadapan TUHAN. Mungkin kita terlalu sering mendengar pesan khotbah maupun nilai-nilai pengajaran dari Alkitab yang menekankan tentang keluasan kasih TUHAN. Tidak ada yang salah akan hal tersebut. Namun, sungguh disayangkan ketika kita justru menyikapi kasih TUHAN yang tak terbatas dan tak bersyarat itu dengan keangkuhan serta keenganan untuk merendah di hadapan TUHAN. Kita perlu memiliki kerendahan hati untuk menyambut kemuliaan dan kemahakuasaan TUHAN yang Ia berikan kepada kita dengan penuh kasih.