Kita seringkali merasa bahwa hidup ini dapat berjalan dengan baik meskipun tidak melibatkan Tuhan di dalamnya. Ketidaktaatan dan dosa kita lakukan padahal Allah menginginkan agar segenap umatNya taat dan berbakti kepadaNya. Kadangkala cara Allah untuk menunjukkan kemurahan hatiNya adalah dengan mengajarkan pada kita bahwa kehidupan tanpa Dia adalah kehidupan yang begitu menyengsarakan.
Itulah pembelajaran mahal yang harus diterima bangsa Yehuda. Sebagaimana kita ketahui, kepemimpinan raja Rehabeam penuh dengan dinamika. Pada awal kekuasaanNya, ia harus menelan pil pahit bahwa keputusannya yang tidak bijaksana menghasilkan perpecahan di kerajaan Israel. Namun Rehabeam mengalami masa masa pertobatan dan pemulihan di hadapan Allah. Sayangnya pada akhir pemerintahannya terjadi penurunan kondisi moral dan spiritualitas kerajaan Yehuda. Rehabeam menjadi teladan yang buruk karena tidak menunjukkan ketaatan kepada Allah sebagaimana mestinya. Kerajaan ini telah melenceng dari yang seharusnya.
Kini Allah hendak menegur mereka. Yehuda dikalahkan oleh Mesir. Bangsa itu menjadi negara boneka yang direnggut kebebasannya. Bahkan untuk beribadah saja, Rehabeam harus didampingi oleh para pengawalnya. Perlengkapan perang kerajaan Yehuda dilucuti sedemikian rupa. Perisai-perisai yang tadinya dibuat dari emas disita oleh mesir, dan harus dibuat lagi menggunakan bahan perunggu. Dalam pertanyaan akan maksud Tuhan melalui peristiwa ini, Allah kemudian bersabda “Tetapi mereka akan menjadi hamba-hambanya, supaya mereka tahu membedakan antara mengabdi kepada-Ku dan mengabdi kepada kerajaan- kerajaan duniaw.” (2 Tawarikh 12: 8 TB2)
Sahabat Alkitab, mungkin kita sering terjebak pada imajinasi betapa menyenangkannya kehidupan yang bebas, tanpa harus memikirkan segala kehendak dan ketetapan Allah. Bersyukurlah melalui firman Tuhan pada saat ini, kita diingatkan bahwa berada pada jalan yang Tuhan kehendaki dan menjadi hambaNya yang setia jauh lebih baik daripada menghamba pada hal-hal lain di luar Allah. Termasuk pada ego dan hawa nafsu kita. Kiranya kita dapat dengan teguh menjadi hamba-hamba Tuhan yang setia melakukan firmanNya, meskipun kadang terdapat banyak tantangan dalam mewujudkan kehendak Allah tersebut.