Kekerasan dalam berbagai bentuknya sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Bukan hanya konflik atau kekerasan yang sifatnya luas atau global. Dalam lubuk hati kita terdalam pun, setiap orang punya kecenderungan untuk melakukan kekerasan terhadap sesamanya. Itulah dosa yang menetap dalam hati manusia. Bagi kita yang telah menyerahkan hidup seutuhnya pada Allah, kekerasan adalah cara hidup lama yang seharusnya tidak boleh lagi kita lakukan dalam hidup sehari-hari.
Mazmur kali ini menggambarkan situasi dimana Allah menghentikan kekerasan antara dua belah pihak yang tengah bertikai. Masa itu perdamaian begitu rapuh, masing-masing kerajaan atau suku yang merasa kuat dan besar dapat dengan mudahnya menyerang serta menguasai pihak lain yang dirasa lemah. Lambat laun peperangan tidak lagi menjadi alat untuk mempertahankan diri, melainkan hanya bertujuan memuaskan hasrat pelampiasan kekerasan yang melahirkan lingkaran pembalasan tiada berujung. Pemazmur memahami Allah sebagai mediator yang dapat menghentikan itu semua. Keyakinannya ini ditunjukkan melalui ungkapan yang mengatakan bahwa pemuka bangsa-bangsa berkumpul untuk memuliakan Allah, karena Ia yang mempunyai perisai-perisai bumi. Hasilnya adalah umat Tuhan merasakan kedamaian sejati dalam lindungan Tuhan Sang perisai kehidupan.
Sahabat Alkitab, marilah mengembangkan budaya damai dalam kehidupan kita. Kekerasan tidaklah berada jauh dari kehidupan kita. Sesungguhnya ia menyamar dan bersembunyi di dalam relung tergelap hati kita masing-masing. Upayakanlah dialog dalam penyelesaian masalah-masalah yang kita hadapi. Jika memang belum saatnya bicara menyelesaikan masalah karena emosi yang masih membuncah, maka teguhkanlah hati sejenak hingga kepala dingin dan dapat menyelesaikan masalah. Seringkali kekerasan bukanlah jalan keluar dari suatu masalah, melainkan satu faktor tambahan yang akan memperunyam masalah kita.