Merespon panggilan Tuhan di dunia yang kita jalani ini tidaklah mudah. Selalu ada saja alasan untuk menolak terlibat dalam panggilan-Nya. Wujud panggilan itu mungkin saja berupa undangan untuk merespon orang lain yang sedang dalam kesulitan atau tawaran pelayanan yang kita terima. Kali ini kita mau belajar dari para murid dalam merespon panggilan Yesus untuk mengikuti-Nya.
Yesus mulai memanggil murid-murid-Nya dengan ajakan untuk mengikuti-Nya. Kata “mengikuti” (dalam bahasa Yunani akoloutheo) adalah ciri khas murid dan jemaat dalam Injil Matius. Murid-murid ini tidak ragu atau menunda. Mereka meninggalkan mata pencaharian dan keluarga demi panggilan yang lebih besar. Istilah “penjala manusia” pernah digunakan oleh Nabi Yeremia (Yeremia 16:16) dalam konteks penghakiman terhadap orang fasik. Namun Yesus membalikkannya menjadi panggilan penuh harapan, mengumpulkan orang percaya ke dalam Kerajaan Allah. Meskipun demikian, misi ini tetap membawa dimensi pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Matius 13:47.
Berbeda dengan murid para rabi yang mencari gurunya, murid-murid Yesus dipanggil secara langsung oleh-Nya. Panggilan ini bukan hanya berdasarkan kemampuan mereka, melainkan karena otoritas Yesus yang memanggil dengan wibawa. Panggilan ini juga bersifat universal, menarik tidak hanya orang Yahudi, tetapi juga bangsa-bangsa lain dari wilayah Dekapolis, Siria, dan seberang Yordan. Ini menggambarkan bahwa keselamatan yang dibawa Yesus melampaui batas-batas etnis dan geografis, mengundang semua orang untuk menjadi bagian dari Kerajaan Allah.
Sahabat Alkitab, panggilan Yesus kepada para murid-Nya mengajak kita untuk merenungkan kembali komitmen sebagai pengikut Kristus. Apakah kita siap meninggalkan kenyamanan dan prioritas duniawi untuk mengikuti-Nya? Seringkali kedua hal itulah yang membuat kita menunda-nunda untuk mengerjakan panggilan-Nya atau bahkan menolak untuk menaati perintah-Nya. Kesiapsediaan untuk mengikuti Tuhan dan merespon panggilan-Nya adalah wujud syukur atas keselamatan yang telah dianugerahkan-Nya.