Bersediakah kita untuk berkorban dan melampaui keterbatasan kita saat menolong orang lain? Seringkali tidak banyak orang dapat melakukannya. Berbeda dengan kisah yang akan kita renungkan pada saat ini yakni seorang perwira Romawi yang hendak menolong hambanya. Perwira Romawi tersebut menunjukkan sikap yang melampaui batas-batas budaya dan agama untuk mencari pertolongan dari seorang Rabi. Sebuah tindakan yang menunjukkan kerendahan hati dan pengakuan atas otoritas Yesus.
Perwira Romawi, yang biasanya dikenal karena kedisiplinan dan otoritas mereka, memiliki kendali mutlak atas hambanya, termasuk hak untuk membunuh mereka jika dianggap tidak berguna lagi. Maka saat sang perwira berjerih lelah mencari pertolongan bagi hambanya, hal tersebut mencerminkan belas kasih yang luar biasa terhadap hambanya. Ia tidak menuntut, melainkan memohon dengan penuh kerendahan hati. Ia membiarkan rasa putus asa dan belas kasihnya berbicara lebih kuat daripada kata-katanya. Kerendahan hati ini menjadi gambaran awal tentang iman yang kelak dipuji oleh Yesus.
Ketika Yesus menjawab, “Aku akan datang dan menyembuhkannya,” tanggapan sang perwira menunjukkan pemahaman teologis yang mendalam tentang otoritas Yesus. Ia merasa tidak layak untuk menerima Tuhan, dan meminta agar Yesus menyampaikan saja sepatah kata dan ia yakin hambanya akan sembuh. Ia sangat meyakini kemampuan Yesus untuk memerintah penyembuhan tanpa kehadiran fisik. Ia membandingkan otoritas rohani Yesus dengan otoritas militer, di mana perintah dilaksanakan tanpa pertanyaan. Perbandingan ini menunjukkan pengakuan sang perwira bahwa Yesus memiliki kuasa atas ciptaan. Selain itu, dengan menyatakan bahwa Yesus tidak perlu masuk ke rumahnya, perwira tersebut juga menunjukkan kepekaan terhadap adat Yahudi, yang menganggap masuk ke rumah orang non-Yahudi sebagai tindakan najis. Pertimbangan ini menegaskan kerendahan hatinya dan rasa hormatnya kepada Yesus, serta kesadarannya sebagai orang luar. Keyakinan sang perwira pada kata-kata Yesus saja membedakannya dari banyak orang Israel yang memerlukan tanda fisik untuk percaya. Imannya menjadi pengingat bahwa Kerajaan Allah terbuka bagi siapa saja yang percaya pada otoritas-Nya, tanpa memandang latar belakang mereka.
Reaksi Yesus terhadap iman sang perwira sangat mencengangkan. Ia berkata, “Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel” Pernyataan ini membawa implikasi teologis yang mendalam. Dengan membandingkan iman sang perwira dengan iman orang Israel, Yesus menegaskan bahwa masuk ke dalam Kerajaan Surga tidak ditentukan oleh identitas etnis atau agama, melainkan oleh iman kepada Allah. Bangsa-bangsa lain tidak disingkirkan dalam rencana penebusan Allah. Yesus menyatakan bahwa banyak orang dari timur dan barat akan datang untuk duduk makan bersama Abraham, Ishak, dan Yakub di Kerajaan Surga. Hal ini menegaskan misi Yesus yang bersifat universal, mengundang semua bangsa untuk mengambil bagian dalam keselamatan Allah.
Keselamatan dari Allah tersedia bagi semua orang yang bersedia untuk menyambut-Nya dengan penuh kerendahan hati. Sebagai orang Kristen sesungguhnya kita memahami bahwa keselamatan itu sudah dianugerahkan-Nya, tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita tetap harus berjuang mewujudnyatakan kehidupan baru di dalam Tuhan. Inilah yang dilihat oleh Tuhan dan membawa kita ke dalam keselamatan yang sejati di dalam-Nya.
