Menghadap-Nya dengan Penuh Kejujuran

Renungan Harian | 30 Maret 2025

Menghadap-Nya dengan Penuh Kejujuran

Kejujuran merupakan sebuah sikap atau karakter yang tidak hanya terarah pada relasi antara diri kita dengan sesama, melainkan juga dapat dimaknai sebagai sebuah dimensi sikap yang terkait dengan penghayatan eksistensi seseorang. Kita juga seringkali tidak jujur terhadap kondisi diri sendiri atau hal yang sungguh-sungguh dirasakan. Berkata sedang baik-baik saja, padahal membutuhkan teman atau sahabat untuk mendengarkan keluh kesah kita. Bahkan menutupi keberadaan dan hasrat hati kita di hadapan Allah dalam doa-doa yang kita panjatkan. Bukankah menjadi jujur dan apa adanya jauh lebih baik daripada berupaya menutup-nutupi apa yang sesungguhnya terjadi. 


Pada kitab Ayub 7:11-15, menampilkan doa Ayub kepada Tuhan. Ia berdoa dengan jujur tentang ketidakadilan, penolakan, penderitaan, dan beratnya kehidupan yang dialaminya. Dengan jujur ia berbicara dalam kesesakan jiwanya dan mengeluh dalam kepedihan. Ia merasa betapa hidupnya menjadi tidak bebas seolah-olah ia dijagai senantiasa. Saat ia berpikir malam akan sejuk dan penderitaannya akan berkurang, ia dikagetkan dengan impian dan dikejutkan dengan khayal. Bagaikan seseorang yang sedang demam tinggi dan berhalusinasi bahkan dalam mimpinya.  


Semuanya ini sudah cukup bagi Ayub. Ia merasa jemu dan meminta agar dibiarkan sendirian dan tidak diperhatikan lagi. Ayub tidak mengharapkan pertolongan dari Allah lagi, melainkan ia hanya menginginkan agar tidak lagi dihantam derita bertubi-tubi dan boleh bernafas tenang karena hidupnya tidak lebih dari nafas sajalah. Apa yang diungkapkan Ayub tersebut berbeda dengan seru para pemazmur yang menginginkan perhatian Alllah dan pengawasan-Nya senantiasa. Ayub justru terbeban dengan “perhatian Allah” yang memperhatikannya untuk mengujinya setiap saat dan bertanya sampai kapankah itu semua terjadi. Itulah pemahaman Ayub mengenai derita yang dialaminya. Bahkan Ayub meminta Allah untuk menunjukkan seandainya ia berdosa apakah dosanya di hadapan Allah. Meskipun ia tetap yakin bahwa dirinya tidak bersalah. Bagaimanapun Ayub merasa bahwa hidupnya adalah sementara yang akan cepat berlalu layaknya hembusan nafas.


Ungkapan Ayub mungkin terdengar tidak biasa bagi kita. Namun itukah kejujuran hati di hadapan Allah yang dibangun melalui doa. Orang-orang Israel memahami relasinya dengan Allah adalah relasi yang hidup dan penuh dinamika maka dari itu keluhan dan pertanyaan-pertanyaan kepada Allah adalah sebuah keniscayaan. Mungkin kita juga pernah dirundung oleh berbagai penderitaan serta pergumulan. Kiranya bacaan hari ini mengingatkan kita untuk menghadapi apapun yang terjadi dalam kehidupan dengan kejujuran di hadapan Allah. Relasi yang hidup dengan Allah justru memampukan kita untuk menatap masa depan meskipun seolah-olah seluruh jalan tertutup bagi kita.



Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia