“Aku muak dengan hidupku, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku” (Ayub 10:1). Sebuah keluhan yang mencerminkan kedalaman kepedihan yang Ayub alami. Seperti air yang meluap dari bendungan yang retak, demikian pula kesedihannya tak lagi dapat terbendung. Ia merasa dirinya seakan dihukum tanpa alasan yang ia pahami. Dalam kegetiran yang mendalam, ia bertanya, “Apa untungnya bagi-Mu melakukan penindasan, membuang hasil jerih payah tangan-Mu, dan mendukung rencana orang fasik?” (Ayub 10:3). Pertanyaan ini bukan sekadar ungkapan perlawanan, tetapi sebuah pencarian makna, jeritan jiwa yang ingin memahami kehendak Ilahi.
Penderitaan sering kali membawa manusia pada persimpangan iman, menjauh dari Tuhan atau semakin mendekat kepada-Nya. Dalam kesakitannya, Ayub tidak memilih untuk meninggalkan Tuhan, melainkan berseru kepada-Nya, meminta jawaban dan pengertian. Ia tahu bahwa Tuhan adalah Mahakuasa, tetapi ia bertanya, “Apakah Engkau mempunyai mata insani?” (Ayub 10:4). Dalam ketidakmengertiannya, ia merindukan penghiburan yang berasal dari Sang Khalik sendiri.
Di tengah keluh kesahnya, Ayub tidak kehilangan kesadaran akan kebesaran Tuhan. Ia berkata, “padahal Engkau tahu bahwa aku tidak bersalah, dan tak seorangpun dapat membebaskanku dari tangan-Mu” (Ayub 10:7). Ayub mengakui bahwa hidupnya berada di dalam genggaman Tuhan. Bahkan ketika segala hal tampak tak masuk akal, ia tetap sadar bahwa hanya Tuhan yang memiliki kendali penuh atas kehidupan manusia. Ayub kemudian merenungkan bagaimana Tuhan telah membentuknya dengan penuh kasih. Seperti seorang pengrajin yang membentuk tanah liat, seperti seorang penggumpal keju yang mengubah cairan menjadi substansi yang lebih padat, seperti seorang penenun yang merajut serat demi serat menjadi kain, demikianlah Tuhan telah membentuknya dengan teliti dan penuh perhatian. Namun, ia tetap bertanya, jika Tuhan telah menciptakannya dengan begitu indah, mengapa kini Ia seolah-olah mengabaikannya?
Sahabat Alkitab, pertanyaan-pertanyaan Ayub adalah gema dari hati setiap manusia yang pernah mengalami penderitaan.Dalam dunia yang penuh misteri, sulit bagi kita untuk memahami maksud Tuhan. Namun, Tuhan tidak marah pada pencarian manusia yang tulus. Justru, pergumulan batin dan pencarian makna dapat membawa kita kepada pengenalan yang lebih dalam akan Dia. Meskipun sulit diterima, ingatlah bahwa penderitaan bukanlah akhir dari segalanya. Seperti emas yang dimurnikan dalam api, demikian pula iman diuji dalam kesulitan. Maka, dalam setiap derita, datanglah kepada Tuhan, bukan hanya untuk mengeluh, tetapi untuk bertanya dan mencari kehendak-Nya. Sebab Dia adalah Pencipta yang bukan hanya membentuk tubuh kita, tetapi juga memelihara jiwa kita dengan kasih-Nya yang abadi.