Menanti adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan manusia. Ada yang menanti pekerjaan impian, pasangan hidup, kesembuhan, atau jawaban doa lainnya. Dalam zaman yang serba cepat seperti sekarang, penantian terasa seperti sebuah beban, yang tak jarang dipenuhi ketidakpastian dan kecemasan. Kita ingin sesuatu terjadi sekarang juga. Namun kita cenderung melupakan bahwa penantian bukan sekadar waktu jeda pasif, melainkan proses aktif yang membentuk karakter dan menguji keyakinan kita. Di sanalah iman benar-benar dipertajam: bukan ketika janji digenapi, melainkan ketika kita tetap setia menunggu pemenuhannya.
Mazmur 119:41–50 menggambarkan pergumulan seorang yang hidup dalam ketegangan serupa. Secara sastra, bagian ini merupakan segmen abjad Ibrani waw dan zain dalam struktur akrostik Mazmur 119, sebuah puisi yang tertata rapi mengikuti urutan abjad Ibrani. Hal tersebut menegaskan bahwa perjalanan iman memiliki ritme dan tatanan ilahi, bahkan ketika hidup terasa begitu kacau. Secara historis, pemazmur berada dalam situasi tekanan sosial: ia dicemooh, diperlakukan tidak adil, dan mungkin dihadapkan pada otoritas yang tidak menghargai kebenaran. Namun iman pemazmur tidak goyah, ia berharap pada Tuhan yang setia, “Ingatlah akan firman yang Kaukatakan kepada hamba-Mu, olehnya Engkau membuat aku berharap” (ay. 49).Dalam penantian, ia tetap menjalankan ketaatan, yaitu dengan memegang hukum Tuhan, berani bersaksi di hadapan raja tanpa malu, dan menjadikan firman sebagai penghiburan dalam sengsara. Dengan kata lain, ia tidak berhenti melangkah hanya karena jalannya tampak gelap. Pemazmur menunjukkan sebuah spiritual resilience (ketangguhan spiritual), ketangguhan batin yang muncul dari kepercayaan kepada Allah. Harapan yang berakar pada janji ilahi dapat mengurangi kecemasan dan memulihkan rasa percaya di tengah situasi yang tidak dapat dikendalikan. Pada sisi lainnya, penantian yang diisi dengan keyakinan dan ketaatan bukanlah beban, melainkan proses pemulihan mental dan spiritual.
Menanti janji adalah seni, termasuk menanti janji Tuhan. Dalam proses penantian janji Tuhan, muncullah keindahan batin yang terbentang layaknya seni yang begitu indah. Seni untuk terus percaya meski belum melihat hasilnya. Seni untuk tetap setia saat jalan masih tertutup. Seni untuk hidup dalam janji yang belum tergenapi, sembari yakin bahwa Tuhan yang berjanji adalah Tuhan yang setia. Maka, sambil menunggu, biarlah kita tetap melangkah, sebab Dia tidak pernah meninggalkan pekerjaan tangan-Nya.
























