Terdapat sebuah istilah yang kerab dilontarkan pada saat terjadi ketidakdilan di tengah masyarakat, yakni ‘hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas’. Maksud dari perkataan itu merujuk kepada pemberlakuan hukum yang terlalu menekan orang tertindas/kecil/miskin/lemah, namun tidak dapat menggapai orang-orang yang jauh lebih berkuasa. Hal ini tentu menjadi sebuah bentuk kecacatan sistem hukum yang dimulai dari cara pandang dan sikap para pelaksana hukum itu sendiri. Itulah mengapa, di dalam perikop ini kita melihat kemunculan persyaratan yang sekaligus menjadi pembentukan karakter yang dilakukan oleh Musa bagi para calon pemimpin umat Israel.
Musa dengan tegas memberikan kategori orang-orang yang dapat diperhitungkan sebagai pemimpin umat, yaitu mereka yang bijaksana dan berpengalaman. Artinya, seorang pemimpin yang baik perlu memiliki modal pengetahuan, cara pandang yang luas dan pengalaman hidup yang turut membentuk karakter dirinya. Kemudian, Musa melanjutkan wejangannya dengan memberikan pengingat atau pegangan etis bagi mereka untuk menjalankan perannya sebagai pemimpin, yakni memberikan keadilan tanpa pandang bulu, tanpa memerhatikan status maupun kelas perekonomiannya. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasi sejumlah orang, melainkan sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya kondisi ‘hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas’ di tengah umat Israel. Bahkan, secara lebih serius Musa menambahkan dengan berkata, “pengadilan adalah kepunyaan Allah” dengan tujuan menegaskan kepada para calon pemimpin umat bahwa mereka tidak hanya bertanggung-jawab di hadapan manusia, tetapi secara langsung berhadapan dengan Allah.
Sahabat Alkitab, tindakan Musa dalam perikop ini sangat berguna untuk dikembangkan sebagai dasar teologi dari sebuah proses persiapan dan pembentukan kepemimpinan yang bertanggung-jawab kepada TUHAN. Pada dasarnya, Musa sedang mengajarkan tentang arti dari sebuah peran dan mengapa kita perlu menjalankannya secara efektif sebagai bagian dari hidup beriman. Bahkan, penegasan tentang nilai sikap menilai yang tanpa pandang bulu perlu menjadi bagian yang terintegrasi pada diri setiap orang percaya. Kita tidak mesti menunggu formalitas jabatan seorang pemimpin untuk menumbuh-kembangkan cara pandang yang objektif dan menjunjung keadilan. Bahkan, setiap keluarga yang percaya kepada TUHAN perlu mendidik setiap anak-anak yang ada di dalamnya untuk memiliki kepekaan berkeadilan agar mereka mampu bertumbuh menjadi suluh-suluh keadilan yang mendatangkan damai sejahtera TUHAN bagi dunia.