“Habis manis, sepah dibuang” nampaknya sangat relevan untuk menggambarkan kritikan yang muncul pada nyanyian Musa mengenai perilaku umat Israel yang jauh dari kesetiaan kepada Tuhan. Setelah segala kelimpahan dan kenikmatan materiel beserta segala jaminan dan ketentraman iman yang Tuhan telah sediakan, mereka justru berlaku sembarangan kepada Tuhan. Yesyurun yang telah gemuk dan kuat itu justru menendang dan berpaling dari Sang Gembala yang telah memelihara dan melindunginya sejak awal.
Sahabat Alkitab, kebanyakan manusia tentu ingin hidup dalam berkecukupan, bahkan tidak sedikit pula yang mengejar kelimpahan. Pada intinya, hampir setiap insan menginginkan kenyamanan dalam hidupnya. Hal ini memang bukanlah perkara yang salah. Namun, terdapat aspek yang begitu penting untuk kita kritisi secara serius, terlebih lagi dengan berefleksi pada Yesyurun tambun yang berubah lalim kepada Tuhan di dalam nyanyian iman Musa ini. Salah satu nilai pembelajaran yang perlu kita sadari dari hal ini adalah kelimpahan memang dapat menghadirkan rasa aman dan nyaman, tapi juga dapat berubah menjadi celah kelaliman yang menggiring manusia untuk mengkhianati kesetiaan Tuhan.
Sebagai umat Tuhan kita membutuhkan kerendahan hati dan ketulusan dalam menjalani relasi iman bersama-Nya. Kita percaya bahwa Ia tidak akan meninggalkan kita dan selalu menggiring kita untuk hidup dalam perlindungan serta penyertaan-Nya. Anggapan bahwa menjalani hidup yang lebih mudah dibanding hidup di tengah kenyamanan juga tidak serta-merta benar. Semua itu tergantung pada cara kita merespons setiap momen dan situasi hidup yang ada,termasuk juga perihal kenyamanan dan kelimpahan. Jangan sampai kita terlena oleh beragam kenikmatan hingga justru berubah menjadi umat yang congkak dan lalim kepada Tuhan, Sang Gembala, Sang Pemelihara yang sejati.