Saat tiba di pegunungan Petra ingatan saya kembali ke saat usia saya memasuki angka belasan tahun, yaitu ketika pertama kali saya tahu tentang Petra dari buku yang dihadiahkan kakek saya saat beliau kembali dari Jordania. Buku dwibahasa Inggris dan Jerman itu sangat mengesankan sehingga saya berangan-angan suatu saat ingin mengunjungi Petra.
Petra adalah sebuah kota yang tersembunyi di antara deretan pegunungan batu yang menjulang tinggi. Terletak di ujung ngarai Siq yaitu di daerah selatan Jordania. “Kota tersembunyi” itu memang terpencil jauh dari keramaian kota Amman yang terus berkembang dalam modernisasi.
Pada tahun 2007 lalu Petra dinobatkan oleh New Open World Corporation - sebuah lembaga swasta nonprofit sebagai salah satu dari 7 Keajaiban Dunia hasil pilihan 100 juta orang dari berbagai negara. Enam nama lain yang terpilih yaitu Chichen Itza di Yucatan (Mexico), Christ the Redeemer di Rio de Janeiro (Brazil), The Great Wall di China, Machu Pichu di Cuzco (Peru), The Roman Colloseum di Roma (Italia), Taj Mahal di Agra (India).
Kota Petra dikenal juga dengan nama the Red Rose City karena deretan pegunungan batunya yang menjulang tinggi itu terbentuk dari lapisan-lapisan batuan granit merah kehitaman yang sangat indah.
Banyak wilayah geografis di Petra yang dicatat dalam Alkitab khususnya yang berhubungan dengan Nabi Musa dan Harun, misalnya Wadi Mousa dan Jebel Haroun. Dalam perjalanan bangsa Israel dari Mesir menuju Tanah Perjanjian mereka melewati wilayah Petra. Alkitab menceritakan daerah itu sebagai bagian dari kekuasaan orang Edom.
Pada abad 4 SM wilayah Petra dikuasai oleh orang-orang Nabatea yaitu orang-orang Arab yang hidupnya sering berpindah-pindah (semi nomadic). Mereka mulanya tinggal di pegunungan itu untuk berlindung dari kejaran musuh sebab lingkungan alamnya sangat mendukung sebagai benteng alami kehidupan komunitas mereka. Namun akhirnya mereka cukup lama menetap di tempat itu dan mendirikan sebuah kota dengan memahat gunung-gunung batu yang tinggi menjadi hunian kompleks pemukiman mereka.
Bentuk bangunan di Petra tidak umum seperti bangunan rumah di daerah Timur Tengah lainnya. Rumah dan berbagai bangunan di sana sangat unik karena dipahat pada dinding-dinding gunung batu yang tinggi. Ruangan-ruangannya dibuat dengan melubangi dinding-dinding batu yang luar biasa besar, bahkan ada yang membuat ruangan di bawah tanah. Dengan teknologi peralatan yang tidak semodern sekarang tentu saja suku Nabatea cukup sulit dalam membuat tempat hunian mereka. Rata-rata rumah-rumah di Petra dibuat di tempat yang tinggi mungkin untuk keamanan.
Salah satu bangunan yang terindah ialah El Deir, berupa sebuah ruang pertemuan untuk memberikan korban bagi Obodas raja orang Nabatea. El Deir memiliki beberapa ruangan di dalamnya dan dari penggalian arkeologi yang masih berlangsung ditemukan ruangan-ruangan lainnya di bawah bangunan utama. Di dinding dalam ruangan El Deir terdapat gambar-gambar salib dan inskripsi sehingga orang sering menyebutnya bangunan biara, sedangkan di dinding luar berukir bentuk manusia dan binatang-binatang seperti sapi. Di antara pemukiman itu ada bangunan mirip dengan colloseum di Roma. Berabad-abad Kota Petra menjadi pusat perdagangan daerah timur dekat, hingga dikuasai Roma pada tahun 106 M, dan secara misterius kota itu seperti tak dikenal lagi hingga ditemukan kembali berabad-abad kemudian.
Lokasi kompleks pemukiman itu kira-kira 2 km dari jalan raya. Bagi yang tidak sanggup berjalan jauh di terik matahari tidak usah kuatir karena di dekat pintu gerbang taman wisata itu tersedia kendaraan tradisional yang bisa disewa yaitu unta dan delman yang ditarik kuda. Unta hanya bisa disewa sampai di mulut jalan ke pegunungan Petra dan selanjutnya kita harus berjalan kaki lagi sekitar 1,5 km menuju situs pemukiman. Sedangkan delman bisa disewa untuk 2 orang dari pintu gerbang ke situs pemukiman, lalu berkeliling situs hingga kembali lagi ke gerbang. Untuk yang suka berjalan santai, sebaiknya tidak melewatkan kenikmatan memandangi keindahan gunung-gunung batunya yang warna-warni menjulang tinggi. Mungkin keindahannya itulah yang menyebabkan Petra telah menyisihkan Candi Borobudur di seleksi 7 keajaiban dunia tahun 2007.
Sambil berjalan santai jangan lupa tetap waspada karena cukup banyak ‘ranjau’ kotoran kuda yang bertebaran di sepanjang jalan. Sebenarnya pengelola secara periodik selalu membersihkannya dengan menempatkan petugas kebersihan di setiap jarak tertentu, tapi banyaknya jumlah delman yang mondar mandir sepertinya tak sebanding dengan jumlah petugas kebersihannya.
Kini Petra menjadi salah satu sumber devisa penting bagi Kerajaan Jordania. Fasilitas turis di negara ini cukup baik. Hotel cukup banyak dalam berbagai kelas serta jalan raya yang bagus. Bagi pemburu souvenir khas Jordania, botol berisi pasir/batuan lembut warna-warni yang ditata menjadi lukisan pemandangan alam, bisa diperoleh di toko hotel maupun di toko sepanjang jalan raya sekitar Petra.
Selain situs Petra yang unik kita juga bisa melihat keunikan lain khas Jordania yaitu tembok-tembok rumah di Kota Amman dan sekitarnya terbuat dari batu alam berwarna abu-abu kebiruan. Tak ada satu pun rumah yang berwarna lain. Kenapa? Ternyata pemerintah Jordania punya peraturan siapa pun yang akan membangun rumah besar maupun kecil diwajibkan menggunakan bahan batu alam yang sama untuk dinding bangunannya dan tidak diperbolehkan mengecat tembok sesukanya. Jadi jangan coba-coba bisnis ekspor cat tembok ke Jordania.
(ratna yuli wulandari)