"Asal ada gula Sabu, kami bisa hidup." ungkapan Ama (Bpk red) Rafael Djari, 77 tahun, putra Sabu yang telah lama keluar dari Pulau Sabu, menjelaskan kepada tim LAI. Ama Rafael mewakili Komunitas Panitia Do Hawu. Bersama saudara-saudara Suku Sabu dari berbagai wilayah di tanah air, mereka berdoa, mewartakan dan menggalang dana untuk menghadirkan 3.000 eksamplar Kabar Baik Bergambar dalam Bahasa Sabu, Li Ped’iri Wo Ie, Nga Gaba untuk anak-anak yang mendiami pulau seluas 460,47 km2 tersebut. Kabupaten Sabu Rajua sendiri baru mekar 15 tahun lalu.
Sejauh mata memandang kita melihat sebagaian besar tanahnya kering dan hanya beberapa titik saja di mana ada mata air atau waduk dengan beberapa tanaman hijau. Sebagian besar masyarakat Sabu beragama Kristen (99%), namun tidak sedikit juga masih terdapat penganut kepercayaan Jingi Tiu, kepercayaan lama masyarakat Sabu sebelum agama Kristen masuk kawasan ini. Upaya untuk terus mewartakan Firman Tuhan dalam bahasa ibu dilakukan LAI beker jasama dengan para mitranya.
Tepatnya 5 tahun lalu LAI berencana untuk menerjemahkan dan menerbitkan Kabar Baik Bergambar dalam Bahasa Sabu. Rencana ini dituangkan LAI ke dalam buku Dukungan bagi Kabar Baik di Indonesia. Rencana ini telah menggerakkan hati Ama Rafael Djari, yang kemudian mengajak beberapa saudara-saudara suku Sabu lainnya. Faktanya sampai hari ini masih banyak masyarakat Sabu yang belum mengenal Kristus. Di samping itu anak anak masih menggunakan bahasa ibunya dalam percakapan sehari-hari. “Kalau bicara dalam Bahasa ibu kami fasih, namun kalau membaca sedikit terbata-bata, karena kesulitan untuk melafalkan. Jadi penerbitan KBB berbahasa Sabu sangat membantu” Ungkap Pdt Hery Fredik yang melayani sebagai Ketua Klasis GMIT Wilayah Sabu Barat. Menghadapi tantangan global dengan teknologi informasi yg kian berkembang ,dimungkinkan terjadi erosi pengikisan budaya dan nilai-nilai kebaikan Suku Sabu, termasuk di antaranya bahasa daerah. Dengan demikian penerbitan Li Ped’iri Wo Ie ini mempunyai dua fungsi. Yang pertama, sebagai upaya mengenalkan nilai-nilai Kitab Suci kepada anak-anak Sabu sejak dini. Dengan mengenal kisah-kisah Alkitab sejak dini, anak-anak diajak untuk rajin membaca Alkitab dan menjadikan Alkitab sebagai sumber inspirasi dan penuntun dalam kehidupan sehari-hari. Yang kedua, dengan membaca Li Ped’iri Wo Ie, anak-anak Sabu diajak untuk mencintai bahasa dan budayanya sendiri dan membaca firman Tuhan dalam bahasa yang dekat dengan mereka sehari-hari. Dengan mencintai budaya dan bahasanya, diharapkan bahasa dan budaya Sabu lestari dari generasi ke generasi. Yang terakhir, penerbitan Li Ped’iri Wo Ie juga sebagai tanda perhatian kasih dan penghargaan kepada warga Sabu Raijua.
“Inilah dasar panggilan iman kami, agar menjadi garam dan terang dunia dan sebagai panggilan sosial budaya karena kami berhutang budi pada negeri Sabu Raijua yang sudah melahirkan dan mendewasakan warganya. Selanjutnya kami menghimbau kepada warga Sarai yang tersebar di beberapa kota di Indonesia,kemudian kami berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Sabu Raijua untuk mendukung program tersebut,”tegas Ama Rafael.
Komunitas Panitia Do Hawu dan LAI, selama beberapa tahun berjuang bersama menghimpun dukungan dari kalangan masyarakat Sabu yang tersebar di berbagai penjuru Nusa Tenggara Timur ataupun di berbagai kota di Nusantara, maupun mitra-mitra LAI yang berasal dari berbagai gereja.
Peluncuran KBB Sabu dilaksanakan pada ibadah pembukaan Sidang Raya Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) di gedung GMIT Center Sabu Tengah. Selain KBB Sabu diluncurkan juga beberapa buku yang akan memberkati pelayanan gereja khususnya di Pulau Sabu Raijua pada tanggal 11 Oktober 2023. Acara persidangan dan peluncuran dihadiri oleh Bupati, Wakil Bupati, Sekda, Ketua dan Wakil Ketua DPR, utusan dari Bimas Kristen, ketua sinode tetangga, pimpinan dari mitra GMIT, utusan dari 52 Klasis se sinode GMIT dengan jumlah sekitar 1.000 sampai 1.200 orang.
Tema persidangan GMIT kali ini adalah, “Lakukan Keadilan, Cintai Kesetiaan dan Hidup Rendah Hati di Hadapan Allah” (Mikha 6:8). Melalui tema ini hendak mengingatkan GMIT bahwa cinta kasih kepada Tuhan pertama-tama adalah beribadah kepada-Nya tetapi serempak dengan itu kita harus menjadi gereja yang melakukan keadilan baik keadilan sosial, ekonomi, maupun ekologis. Di hari kedua, LAI sebagai mitra Sinode GMIT menyampaikan sapaan yang dalam hal ini disampaikan dalam bentuk video oleh ketum LAI dan secara lisan oleh Ibu Erna Yulianawati, Kepala Depertemen Komunikasi dan Pengembangan Kemitraan LAI.
Setelah itu, dari tanggal 12-15 Oktober Tim LAI menyapa anak-anak dan orangtua di beberapa titik di Sabu Barat, Sabu Timur dan Pulau Raijua. Puji Tuhan semua berjalan baik. Selain 3.000 KBB Sabu, kami juga menyampaikan 2.000 Alkitab anak, 900 Alkitab untuk remaja, 100 Alkitab Edisi Studi dan 2.000 Alkitab terjemahan baru edisi 2. Sambutan yang positif dari umat Tuhan memberi energi positif bagi tim LAI.
Dari pengalaman diatas, kami berharap LAI terus melakukan program-program seperti ini, dan memperkuat kemitraan dengan komunitas-komunitas sosial budaya dari berbagai etnis, pemerintah daerah, dan tentu saja gereja-gereja sebagai pengguna terbitan LAI. Melalui penerjemahan dan penerbitan Alkitab maupun bacaan-bacaan rohani dalam bahasa daerah, LAI ikut merawat dan melestarikan bahasa daerah dan budaya di Nusantara.
Demikianlah sekilas kisah pengalaman perjalanan bermisi bersama LAI. Terima kasih banyak untuk setiap mitra dan umat yang mendoakan pelayanan LAI setiap hari, mewartakan dan berdonasi bagi pekerjaan Tuhan melalui LAI. Terima kasih kepada LAI atas pelayanannya yang tulus, khususnya di tengah-tengah masyarakat Sabu Raijua.Tuhan Yesus memberkati.
Salam kasih.
Kupang 17.10.23.
Penasehat Panitia KBB Do Hawu .
Rafael Djari/ey