Semua bermula di pesta Natal dua tahun yang lalu, dan mencapai puncaknya dengan peluncuran Alkitab Braille pertama di Acholi pada 20 November 2021. Pada 19 Desember 2019, Lembaga Alkitab Uganda mengumpulkan para pemimpin gereja dan orang-orang tunanetra untuk mengadakan persekutuan dan perayaan Natal sembari membagikan kado Natal buat sahabat-sahabat tunanetra. Ini sebagai bagian dari misi Lembaga Alkitab untuk menghadirkan Alkitab bagi semua orang, termasuk di dalamnya para penyandang disabilitas penglihatan. Lembaga Alkitab Uganda juga mengadvokasi baik pemimpin gereja maupun penyandang disabilitas netra agar gereja ke depannya memberi ruang bagi keterlibatan kaum disabilitas netra dalam kegiatan peribadahan maupun pelayanan.
Selama pesta Natal itu, Lembaga Alkitab mengundang para tamu tunanetra untuk membacakan Alkitab Braille dalam bahasa Inggris dengan suara keras. Para pemimpin gereja terkesan dan terinspirasi, dan tak lama kemudian sejumlah gereja mulai meminta penyandang disabilitas penglihatan untuk menjadi pembaca Alkitab di gereja mereka.
Sekitar setahun setelah pesta Natal tersebut, di Wilayah Utara, Uskup Johnson Gakumba mengumpulkan orang-orang dari berbagai penjuru untuk menghadiri kebaktian penahbisan pendeta dari empat distrik. Ratusan orang datang dengan naik truk. Dalam ibadah penahbisan itu Uskup Johnson meminta seorang tunanetra untuk membaca salah satu bagian dari Kitab Suci.
Lembaga Alkitab menghadirkan Patrick Owiyo. Ia seorang yang penuh semangat dan mau mempersiapkan diri untuk tugas pelayanannya. Saat ibadah dimulai Patrick pun menyadari bahwa ibadah pada hari itu dilangsungkan dalam bahasa setempat, Acholi, termasuk di dalamnya sebagian besar bacaan Kitab Suci dan juga khotbah hari itu. Seementara, Patrick harus membaca dalam bahasa Inggris, meskipun sehari-harinya ia juga penutur bahasa Acholi, karena hingga saat itu hanya Kitab Braille dalam bahasa Inggris yang tersedia di Uganda.
Sebuah benih telah ditanam
Ketika gilirannya tiba, Patrick meminta maaf kepada seluruh jemaat, karena ia membaca dalam bahasa Iggris. Namun, semuanya berjalan dengan lancar dan mereka semua bertepuk tangan ketika Patrick selesai membaca, terkesan dengan kemampuan Patrick membaca Alkitab Braille dalam bahasa Inggris. Bagi Patrick, sebuah benih telah ditanam. Tak lama sesudah peristiwa itu Patrick menemui Uskup Gakumba dan Lembaga Alkitab Uganda untuk menanyakan apakah ada yang bisa dilakukan untuk membantu umat Kristen Acholi yang tuna netra agar bisa mengakses Kitab Suci Braille dalam bahasa mereka. Sekitar 1,6 juta orang di Uganda Utara dan sebagian Sudan Selatan berbicara dengan bahasa Acholi.
Tidak lama setelah kebaktian penahbisan pendeta, semakin banyak gereja lokal di seluruh wilayah Uganda Utara yang mengundang para tunanetra untuk melakukan pembacaan Alkitab dalam kebaktian menggunakan bahasa Acholi, bahasa ibu mereka. Senang karena dipercaya dan dilibatkan, Patrick dan para pembaca Braille lainnya menghabiskan latihan berhari-hari sebelum persiapan kebaktian. Mereka akan meminta teman atau anggota keluarga yang dapat melihat untuk membaca bagian Kitab Suci dalam bahasa Acholi, kemudian para tuna netra menyalinnya secara manual ke dalam Braille pada selembar kertas menggunakan Perkins Brailler atau Brailler batu tulis plastik dan pena stylus.
Permintaan yang jelas
Prosesny tidak semudah menceritakannya, cukup rumit dan jika referensi Kitab Suci yang salah diberikan atau harus diubah dalam waktu singkat, akan sulit atau bahkan tidak mungkin untuk menyesuaikannya dalam Braille. Mengetahui kebutuhan dan permintaan yang jelas terhadap Kitab Suci Braille dalam bahasa Acholi, Lembaga Alkitab Uganda mulai bekerja sejak awal Maret 2021 untuk menyalin seluruh Alkitab Acholi ke dalam aksara Braille.
Saat proses transkrip ke dalam aksara Braille selesai, Lembaga Alkitab meminta beberapa warga disabilitas netra Acholi untuk membantu mengoreksi teks Kitab Suci. Setelah beberapa kali pengecekan naskah, akhirnya pada 20 November 2021, Alkitab Braille lengkap pertama dalam bahasa Acholi diluncurkan di kota Gulu. Ratusan orang berkumpul untuk menyambutnya.
“Sulit bagi mereka untuk menyembunyikan kegembiraan mereka, banyak yang terus bersorak keras dan menari serta memegang Alkitab Braille Acholi,” kenang Alfred Angudubo, Kepala Perwakilan Lembaga Alkitab Uganda di Acholi.
Seorang murid sekolah tunanetra, Peter Angelo, termasuk di antara kerumunan yang bersemangat. Ia menceritakan bagaimana tidak adanya akses terhadap Firman Tuhan telah menyebabkan banyak orang seusianya ’tersesat’. Ia sangat gembira karena sekarang dapat membaca sendiri Alkitab dalam bahasanya.
“Ini akan membantu saya untuk semakin memahami dan mengetahui bagaimana menjelaskan Firman Tuhan dalam bahasa Luo (nama lain Acholi),” dia tersenyum.
Denis Komakech, yang membantu mengoreksi Kitab Suci Braille Acholi, menggambarkan upaya Lembaga Alkitab dalam menyediakan Kitab Suci Braille dalam bahasa lokal sebagai hal yang “penting” karena membantu mengubah persepsi tentang penyandang tunanetra.
“Dengan kehadiran Alkitab Braille Acholi ini kita akan memiliki kesempatan untuk membacakannya di gereja-gereja dan masyarakat akan mulai melihat nilai dan peran dari orang-orang tunanetra,” ujarnya.
Richard Todwong, Sekretaris Jenderal Gerakan Perlawanan Nasional (partai yang berkuasa di Uganda) hadir dalam peluncuran tersebut dan menyatakan dukungannya terhadap pelayanan Braille dari Lembaga Alkitab Uganda.
”Sebagai seorang Kristen, saya gembira karena kehadiran Alkitab Braille ini menghubungkan orang Kristen secara spiritual….Selama ini kaum disabilitas harus bergantung pada orang yang membacakan dan menafsirkan Alkitab untuk mereka, tetapi sekarang mereka akan membaca dan menafsirkannya sendiri.”
“Kami berharap setiap warga Uganda memiliki Alkitab dalam bahasa yang mereka mengerti dan dalam format atau media yang mereka kuasai,” tutur Sekretaris Jenderal Lembaga Alkitab Uganda, Simon Peter Mukhama, sambil menunjukkan bahwa Lembaga Alkitab Uganda sejauh ini telah menyediakan Alkitab Braille lengkap dalam beberapa bahasa, yaitu: bahasa Inggris, Luganda, Runkanyore-Rukiga dan Acholi. Namun, ia menekankan bahwa dukungan diperlukan karena Kitab Braille mahal: satu Alkitab Braille lengkap terdiri dari 40 jilid besar, dan biaya pencetakannya sekitar US$600 (sekitar Rp. 9,3 juta).
Sebuah keputusan penting dalam hidupnya Adapun Patrick Owiyo, orang yang pertama kali melakukan pendekatan kepada Lembaga Alkitab tentang perlunya Alkitab Braille dalam bahasa Acholi, kini secara rutin mengunjungi Kantor Lembaga Alkitab Cabang Acholi untuk membaca Kitab Suci Braille Acholi. Pengalaman berjumpa Allah melalui Kitab Suci membawanya mengambil keputusan penting dalam hidupnya.
“Yang paling mengharukan dari seluruh cerita ini adalah keputusan Patrick untuk mengambil sekolah pendeta, menyusul tawaran dari Uskup Gakumba,” komentar Alfred. ”Terinspirasi oleh karya Alkitab Braille Acholi, Patrick sedang dalam perjalanan untuk menjadi pemimpin gereja penyandang disabilitas mata pertama di Uganda yang ditahbiskan.”
Diterjemahkan dari:
unitedbiblesocieties.org