Berbicara tentang siapa yang pemilik tanah Kanaan merupakan sebuah teka-teki yang memiliki implikasi luas hingga saat ini. Sekitar tahun 9000 SM sudah ada tanda-tanda kehidupan di kota Yerikho, sebuah kota yang terletak di Kanaan, yang pada masa kini lebih dikenal sebagai Palestina. Sekitar abad 16 SM sd. 13 SM daerah tersebut sudah dikuasai oleh Mesir. Pada zaman itulah Abraham dan keluarga besarnya tinggal sebagai pendatang yang berasal dari Ur. Tidak diketahui dimana lokasi persisnya kota Ur ini, namun jika dilihat melalui peta sejarah, pada zaman ini kota Ur kira-kira terletak di wilayah Irak.
Seperti yang kita ketahui dari Alkitab, motivasi Abraham menuju Kanaan merupakan bentuk ketaatannya kepada Tuhan. Tuhan sendiri yang telah menjanjikan baginya sebuah tanah untuk dihuni, khususnya bagi keturunannya yang akan menerima janji berkat. Tanah Kanaan meliputi Libanon, Yordan, Sinai, dan daerah yang saat ini menjadi sengketa antara Israel dengan Palestina.Ketika tiba di Kanaan, ia berhadapan dengan bangsa-bangsa yang sudah lama menghuni tanah tersebut. Namun Abraham tidak pernah menggunakan kekerasan dalam proses perpindahan ke tanah tersebut. Tidak ada upaya untuk menaklukkan bangsa-bangsa yang menempati tanah itu, sebaliknya ia melakukan negosiasi dan membeli beberapa bidang tanah disana. Upaya yang dilakukan oleh Abraham adalah jalan damai dan asimilasi. Ia sangat berhati-hati agar tidak memprovokasi bangsa-bangsa di tanah tersebut.
Beberapa masa kemudian, bangsa Israel keluar dari tanah Kanaan karena terjadi kelaparan hebat. Mereka pergi ke Mesir, dan singkat cerita mereka kembali lagi ke Kanaan dengan cara yang berbeda dengan cara yang dilakukan oleh Abraham. Pada masa dinasti Daud, era Israel bersatu, wilayah Israel menjadi semakin luas akibat upaya-upaya penaklukan yang dilakukan oleh Raja Daud. Israel semakin berjaya di bawah kepemimpinan raja Salomo. Sayangnya kondisi tersebut tidak berlangsung lama, setelah masa kejayaan Salomo Israel terbelah menjadi dua kerajaan. 10 suku memisahkan diri menjadi kerajaan Israel Utara, dan 2 suku meneruskan dinasti Daud di Israel Selatan/Yehuda.
Tak lama setelah perpecahan kerajaan Israel ini, kerajaan Israel Utara dikuasai oleh Asyur, sehingga umat tak memiliki hak atas tanah yang ditinggali. Lalu sekitar 1 abad kemudian, ketika imperium Asyur dikuasai oleh Babel, wilayah Yehuda ikut dikuasai oleh Babel dan tanah tersebut beralih ke tangan Babel. Pada masa kemudian muncullah kerajaan Persia yang menjadi penguasa, lalu abad 4 SM tanah yang ditempati orang-orang Israel berpindah kepemilikan lagi ke tangan Yunani. Hingga di zaman Perjanjian Baru kepemilikan ‘tanah perjanjian’ tersebut terus berubah-ubah. Pada masa Perjanjian Baru, daerah yang saat ini kita kenal sebagai Palestina merupakan daerah yang tidak memiliki kedaulatan sendiri, karena praktis merupakan daerah jajahan dari imperium Romawi. Namun ada satu periode di zaman sebelum Perjanjian Baru, ketika kaum Makabe berhasil melakukan pemberontakan atau perang kemerdekaan. Bangsa Israel/Yudea di bawah kepemimpinan keluarga Makabe sempat memiliki kemerdekaan dan mengatur bangsanya sendiri sekitar 80 tahun lamanya. Setelah itu datanglah Pompeius Magnus dan merebut tanah tersebut.
Melalui kisah panjang ini kita belajar tentang hak milik tanah yang berpindah-pindah tangan. Sehingga bagi orang Yahudi sendiri tidak mudah untuk mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan hak eksklusif milik mereka. Tanah yang ditempati merupakan pemberian imperium-imperium yang menguasai mereka, dan situasi ini berlangsung terus-menerus. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memperjuangkan kembali tanah itu tidak pernah mudah, karena imperium Romawi memiliki kekuatan militer yang sangat besar. Catatan sejarah menyebutkan sebuah tragedi terbesar terjadi saat Yerusalem jatuh ke tangan tentara Romawi, pada tahun 70, di bawah pimpinan jendral Titus, tragedi tersebut membuat orang Yahudi masa itu menyadari bahwa mereka perlu melihat kembali identitas diri mereka. Sebuah tragedi besar terjadi lagi pada awal abad ke-2, muncul pemberontakan yang sangat besar dipimpin oleh Bar Kokhba. Pemberontakan ini dipicu oleh kebijakan Romawi yang akan membangun sebuah kota baru, Aelia Capitolina, di Yerusalem untuk dijadikan tempat pemujaan dewa Jupiter. Penduduk setempat, orang-orang Yahudi, diusir dari Yerusalem sehingga mereka akhirnya harus tersebar ke berbagai tempat.
Fakta-fakta sejarah di atas menunjukkan betapa sulitnya bagi kita untuk mendasarkan kepemilikan tanah hanya berdasarkan pada apa yang dikatakan Alkitab saja. Memang Allah menjanjikan sebuah tanah bagi bangsa Israel, tetapi dalam fakta sejarah tanah itu lepas, berpindah-pindah tangan dari satu kekuasaan hingga kekuasaan lain. Bahkan ketika Kaisar Konstantinus sebagai kaisar pertama yang memeluk agama kristen dan meresmikan agama kristen sebagai agama negara, kita menemukan catatan menarik bahwa ternyata mereka tetap saja tidak memberikan otonomi/hak atas tanah bagi orang Yahudi. Tidak bisa dipungkiri bahwa tanah tersebut selalu lepas dari waktu ke waktu. Bangsa Yahudi, bangsa yang tidak bertanah ingin mencari tanah yang tidak berbangsa. Cita-cita utama mereka adalah mengembalikan batas-batas kerajaan yang ada pada masa Daud.
Dimanakah di dunia ini terdapat tanah tidak berbangsa? Apakah Alkitab dapat digunakan untuk membenarkan tindakan ini?
Yuk, dalami selengkapnya di sini