Di setiap tingkungan zaman, umat manusia diperhadapkan pada pilihan-pilihan dan keputusan-keputusan yang menentukan jalan hidupnya. Tak terkecuali, pada masa kini di tengah fenomena hidup yang bergerak serba cepat ke segala arah, manusia dapat salah melangkah dan mengambil keputusan yang salah tentang dirinya, tujuan hidupnya, dan hal-hal yang paling bernilai baginya. Sebagai contoh, banyak yang terjebak untuk memperoleh uang dengan secepat-cepatnya sampai-sampai terjerat dalam judi online atau terperangkap dalam investasi bodong. Ketika informasi berseliweran lewat media sosial dengan imaji-imaji yang serba memikat betapa mudahnya orang terpengaruh untuk menguras kantong dan bahkan berani berutang demi mengongkosi gaya hidup.
Tidaklah kebetulan bila dalam kitab Amsal sampai dua kali diingatkan: Ada jalan yang kelihatan “lurus”, tetapi ujungnya menuju maut (Ams 14:12; 16:25). Khazanah hikmat yang sangat kuno ini ternyata tidak usang oleh zaman dan mengingatkan kita pada ranjau-ranjau yang tersebar di sepanjang jalan hidup kita. Sekarang ini, ketika akses pada jaringan komunikasi tersedia nyaris tanpa batas, sulit membayangkan hidup tanpa menggunakan “smart phone”. Namun, fasilitas yang semakin “powerful” ini terbukti dapat menguras waktu dan perhatian kita sampai-sampai menjadi kecanduan dan berada di dalam cengkeraman “power”nya. Bagaimana kita tetap dapat memanfaatkan semuanya itu tanpa kehilangan iman dan nilai-nilai yang mendasar dalam hidup kita?
Kita membutuhkan “seni hidup” yang teruji lintas-zaman untuk membedakan mana yang sungguh-sungguh benar dan mana yang kelihatannya saja benar; mana yang sungguh-sungguh penting dan mana yang sebenarnya kurang penting atau tidak penting sama sekali. Di berbagai belahan dunia kita, telah lama terpelihara khazanah hikmat yang menolong masyarakat untuk memiliki “seni hidup” dalam menyikapi berbagai persoalan. Demikian pula, dalam kitab Amsal, kita mendapat warisan berharga yang sumbernya bukan hanya dari lingkungan Israel tetapi juga dari dunia sekitarnya. Sebagai contoh, hikmat Amenemope dari Mesir kuno mengatakan, “Jangan bersusah payah mencari kekayaan. Barang curian yang dibawa kepadamu tidak akan bermalam denganmu. Seperti angsa, semua itu menjadi bersayap dan terbang ke angkasa”. Betapa sejajarnya ujaran hikmat ini dengan salah satu amasal (Ams 23.4-5)!
Tahun 2025, LAI mengajak gereja-gereja dan berbagai kalangan pengguna Alkitab untuk kembali menggali dan menimba hikmat dari sumur inspirasi yang tersedia dalam Kitab Suci. Dalam Amsal 8, Hikmat dipersonifikasi sebagai Perempuan yang berseru-seru di jalan-jalan, gerbang-gerbang kota, tempat-tempat tertinggi, segala ruang yang dilintasi orang-orang yang berlalu lalang (8:1-3). Pada masa kini, ia dapat dibayangkan berseru-seru di segala sudut ruang perjumpaan anak-anak manusia: di rumah, pasar tradisional dan bursa saham, panggung politik, ruang pengadilan, lembaga pendidikan, warung kopi, tempat ibadah hingga ruang-ruang virtual yang tak mengenal batas teritorial lagi.
Apa yang diserukannya? Hikmat dan didikan lebih utama daripada permata (8:10-11). Sumbernya tetaplah “takut akan Tuhan” yang mempunyai implikasi-implikasi yang nyata dalam wujud hidup benar, tindakan adil, dan sikap anti-kejahatan. Dengan suara lantang, Perempuan Hikmat itu menegaskan kehadiran dan perannya sejak dunia diciptakan Tuhan (8:22-32). Seruannya yang bijaksana mengingatkan kita semua akan kehadiran Tuhan dalam hidup sehari-hari. Berbahagialah mereka yang mendengarkan dan mengikuti arahannya (8:32, 34). Siapa yang mencintainya berkenan kepada Tuhan sendiri dan akan memperoleh hidup sejati (8:36). Kiranya seruan Hikmat Tuhan itu tetap kita dengarkan dan kita perdengarkan dalam hidup kita untuk membekali kita dengan “seni hidup” yang menolong kita menilai, menimbang, dan menyikapi berbagai pilihan dan persoalan yang kita hadapi.
