KITAB RATAPAN, KITAB DOA

Berita | 21 Maret 2025

KITAB RATAPAN, KITAB DOA


Pengalaman doa setiap orang berbeda-beda. Tidak sedikit orang yang mengalami kesulitan dalam berdoa, terutama ketika doa hanya menjadi rutinitas dengan isi yang cenderung sama dan tersusun dalam pola hafalan. Namun, ketika seseorang berhadapan dengan kenyataan yang buruk dan luar biasa, kebutuhan akan bahasa doa yang lebih mendalam dan ekspresif menjadi semakin nyata. Salah satu bentuk doa yang mencerminkan kedalaman emosi dan refleksi iman adalah ratapan. Dalam Kitab Suci, tradisi ratapan sangat nyata, salah satunya dalam Kitab Ratapan, yang merupakan ungkapan hati umat kepada Allah dalam konteks penderitaan pasca kejatuhan Yerusalem.


Kitab Ratapan seringkali dihindari oleh banyak orang karena sifatnya yang penuh dengan kesedihan dan keluh kesah. Kitab ini terselip di antara dua kitab besar, Yeremia dan Yehezkiel, sehingga membuatnya kurang mendapat perhatian. Selain itu, kecenderungan budaya dan psikologi manusia yang mempertentangkan ratapan dengan pengharapan turut memengaruhi cara kitab ini dipahami. Banyak yang beranggapan bahwa meratap dan mengungkapkan kesedihan secara ekspresif adalah tanda kurangnya iman atau harapan. Namun, jika kita menelisik Kitab Ratapan dalam konteks sejarahnya, kita akan menemukan bahwa kitab ini memiliki relevansi yang sangat besar.


Kitab Ratapan ditulis dalam konteks kehancuran Yerusalem pada tahun 587 SM. Ketika kota suci itu dihancurkan, dan banyak orang Yahudi dibuang ke Babilonia. Pada masa itu, umat Tuhan mengalami kehilangan besar, bukan hanya kehilangan tempat tinggal dan sanak saudara, tetapi juga menghadapi pertanyaan teologis yang sangat mendalam: “Mengapa Allah yang setia dan Mahabaik membiarkan penderitaan ini terjadi pada umat pilihan-Nya?” Pertanyaan ini bukan sekadar ekspresi kesedihan, tetapi sebuah refleksi mendalam mengenai hubungan antara Allah dan umat-Nya.


Salah satu teks yang sering dikutip dari Kitab Ratapan adalah Ratapan 3:21-24: “Tetapi, inilah yang kuperhatikan, sebab itu aku berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, besar kesetiaan-Mu! “TUHANlah bagianku”, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. Ayat-ayat ini menjadi favorit banyak umat, karena menampilkan nada pengharapan di tengah penderitaan. Namun, jika kita membaca Kitab Ratapan secara komprehensif, kita akan menemukan bahwa nada yang lebih dominan dalam kitab ini justru adalah keluh kesah dan protes kepada Allah. Hal ini terlihat jelas dalam Ratapan 5:20-22: “Mengapa Engkau melupakan kami selama-lamanya, meninggalkan kami demikian lama? Bawalah kami kembali kepada-Mu, ya TUHAN, maka kami akan kembali, baruilah hari-hari kami seperti dahulu kala! Atau apa Engkau sudah membuang kami sama sekali? Sangat murkakah Engau terhadap kami?” Bagaimana kita memahami kitab yang berakhir dengan nada pesimis seperti ini? Menarik untuk kita perhatikan, bahwa dalam tradisi Yahudi, pembacaan kitab ini tidak diakhiri dengan ayat 22 yang bernada muram, melainkan dengan dua kali pengulangan di ayat 21, “Bawalah kami kembali kepada-Mu, ya TUHAN, maka kami akan kembali, baruilah hari-hari kami seperti dahulu kala! Bawalah kami kembali kepada-Mu, ya TUHAN, maka kami akan kembali, baruilah hari-hari kami seperti dahulu kala!”. Hal ini menunjukkan bahwa ratapan bukan sekadar keluh kesah, tetapi juga suatu bentuk doa yang mengharapkan pemulihan dari Allah.


Dalam kehidupan liturgis orang Yahudi, Kitab Ratapan menjadi bagian dari beberapa perayaan penting, khususnya dalam mengenang kehancuran Yerusalem. Kitab ini bukan sekadar dokumen sejarah, tetapi juga sebuah refleksi teologis yang terus relevan dalam berbagai konteks penderitaan.


Dalam kehidupan beriman saat ini, ratapan mengajarkan kita untuk tidak menyembunyikan perasaan di hadapan Allah. Ratapan bukanlah tanda kurangnya iman, melainkan ekspresi kejujuran dan ketulusan dalam relasi dengan Tuhan. Sebagaimana umat Yehuda yang meratap dalam kehancuran, umat beriman masa kini pun dapat belajar bahwa tidak ada yang salah dengan mengungkapkan kesedihan kepada Tuhan, karena justru dalam ratapan itulah kita menemukan jalan menuju pemulihan dan pengharapan sejati.


Silakan saksikan videonya di sini

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia