Bogor dan Bekasi kembali didera bencana banjir besar akibat hujan deras berkepanjangan yang mengguyur sejak awal Maret 2025. Puncaknya, banjir bandang terjadi di Puncak, Bogor, pada Minggu malam, 2 Maret, dan diikuti banjir besar di Jabodetabek, terutama Bekasi, pada Selasa, 4 Maret. Tingginya curah hujan membuat permukiman warga terendam, dengan ketinggian air yang mencapai dua meter di beberapa titik seperti Pondok Gede hingga Pekayon.
Di tengah situasi sulit ini, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) pada 12 Maret 2025 melakukan kunjungan kasih kepada sembilan staf dan tiga pensiunan yang terdampak banjir. Selain memberikan dukungan moral, LAI juga menyalurkan bantuan dana bagi mereka yang membutuhkan. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban mereka yang harus berjuang membersihkan rumah dari lumpur, memperbaiki perabotan, dan mengatasi berbagai permasalahan kesehatan pasca-banjir.
Bertahan di Tengah Derasnya Arus
Evri Pandelaki, mantan staf LAI, mengalami kejadian yang luar biasa saat banjir melanda rumahnya di Bekasi. Ia awalnya tak menyangka bahwa air bisa naik hingga mencapai lantai dua rumahnya. “Banjir di rumah kami setinggi betis orang dewasa di lantai dua,” ujarnya. Rumah yang bersebelahan dengan tanggul membuatnya tak bisa mengungsi karena derasnya arus air. Perahu karet pun tak mampu menembus derasnya banjir. Bersama keluarganya, ia bertahan di lantai dua selama satu hari satu malam, menunggu air surut.
Lukas Mamarodia, pensiunan LAI, memiliki pengalaman serupa. Pada banjir sebelumnya, ia bahkan harus berenang sejauh 700 meter untuk menyelamatkan diri. “Untungnya, istri dan anak saya sedang bertugas pelayanan di gereja saat itu, sehingga mereka aman,” tuturnya. Keadaan rumah setelah banjir surut justru menjadi tantangan berikutnya. Lumpur yang mengendap, tumpukan sampah, serta rusaknya perabotan membuat pemulihan terasa berat. “Aku gak bisa buka pintu,” ungkap Triatmi, salah satu korban banjir. Lumpur yang mengering setinggi setengah tembok membuatnya kesulitan membersihkan rumahnya.
Harapan di Tengah Penderitaan
Bencana ini memang meninggalkan duka dan kehilangan, namun di baliknya terselip pelajaran iman dan ketabahan. Triatmi mengungkapkan, “Tuhan bekerja dalam segala hal, dalam segala sesuatu. Yang bisa kita lakukan adalah berserah dan percaya. Tiap langkahku diatur oleh Tuhan, kita jangan yang ngatur Tuhan.”
Pesan ini selaras dengan refleksi Romo Albertus saat HUT LAI, “Sebagian besar Perjanjian Lama ditulis saat pembuangan di Babel, ketika bangsa Israel kehilangan arah. Kitab Taurat, yang menjadi inti spiritualitas mereka, justru lahir di tengah penderitaan. Dengan kata lain, Kitab Suci adalah spirit yang mengangkat orang dari keterpurukan.”
Bencana memang tak bisa dihindari, tetapi kasih dan kepedulian bisa menjadi cahaya bagi mereka yang terdampak. Kunjungan kasih yang dilakukan LAI menjadi bukti nyata bahwa di tengah kesulitan, masih ada harapan yang membawa kekuatan bagi mereka yang berjuang untuk bangkit kembali.