Perayaan Kamis Putih merupakan bagian penting dalam rangkaian Pekan Suci. Di Indonesia, istilah “Kamis Putih” lebih umum digunakan daripada “Kamis Suci” sebagaimana dikenal dalam bahasa Inggris (Holy Thursday). Kata "putih" mengasosiasikan kemurnian dan kesucian, yang sejalan dengan makna teologis di balik peristiwa yang dikenang pada hari ini. Kamis Putih bukan hanya mengenangkan Perjamuan Terakhir, tetapi juga menandai awal sengsara Kristus serta menggarisbawahi kasih dan pelayanan sebagai inti dari kehidupan kristiani.
Kamis Putih dalam Narasi Injil
Perayaan Kamis Putih berakar kuat dalam narasi Injil dan tulisan Paulus. Injil-injil Sinoptik (Markus, Matius, Lukas) menggambarkan Perjamuan Terakhir sebagai Perjamuan Paskah Yahudi (Markus 14:12; Matius 26:17; Lukas 22:7-8), yang berfungsi untuk mengenang eksodus umat Israel dari Mesir. Dalam perjamuan ini, Yesus memperkenalkan unsur baru: roti dan anggur sebagai simbol tubuh dan darah-Nya yang akan diserahkan demi keselamatan manusia (Lukas 22:19-20).
Namun, Injil Yohanes menampilkan perjamuan tersebut bukan sebagai bagian dari Paskah Yahudi, tetapi sebagai perjamuan sebelum Paskah (Yohanes 13:1). Yohanes menekankan bahwa Yesus wafat pada saat domba Paskah disembelih, menjadikan-Nya sebagai Anak Domba Allah yang dikorbankan bagi dunia (Yohanes 19:36). Fokus Injil Yohanes bukan pada institusi Ekaristi secara eksplisit, melainkan pada tindakan pembasuhan kaki yang menegaskan pelayanan sebagai bentuk kasih sejati (Yohanes 13:1-17).
Dimensi Profetis dan Simbolik Perjamuan Terakhir
Tindakan Yesus dalam Perjamuan Terakhir bukanlah sekadar simbol ritual, melainkan tindakan profetis yang mengungkapkan realitas ilahi. Roti yang dipecah dan anggur yang dibagikan menyimbolkan pemberian diri Yesus secara total. Paulus menegaskan, dalam 1 Korintus 11:26, bahwa setiap kali perjamuan dilakukan, kematian Kristus diberitakan hingga kedatangan-Nya kembali. Dengan demikian, perjamuan menjadi bentuk pewahyuan: pengenangan akan pengurbanan Kristus sekaligus pengharapan akan pemenuhan Kerajaan Allah.
Praktik Jemaat Perdana dan Dimensi Etis
Perjamuan menjadi praktik umum dalam kehidupan jemaat perdana (Kis. 2:42, 46). Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus mengecam keras praktik perjamuan yang tidak adil secara sosial. Ia menyoroti ketimpangan antara yang kaya dan miskin, dan menegaskan bahwa Perjamuan Tuhan seharusnya mencerminkan kesetaraan, solidaritas, dan keadilan (1Kor. 11:17-22).
Perjamuan tidak boleh berhenti pada bentuk ritualistik belaka. Dalam terang pemberian diri Kristus, setiap peserta perjamuan diundang untuk memperjuangkan keadilan sosial. Maka, perjamuan memiliki dimensi etis: solidaritas dalam tubuh Kristus harus terwujud dalam praksis keadilan dalam masyarakat.
Pembasuhan Kaki: Simbol Pelayanan Kasih
Injil Yohanes menggambarkan tindakan Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya sebagai inti dari makna perjamuan. Dalam Yohanes 13:15, Yesus berkata, “Sebab, Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Pembasuhan kaki melambangkan pelayanan yang rendah hati dan menegaskan bahwa kasih kristiani bukanlah sekadar emosi, tetapi tindakan konkret.
Tradisi liturgis pembasuhan kaki pada Kamis Putih yang berkembang dalam Gereja menekankan pentingnya komunitas yang setara dan pelayanan timbal balik. Komunitas Kristen dipanggil untuk menjadi tubuh Kristus yang melayani, bukan untuk mengejar kekuasaan atau hierarki duniawi.
Syukur, Kenangan, Kehadiran, dan Harapan
Perjamuan Kudus mengandung empat dimensi utama:
Syukur (eukaristia): Sebagai ungkapan terima kasih atas rahmat kehidupan dari Allah melalui Yesus Kristus.
Kenangan (anamnesis): Mengenang Perjamuan Terakhir dan salib Kristus sebagai tindakan pemberian diri yang menyelamatkan.
Kehadiran aktual: Dalam perjamuan, Kristus hadir dan memberi diri-Nya kepada jemaat. Perjamuan menjadi ruang perjumpaan dengan Kristus yang bangkit.
Harapan eskatologis:Perjamuan adalah antisipasi kepenuhan Kerajaan Allah, dan membangkitkan kerinduan akan keadilan, kasih, dan damai sejahtera yang sempurna.
Kasih sebagai Mandat: Maundy Thursday
Istilah Maundy Thursday berasal dari kata Latin mandatum, merujuk pada perintah Yesus dalam Yohanes 13:34 agar para murid saling mengasihi. Kasih yang diperintahkan Yesus bukanlah kasih sentimental, melainkan kasih sebagai komitmen dan tindakan. Kasih ini bersifat universal, melintasi batas-batas sosial, etnis, dan status. Ini adalah kasih yang berani mengampuni, melayani, dan mengurbankan diri, seperti yang ditunjukkan Yesus di salib.
Kamis Putih adalah momen teologis yang kaya dan mendalam. Mengingatkan umat Kristen akan kasih Kristus yang dinyatakan dalam Perjamuan Terakhir, salib, dan pelayanan. Dalam perayaan ini, umat tidak hanya mengenang, tetapi juga diperbarui dalam komitmen untuk menghidupi kasih dan keadilan dalam dunia. Dengan demikian, Kamis Putih bukan hanya hari untuk merayakan liturgi, melainkan saat untuk membarui hidup dalam kasih, pelayanan, dan solidaritas sosial. Kamis Putih adalah panggilan untuk mengenang, mengalami, dan meneruskan kasih Kristus dalam kehidupan nyata—di tengah dunia yang masih merindukan kasih sejati.
Bagaimana makna Kamis Putih menginspirasi Anda untuk mencintai dan melayani dengan lebih tulus dalam kehidupan sehari-hari?