Bincang Alkitab | Rico Kasih, M.Th., M.A.
Alkitab seringkali memperlihatkan istilah-istilah yang tampak kontradiktif bila dibaca sepintas. Salah satunya adalah istilah bermegah (καύχησις−kauchesis). Paulus kerap memakai istilah ini, namun sikapnya terlihat ambivalen. Pada satu kesempatan ia menolak praktik bermegah (Roma 2:17, 23; 3:27), tetapi pada kesempatan lain ia sendiri menyatakan bermegah dalam Kristus (Roma 15:17; 2Kor. 11:30). Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan teologis: Bagaimana Paulus memahami memegahkan diri? Apakah terdapat kontradiksi, atau justru suatu konsistensi teologis yang perlu dipahami lebih dalam?
Terminologi dan Distribusi Kata
Istilah Yunani yang diterjemahkan sebagai bermegah atau memegahkan diri adalah καύχησις−kauchesis (kata benda), καύχημα−kauchēma (hasil atau alasan bermegah), dan καυχάομαι−kauchaomai (kata kerja, “bermegah”). Dalam Perjanjian Baru, istilah ini hampir eksklusif dipakai Paulus (±52 kali). Distribusi penggunaannya:
-
2 Korintus: 27 kali
-
1 Korintus: 9 kali
-
Roma: 8 kali
-
Galatia, Filipi, Efesus, Tesalonika: beberapa kali
Di luar surat Paulus hanya muncul 1 kali di Ibrani dan 3 kali di Yakobus.
Hal ini menunjukkan bahwa istilah ini merupakan kategori retoris khas Paulus.
Dimensi Negatif: Bermegah yang Tercela
Dalam Roma 2:17 dan 23, Paulus mengecam orang Yahudi yang bermegah atas Taurat tetapi tidak hidup sesuai dengannya. Bagi Paulus, manusia tidak mempunyai dasar untuk bermegah (Roma 3:27), sebab keselamatan bukan berdasarkan perbuatan melainkan iman. Konsep serupa tampak pula di Yakobus 4:16, yang menyebut kemegahan manusia sebagai sesuatu yang ‘salah’ atau ‘jahat’.
Tradisi Perjanjian Lama meneguhkan dimensi negatif ini:
-
Amsal 27:1 menolak manusia memuji diri atas hari esok yang tidak pasti.
-
Mazmur 52:3 mengaitkan kemegahan diri dengan kefasikan.
-
Hakim-hakim 7:2–7 menunjukkan Allah mengurangi pasukan Gideon agar Israel tidak “memegahkan diri dihadapan-Ku”
-
1 Samuel 2:3 menegaskan Allah menolak kesombongan manusia.
Di sini jelas bahwa memegahkan diri tanpa dasar pada Allah identik dengan kesombongan dan pengingkaran terhadap keterbatasan manusia.
Dimensi Positif: Bermegah yang Dibenarkan
Meskipun banyak sisi negatif, Paulus juga menegaskan bahwa bermegah dapat dibenarkan dalam kondisi tertentu:
-
Roma 15:17, “Jadi, dalam Kristus Yesus aku boleh bermegah tentang pelayananku bagi Allah”
-
2 Korintus 11:30: Paulus bermegah dalam kelemahannya.
-
1 Korintus 1:31 dan 2Korintus 10:17 menggemakan Yeremia 9:23–24, “siapa yang mau bermegah, baiklah ia bermegah atas hal ini: bahwa ia memahami dan mengenal Aku”
Perjanjian Lama sendiri mengenal legitimasi bermegah: bukan pada kebijaksanaan, kekuatan, atau kekayaan, melainkan pada pengenalan akan Allah (Yeremia 9:23–24). Jadi, bermegah diperbolehkan jika berakar pada karya Allah, bukan prestasi manusia.
Konteks Budaya Yunani-Romawi
Dalam dunia Yunani-Romawi, praktik περιατολογία−periatologia (memuji diri) dianggap negatif bila terkait kesombongan. Penyair Pindar, misalnya, menegaskan pentingnya “menenggelamkan kesombongan dalam diam.” Namun, pada konteks retorika publik, memuji diri dapat diterima sebagai strategi persuasi, terutama bila:
-
Mengungkapkan fakta jati diri.
-
Memotivasi orang lain meneladani kebajikan.
-
Menunjukkan ketulusan tanpa mencari kompensasi.
-
Membangun persahabatan dan kepercayaan.
Dengan demikian, bermegah bisa bernilai didaktis: sarana pengajaran, teladan, dan motivasi. Paulus kemungkinan memanfaatkan fungsi retoris ini dalam pelayanannya.
Paulus dan Roma 15:14–33
Roma 15:17 menjadi teks kunci: Paulus bermegah dalam pelayanannya, bukan karena dirinya, melainkan karena Kristus yang berkarya melalui dia. Retorika ini berfungsi ganda:
-
Didaktis → Paulus memberi teladan iman yang melayani bangsa-bangsa non-Yahudi.
-
Persuasif → Paulus memotivasi jemaat Roma untuk mendukung rencana misinya ke Spanyol (Roma 15:24, 28).
Dengan demikian, bermegah Paulus bukan kesombongan pribadi, melainkan strategi teologis untuk menghubungkan pelayanan misioner dengan karya Allah yang menyelamatkan.
Sintesis Teologis
Dari studi kata ini, kita menemukan bahwa Paulus tidak kontradiktif. Terdapat dua kategori bermegah:
-
Bermegah yang tercela: berakar pada diri, kekuatan, hukum Taurat, atau kebanggaan kosong.
-
Bermegah yang benar: berakar pada Allah, dalam Kristus, yang melahirkan teladan, pengajaran, dan partisipasi dalam karya Injil.
Dengan demikian, memegahkan diri menjadi sah bila dipahami sebagai memegahkan Allah melalui kelemahan dan pelayanan manusia.
Studi kata καύχησις−kauchesis memperlihatkan bahwa Paulus tidak menolak bermegah secara mutlak, melainkan membedakan dasar dan orientasinya. Bermegah dalam diri adalah kesombongan, tetapi bermegah dalam Kristus adalah pengakuan iman. Konteks Perjanjian Lama dan budaya Yunani-Romawi memperlihatkan dinamika serupa: memuji diri pada dasarnya tercela, namun dapat berfungsi positif bila diarahkan untuk pengajaran, teladan, dan peneguhan iman.