Bonus demografi ini tidak hanya diperoleh oleh negara secara umum namun di dalamnya juga ada gereja. Lantas bagaimana sikap dan apa yang dilakukan oleh gereja dan umat Tuhan untuk mendapatkan manfaat maksimal dari bonus demografi ini?
Untuk menjawab ini, kita harus melihat kembali pada apa kata Alkitab tentang penciptaan manusia.
Melalui siaran pers Kementerian PPN/ Bappenas yang dirilis pada 22 Mei 2019 dikatakan bahwa Indonesia pada tahun 2030-2040 diprediksi akan memperoleh bonus demografi sebesar 64 persen dari total pendudukan yang diproyeksikan mencapai 297 juta jiwa pada periode tersebut. Bonus demografi sendiri terjadi ketika jumlah usia produktif (usia 15-64 tahun) penduduk dalam suatu negara atau wilayah jauh lebih besar dari pada jumlah usia tidak produktif (usia dibawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Agar dapat memetik manfaat maksimal dari bonus demografi itu, Indonesia harus meningkatkan kualitas pendidikan dan keterampilan dari masyarakat usia produktif tersebut. Upaya pemerintah Untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia dilakukan melalui peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan, termasuk mengembangkan pendidikan kejuruan atau vokasi untuk memperkuat kemampuan inovasi dan meningkatkan kreativitas.(Siaran Pers Kementerian PPN/ Bappenas: https://www.bappenas.go.id/files/9215/0397/6050/Siaran_Pers-Peer_Learning_and_Knowledge_Sharing_Workshop.pdf).
Bonus demografi ini tidak hanya diperoleh oleh negara secara umum namun di dalamnya juga ada gereja. Lantas bagaimana sikap dan apa yang dilakukan oleh gereja dan umat Tuhan untuk mendapatkan manfaat maksimal dari bonus demografi ini?
Untuk menjawab ini, kita harus melihat kembali pada apa kata Alkitab tentang penciptaan manusia.
Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:26-28).
Bagian firman Tuhan di atas memberikan informasi: Pertama, bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Allah adalah sumber dan inisiator dari semua ciptaan yang ada. Kedua, manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Allah mewariskan sifat-sifat-Nya sebagai berkat kepada manusia seperti kesempurnaan, kebaikan, kekudusan, daya cipta, kuasa, dan sifat-sifat baik lainnya. Karena itu sejak mulanya manusia telah memiliki benih unggul yang berasal dari Allah. Ketiga, penciptaan manusia dilakukan dengan tujuan untuk beranak cucu memenuhi bumi, menaklukkan, dan berkuasa atasnya.
Kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kejadian 3) secara otomatis merusak ciptaan yang baik dan sempurna itu sehingga keturunan yang dihasilkan oleh manusia juga menjadi rusak. Dengan berbagai cara Allah berupaya membarui manusia ciptaan-Nya itu dengan benih yang baru yaitu melalui Set (Kej. 4:25-26), Nuh, melalui leluhur Israel yaitu Abraham, Ishak, dan Yakub, melalui pemurnian di padang gurun selama 40 tahun, melalui pembuangan di Babel, dan terakhir melalui kehadiran Kristus. Kristus sendiri adalah puncak dari pemulihan dan pembaruan itu. Paulus dalam surat II Korintus 5:17 berkata, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”
Generasi Orang Beriman
Set, Abraham, Ishak, Yakub, dan generasi yang tersisa di padang gurun, serta generasi yang pulang dari pembuangan adalah generasi yang tetap beriman kepada TUHAN sekalipun mereka dikelilingi oleh generasi yang tidak lagi percaya dan mengindahkan TUHAN.
Ketika pemerintah telah berupaya mempersiapkan generasi muda yang unggul, berkompeten, dan siap bersaing untuk menghadapi persaingan global di masa depan, maka tugas kita sebagai umat Tuhan hari ini adalah mempersiapkan generasi muda yang tidak hanya unggul dalam koognitif, terampil secara psikomotorik, namun yang terutama bernilai tinggi dalam afektif dan spiritual quotient (SQ) atau dengan kata lain generasi yang beriman kepada Yesus Kristus.
Orang-orang yang berada pada generasi Set, Abraham, Ishak, Yakub, generasi padang gurun, dan generasi kerajaan Israel pada masa itu tentu tidak kekurangan orang-orang yang pandai. Justru dari merekalah bermula perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun sebagian besar dari generasi itu justru harus dibinasakan oleh ALLAH karena ketidakpercayaan mereka kepada-Nya. Jadi kepandaian dan keterampilan sebaik apa pun jika tidak didasari oleh iman kepada Kristus akan menjadi percuma bahkan merusak. Dan yang pasti bahwa mereka tidak akan mendapat bagian dalam kehidupan yang kekal bersama ALLAH melainkan kematian kekal.
Generasi Yang Mencintai Firman
Pengkhotbah berkata, “Lagipula, anakku, waspadalah! Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan. Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.” (Pkh. 12:12-13). Dan lagi kata pemazmur, “Aku beroleh pengertian dari titah-titah-Mu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta. Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. Aku telah bersumpah dan aku akan menepatinya, untuk berpegang pada hukum-hukum-Mu yang adil.” (Mzm. 119:104-105).
Ilmu pengetahuan akan terus berkembang selama dunia ini masih berputar, sehingga mempelajarinya tidak akan pernah ada habisnya. Itulah mengapa pengkhotbah mengatakan bahwa membuat banyak buku dan banyak belajar melelahkan badan. Namun bukan di situ poin pentingnya, dan juga tidak berarti bahwa tidak perlu belajar – sebab orang beriman juga harus membuktikan bahwa imannya kepada Kristus justru membuat pengetahuannya semakin bertambah sebab Allah adalah sumber dari segala pengetahuan. Penekanan pengkhotbah yang juga diperkuat oleh pemazmur adalah agar manusia mencintai firman Tuhan, mencintai titah-titah-Nya, dan berpegang pada hukum-hukum-Nya. Karena dari firman-Nyalah manusia dapat mengenal Penciptanya, mengenal dirinya sendiri, mengenal jalan-jalan hidup yang harus dilaluinya, sehingga manusia memiliki “hidup” di hari ini dan di hari nanti.
Generasi Yang Menjadi Berkat Bagi Semesta
Hari ini kita begitu banyak melihat orang-orang yang beragama namun tidak ber-Tuhan. Mereka begitu tekun melakukan ritual-ritual keagamaan namun sama sekali tidak mengenal Tuhan yang ia sembah. Buktinya adalah semakin mereka tekun menjalankan ibadat justru membuat mereka semakin menjauh dari sesamanya. Semakin mereka merasa sebagai orang yang paling suci, semakin mereka melihat sesama sebagai orang yang paling berdosa yang harus dijauhi bahkan dimusuhi. Begitu pun terhadap alam ciptaan yang lain. Mereka begitu tak acuh dengan segala kerusakan alam yang terjadi bahkan menjadi bagian dari penyebabnya. Mengapa mereka tidak ber-Tuhan? Karena Tuhan mengasihi manusia dan mau menjangkaunya sementara mereka tidak. Tuhan menciptakan dunia ini dengna begitu baik, sementara manusia merusaknya. Sekali pun Tuhan itu Mahakudus dan manusia adalah makhluk yang berdosa, status itu sama sekali tidak menjadi penghalang bagi Allah untuk mengasihi dan mau “menyentuh” manusia sementara mereka merasa “jijik” dengan sesamanya.
Sejak penciptaannya, manusia telah diberi mandat untuk menjadi berkat bagi semesta yaitu alam ciptaan Tuhan juga bagi sesama manusia. Allah memilih umat pilihan-Nya juga agar melalui mereka kekudusan dan berkat Allah dinyatakan kepada bangsa-bangsa lain. Namun sekali lagi, manusia yang beragama itu gagal memenuhi mandat-Nya. Kisah tentang orang Samaria yang murah hati (Lukas 10:25-37) menjadi penggambaran yang jelas akan sikap keagamaan yang keliru.
Karena itulah, umat Tuhan harus mempersiapkan generasi mudanya saat ini untuk menjadi generasi yang mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama dan alam ciptaan. Menjadi generasi yang rajin beribadah, mencintai firman, dan mampu memelihara alam dengan baik serta menjadi berkat bagi orang lain. Menjadi generasi yang sadar bahwa kehadirannya di dunia ini adalah dengan tujuan agar melaluinya baik manusia maupun alam menerima berkat dari Tuhan.
Bonus demografi yang akan kita terima akan menjadi kebaikan apabila umat Tuhan tahu bagaimana mempersiapkan generasi unggul sebagaimana yang Tuhan kehendaki, sebaliknya bonus demografi itu akan menjadi masalah baru jika kita sama sekali tidak peduli dengan mereka.